SuaraJogja.id - Penggarapan film Tilik produksi Ravacana Films dengan Dinas Kebudayaan DIY, yang tengah viral saat ini, tentu tak sependek durasi hasilnya. Digarap selama sembilan bulan, film yang hingga Kamis (20/08/2020) sudah ditonton lebih dari 1,5 juta orang di YouTube ini menyimpan banyak kisah dari para penggagasnya.
Produser film Tilik, Elena Rosmeisara, saat dihubungi, Kamis sore, mengungkapkan, cultural proximity atau kedekatan budaya dan fenomena yang terjadi dalam keseharian merekalah yang membuat film berdurasi sekitar 32 menit itu bisa trending di Twitter dan ditonton jutaan orang di YouTube.
Hal itu jadi pengalaman yang luar biasa baginya dan sang sutradara, Wahyu Agung Prasetyo, serta penulis naskah, Bagus 'Bacep' Sumartono.
"Rasanya luar biasa, ada beberapa target yang ternyata dapat dicapai. Targetnya kami ingin mempertemukan film ini seluas-luasnya pada para penonton, dan saat ini tercapai. Tidak tahu impact-nya [dampak] seberapa besar lagi," ungkapnya.
Baca Juga: Jalan Bantul - Sleman Ini Jadi Saksi 'Lambe Nyinyir' Bu Tejo di Film Tilik
Elena bercerita, film tersebut dibuat pada awal 2018 lalu, saat isu pemilihan presiden (pilpres) tengah gencar-gencarnya diperbincangkan. Beragam informasi muncul di masyarakat, tetapi banyak yang tidak jelas kebenarannya.
Dari situlah dia, Agung, dan Bagus mengajukan draf film ke Dinas Kebudayaan DIY. Dari supervisi yang dilakukan, film tersebut lolos mendapatkan budget dari Dana Keistimewaan (danais) untuk diproduksi.
Mereka mencoba menyampaikan pesan moral dalam film keempat yang diproduserinya tersebut.
Melalui film yang melambungkan nama Siti Fauziah atau Ozie sebagai Bu Tejo ini, mereka ingin mengedukasi masyarakat untuk bisa cek dan ricek atas berbagai informasi yang mereka dapat dari mana saja, agar tak menjadi hoaks.
Pesan itu mereka coba selipkan dalam gambaran kebiasaan dan keseharian masyarakat, khususnya di Yogyakarta.
Baca Juga: Selain Tilik, Ini 7 Film Pendek Jogja yang Bisa Ditonton di YouTube
Setting dan plot ibu-ibu yang menaiki bak truk untuk menjenguk bu lurah yang sakit di salah satu rumah sakit menjadi pemandangan yang banyak ditemui dalam kultur keseharian warga kampung, khususnya Jogja.
Melalui persiapan selama empat bulan, Elena dan timnya pun membutuhkan waktu yang cukup pendek untuk syuting selama empat hari di kawasan Imogiri, Bantul hingga Gamping, Sleman. Proses editing sendiri membutuhkan waktu sekitar tiga bulan hingga film tersebut diluncurkan pada akhir 2018.
Pemilihan Ozie sebagai Bu Tejo yang fenomenal di medsos pun juga sudah direncanakan. Meski memakai proses casting, Elena, yang mengenal akting Ozie dalam berbagai teater, langsung berpikir bahwa tokoh Bu Tejo harus dimainkan seniman perempuan tersebut.
"Ada fenomena dalam film Tilik yang kami angkat dari kultur, seperti edukasi crosscheck yang tidak merata di seluruh Indonesia. Ini sesuai kampanye pilpres saat itu, dan Tilik jadi bahan untuk diskusi lagi kalau informasi jangan ditelan mentah mentah. Bukan sekedar kearifan lokal, [plot] film ini lebih pada kedekatan selama ini, jadi apa yang dialami [sehari-hari], tapi kami membebaskan masyarakat dalam mengintepretasi film ini," jelasnya.
Film ini ternyata mendapatkan sambutan yang luar biasa dalam sejumlah festival hingga akhirnya menjadi pemenang untuk Kategori Film Pendek Terpilih pada Piala Maya 2018, Official Selection Jogja-Netpac Asian Film Festival (JAFF) 2018, dan Oficial Selection World Cinema Amsterdam 2019.
Sebelummya Elena memproduseri tiga film yang juga mengangkat isu sosial. Sebut saja Film Nilep pada 2015, Singsot pada 2016, dan Kodok pada 2017 lalu.
Dalam peringatan ke-75 Kemerdekan Republik Indonesia (RI) pada 17 Agustus 2020 kemarin, Elena dkk mengunggah film Tilik di kanal YouTube. Tak disangka, selama beberapa hari saja, film yang juga dibintangi Brilliana Desy sebagai Yu Ning, Angeline Rizky sebagai Bu Tri, dan Dyah Mulani sebagai Yu Sam ini mendapatkan reaksi yang luar biasa dari warganet.
