Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Minggu, 01 Maret 2020 | 12:29 WIB
Abi penggemar mesin tik kala dijumpai di sebuah kedai kopi, Sabtu (29/2/2020) malam.(kontributor/uli febriarni)

Laiknya penulis kebanyakan, Abi juga membukukan puisi yang buat kala ia membuka lapak dari cafe satu ke cafe lainnya, di wilayah Yogyakarta. Sedangkan untuk karya lainnya, ia pasrah. Jelas, karya itu sudah di tangan pembeli. Tanggung jawab berganti tuan. 

"Saya percaya, merek [pembeli] akan merawatnya," ucapnya. 

Ada sejumlah pengalaman di antara beribu kisah mengena, yang ia temukan kala mengetik Puisi Seketik untuk pelanggan. khususnya dengan tema Kangen. 

Misalnya, kala lapak pertama di FKY 2017. Ada seorang ibu dan anak, datang ke lapaknya, memesan puisi dengan tema kangen. Kangen dengan si bapak yang berada nun jauh di Sulawesi. Pelanggan lain, seorang lelaki muda yang kangen dengan neneknya. 

Baca Juga: Perguruan Tinggi di Jogja Pertanyakan Teknis Program Kampus Merdeka Nadiem

Pengalaman lain, kala ia menggunakan mesin tiknya nyaris 10 jam, sewaktu membuka lapak Puisi Seketika di Kota Solo. Selain itu, ia pernah membawa mesin tiknya saat mendaki Gunung Ungaran. Selama mendaki, ia membuatkan puisi dari keadaan yang dialaminya dan permintaan teman-temannya.   

Puisi karya Abi tak dicetak di atas kertas biasa. melainkan di atas kertas daur ulang yang dibuatnya sendiri. 

Memiliki empat mesin tik, Abi lebih suka menggunakan mesin tik dengan abjad latin untuk membuat puisinya. Mesin tik itu ia beri nama Berlyn.

Untuk perawatan, Abi mengaku tidak pernah mengalami kesulitan. Hanya cukup dibersihkan secara teratur dan memberikan minyak mesin jahit untuk sejumlah suku cadang penting pada mesin tiknya. 

Kini, ia punya keinginan menambah koleksi mesin tiknya dengan mesin tik berhuruf aksara Jawa.

Baca Juga: Jalan-Jalan ke Jogja, Najwa Shihab Bergaya Trendi Pakai Batik dan Sneakers

"Susah ditemukan, karena di masa lalu, pembuatan aksara langsung dikerjakan orang Kraton," kata dia.

Load More