Scroll untuk membaca artikel
Eleonora PEW
Senin, 10 Januari 2022 | 19:34 WIB
Ilustrasi Mahasiswa. (Pixabay)

SuaraJogja.id - Pengamat pendidikan Yogyakarta Darmaningtyas menyebut wacana student loan atau kredit pendidikan, lebih baik dilupakan dan negara berfokus untuk membenahi sistem pemberian beasiswa yang sudah ada bagi mahasiswa.

Hal itu disampaikan, menanggapi wacana student loan yang pernah dilontarkan oleh presiden Jokowi pada 2018 lalu, kembali menjadi bahan pembicaraan di media sosial.

Darmaningtyas mengatakan, Indonesia punya sejarah pengalaman program kredit pendidikan dan gagal. Karena banyak kredit yang tidak kembali atau dilunasi.

"Pengalaman di Amerika juga demikian, banyak kredit mahasiswa tidak kembali. Ya kalau pengalaman gagal itu mau dicoba lagi, silakan saja," ungkap dia, Senin (10/1/2022).

Baca Juga: Ide Student Loan Panen Kritik, Pakar: Warga Berhak Dapat Pendidikan, Bukan Membeli

Ia menambahkan, bukan soal memungkinkan atau tidaknya kredit pendidikan diaplikasikan. Melainkan ia kembali menegaskan bahwa Indonesia sudah punya pengalaman di masa sebelumnya.

"Nah kalau pengalaman itu mau dicoba terapkan lagi? Atau bagaimana? Kalau gagal bagaimana mitigasi risikonya?
Kalau berhasil sih tidak masalah. Kalau gagal, siapa yang harus menanggung risikonya?," ujarnya.

Selain itu, Darmaningtyas menyatakan, selama ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sering berbicara terkait jaminan masa depan.

"Karena katanya gelar enggak jaminan. Apalagi dengan jadi Youtuber juga bisa kaya, ngapain kuliah? Jadi ya yang kuliah yang mampu saja. Tidak mampu, ya meningkatkan kompetensi dengan berbagai cara," ungkap dia.

"Nah kalau meyakini gelar tidak menjadi jaminan, tapi mau mengembalikan kredit mahasiswa, ya berarti kontradiksi dengan [statemen awal] dirinya sendiri," imbuh Darmaningtyas.

Baca Juga: Diklaim Terbesar Se-Indonesia, Pemprov Kaltim Siapkan Rp 150 Miliar untuk Beasiswa

Darmaningtyas meyakini, sesungguhnya semangat anak Indonesia mau meraih pendidikan tinggi sangatlah tinggi. Terbukti dengan tingginya jumlah pendaftar ke sebuah PT setiap tahunnya. Dengan melihat kondisi ini, tentu tak ada isu kesulitan cari sekolah.

Karena bila yang terjadi sebaliknya atau minat masyarakat rendah, maka sudah pasti sekolah-sekolah dan PT akan kosong.

Ketimbang kredit pendidikan, zaman dulu sudah ada Bidikmisi bagi mahasiswa yang tidak mampu, lanjut dia.

"Ya sudah dijalankan saja, perkara sekarang namanya berubah jadi kartu indonesia pintar kuliah, ya tidak masalah. Esensinya sama," tuturnya.

Menurut dia, yang penting adalah besaran disesuaikan kondisi masing-masing wilayah.

Jangan sampai beasiswa untuk mahasiswa se-Indonesia besarannya sama. Misalnya, besaran beasiswa bagi mahasiswa yang kuliah di Papua, tentu lebih tinggi daripada yang kuliah di Jogja.

"Lupakan saja student loan, kecuali kita mau mengulangi satu program yang sudah pernah gagal, silakan saja," tandas dia.

Kontributor : Uli Febriarni

Load More