Setelah filmnya trending di Twitter, tim Elena pun membuat subtitle dalam bahasa Inggris pada Kamis pagi agar film tersebut bisa dinikmati semua orang.
Bumbu-bumbu cerita yang menyertai film, seperti kisah Dian, yang ternyata banyak dipersepsikan sebagai perebut laki orang alias pelakor, makin membuat film ini disukai masyarakat.
Padahal, kisah Dian yang ditampilkan di akhir film tersebut menyertakan pesan moral akan kemerdekaan dalam kemandirian, yang seharusnya dimiliki perempuan, tanpa bergantung pada laki-laki.
Inspirasi tersebut didapat Elena, Agung, dan Bagus dari ketiga ibu mereka masing-masing, yang merupakan perempuan mandiri di mata anak-anaknya.
Hidup tanpa suami tak membuat ibu ketiganya lemah, melainkan justru menjadi wanita mandiri yang merdeka akan pilihan hidupnya.
"Kami sebenarnya tidak ingin ada stereotype lain dalam film ini tentang pelakor, tapi kembali kami membebaskan interpretasi penonton melihat film. Namun, ada pesan tentang perempuan yang bisa mandiri untuk memilih apa yang diinginkan tanpa embel-embel laki-laki. Dasarnya adalah, produser, penulis, sutradara punya ibu single semua. Meski janda semua, tapi ternyata [ibu kami] bisa hidup tanpa ada laki-laki, dan mereka punya kemerdekaan atas dirinya sendiri," tandasnya.
Elena mengaku terus berkarya melalui film-film barunya, entah film tersebut akan kembali viral atau tidak. Tahun ini dia tengah memproduksi film pendek lain yang juga mengangkat isu-isu sosial laiknya film Tilik.
"Tahun ini sudah bikin produksi film lagi dan sudah di YouTube, tapi beda project," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi
Berita Terkait
-
Edukatif! Ekskul MMBC SMA Negeri 1 Purwakarta Garap Film Pendek Tema Bersedekah
-
Deretan Film Produksi PFN yang 'Ujug-ujug' Dipimpin Ifan Seventeen: Ada yang Cuma Dapat 25 Ribu Penonton
-
Teaser 3 Days Sudah Rilis, Film Pendek Baru Yoo Seung Ho dan Kim Dong Wook
-
Review I'm Not a Robot: Saat Captcha Bikin Kita Ragu, Aku Manusia atau Bot?
-
Mengenal 'Yu', Sapaan Umum Wujud Kerukunan dalam Masyarakat!
Terpopuler
- Dedi Mulyadi Syok, Bapak 11 Anak dengan Hidup Pas-pasan Tolak KB: Kan Nggak Mesti Begitu
- JakOne Mobile Bank DKI Diserang Hacker? Ini Kata Stafsus Gubernur Jakarta
- Review Pabrik Gula: Upgrade KKN di Desa Penari yang Melebihi Ekspektasi
- Harga Tiket Pesawat Medan-Batam Nyaris Rp18 Juta Sekali Penerbangan
- Rekaman Lisa Mariana Peras Ridwan Kamil Rp2,5 M Viral, Psikolog Beri Komentar Menohok
Pilihan
-
7 Rekomendasi HP Murah Memori Jumbo Terbaru April 2025, Mulai Rp 2 Jutaan
-
AFC Sempat Ragu Posting Timnas Indonesia U-17 Lolos Piala Dunia, Ini Penyebabnya
-
Bennix Ngakak, RI Tak Punya Duta Besar di AS karena Rosan Roeslani Pindah ke Danantara
-
Drawing Grup Piala Dunia U-17 2025: Timnas Indonesia U-17 Bertemu Brasil hingga Ghana?
-
Polresta Solo Apresiasi Masyarakat Manfaatkan Pemutihan Pajak Kendaraan Bermotor
Terkini
-
Sejumlah Korban Kekerasan Seksual Guru Besar Farmasi Trauma, Ini yang Dilakukan UGM
-
Sambut Laga PSS Sleman di Stadion Maguwoharjo Pascarenovasi, Pemkab Sleman Lengkapi Fasilitas
-
UGM Bentuk Tim Periksa Pelanggar Disiplin Kepegawaian Gubes Farmasi Terkait Kasus Kekerasan Seksual
-
Anomali Libur Lebaran: Kunjungan Wisata Gunungkidul dan Bantul Turun Drastis, TWC Justru Melesat
-
Gunungkidul Sepi Mudik? Penurunan sampai 20 Persen, Ini Penyebabnya