Scroll untuk membaca artikel
M Nurhadi
Sabtu, 02 Mei 2020 | 21:45 WIB
Ilustrasi Virus Corona [Unsplash/Glen Carrie]

SuaraJogja.id - Salah seorang warga salah satu dusun di Piyungan, Bantul keberatan dengan pemberitaan di media massa dan media sosial terkait dengan hasil rapid test positif. Menurut ketua gugus tugas penanganan Covid-19 Piyungan, Sulistiono, hasil rapid test belum bisa dijadikan patokan utama seseorang terinfeksi Covid–19.

Kepada Harian Jogja, Sulistiono mengatakan, ada satu warga setempat berinisial S yang mengikuti kegiatan Jamaah Tabligh di Jakarta pada bulan Maret 2020. S sudah pulang ke rumah sejak pertengahan Maret lalu.

Pada Kamis (23/4/2020) lalu, S mengikuti rapid test pertama sebagai tindak lanjut proses tracing dari kasus lainnya dan hasilnya dinyatakan negatif.

“Kalau logikanya saja, waktu kepulangan bapak S dari Jakarta yang diduga terjadi proses kontaminasi virus dengan waktu dilakukan rapid test sudah lewat satu bulan,” ujarnya.

Baca Juga: Berupaya Putus Penyebaran COVID-19, Jepang Percepat Peninjauan Remdesivir

Pada Rabu (29/4/2020) kemarin, dilakukan rapid test pada anggota keluarga S. Hasilnya, enam diantaranya menunjukkan hasil reaktif.

Keesokan harinya (30/4/2020), enam orang tersebut dibawa ke Rumah Sakit Panembahan Senopati untuk melakukan tes swab dan menjalani isolasi.

Akan tetapi, pemberitaan terkait hasil rapid test itu tersebar luas di media massa dan media sosial. Sulistiono menyebut, sebagian besar pemberitaan tidak sesuai dengan fakta di lapangan dan hal itu dapat berdampak buruk bagi warga terkait.

Sulistiono mengatakan, sejak adanya pemberitaan tersebut, sejumlah warga yang bekerja sebagai buruh harian terpaksa dirumahkan lantaran alamat rumahnya sama dengan keluarga S.

Hal ini secara tak langsung membuat mereka kehilangan pendapatan. Jumlah pastinya belum diketahui, masih didata oleh gugus tugas setempat. Hari Sabtu (2/5/2020) saja, Sulistiono menyebut sudah ada lima orang yang melapor.

Baca Juga: Satu Tweet Elon Musk dan Tesla Kehilangan Rp 205 Triliun

Tanpa surat keterangan sehat Covid–19, Sulistiono menyebut, buruh tidak bisa bekerja secara leluasa. Sementara itu, Puskesmas setempat tidak memiliki wewenang mengeluarkan surat tersebut sebab status kesehatan seseorang atas Covid–19 hanya bisa ditetapkan oleh Gugus Tugas Penanganan Covid–19 Bantul.

“Ini pun belum ketemu solusinya. Kalau bisa mereka yang terdampak ini diberikan insentif dari Pemerintah,” katanya.

Pihaknya juga menyoroti dampak psikologis yang dialami warga. Saat muncul berita bahwa anggota keluarga S reaktif COVID-19, warga terus dibayangi rasa khawatir.

Meski S tmerupakan warga yang tidak terlalu aktif di masyarakat, anak-anaknya diketahui cukup dekat berinteraksi dengan warga.

Sulistiono berpendapat, hasil dari rapid test belum belum bisa menjadi patokan utama seseorang terinfeksi virus corona.

Load More