Scroll untuk membaca artikel
Eleonora PEW
Selasa, 15 Februari 2022 | 17:40 WIB
Petenis Serbia, Novak Djokovic melakukan selebrasi usai menundukkan petenis Rusia, Andrey Rublev dalam laga ATP Finals di Turin, Italia, Rabu (17/11/2021) malam WIB. [Marco BERTORELLO / AFP]

SuaraJogja.id - Jika vaksinasi COVID-19 menjadi syarat wajib untuk mengikuti Grand Slam, Novak Djokovic mengatakan bahwa dirinya siap untuk melewatkan French Open dan Wimbledon. Meski begitu, ia mengaku tidak menentang vaksinasi.

Djokovic, yang tidak divaksinasi itu, dilarang bertanding di Australian Open tahun ini, membuat petenis berusia 34 tahun itu kehilangan kesempatan untuk menjadi petenis putra tersukses sepanjang masa dengan 21 gelar Grand Slam.

Petenis nomor satu dunia itu malah dideportasi dari Australia setelah drama 11 hari yang melibatkan dua pembatalan visa, dua banding pengadilan dan lima malam dalam dua kali penahanan di hotel detensi imigrasi tempat para pencari suaka ditahan.

"Saya memahami konsekuensi dari keputusan saya," kata Djokovic dikutip dari Reuters, Selasa, menambahkan bahwa dia siap untuk tidak melakukan perjalanan ke Australia karena statusnya yang belum divaksinasi.

Baca Juga: Novak Djokovic Rela Absen di Grand Slam Andai Vaksin Diwajibkan

"Saya mengerti bahwa tidak divaksinasi hari ini, saya tidak dapat melakukan perjalanan ke sebagian besar turnamen saat ini. Ya, itulah harga yang bersedia saya bayar."

Djokovic berharap dapat berkompetisi selama "bertahun-tahun lagi" tetapi dia menambahkan bahwa kebebasan untuk memilih apa yang ingin dia masukkan ke dalam tubuhnya lebih penting baginya daripada gelar apa pun.

Namun, petenis Serbia itu menjauhkan diri dari gerakan anti-vaksinasi dan mengatakan bahwa dia tetap berpikiran terbuka untuk menerima suntikan.

"Saya tidak pernah menentang vaksinasi," kata Djokovic, menambahkan bahwa melakukan vaksinasi saat masih anak-anak.

"Tapi saya selalu mendukung kebebasan untuk memilih apa yang Anda masukkan ke dalam tubuh Anda."

Baca Juga: Menyesal Tidak Vaksin, Wanita Ini Alami Stroke dan Serangan Jantung ketika Terkena Covid-19 di Masa Kehamilan

"Saya mengerti bahwa secara global, semua orang berusaha keras untuk menangani virus ini dan berharap, semoga, virus ini segera berakhir."

Djokovic, yang memenangi Wimbledon dan French Open tahun lalu, akan kembali beraksi di turnamen ATP di Dubai pekan depan untuk pertama kalinya sejak dia dideportasi dari Melbourne menjelang Australian Open.

Kemenangan berikutnya di Melbourne Park, di mana Djokovic telah memenangi sembilan gelar, secara statistik akan menjadikannya petenis putra paling sukses, tetapi saingan lamanya Rafa Nadal yang berhasil mengangkat trofi bulan lalu.

Djokovic memicu kemarahan yang meluas di Australia ketika dia diberi pengecualian medis dari kewajiban vaksinasi COVID-19 untuk berkompetisi di Melbourne Park dengan alasan bahwa dia baru-baru ini tertular virus tersebut.

Namun, dia ditahan oleh otoritas imigrasi pada saat kedatangan, dibebaskan oleh perintah pengadilan, dan kemudian ditahan lagi sebelum akhirnya dideportasi.

Kasus tersebut memicu perdebatan global dan Menteri Imigrasi Australia Alex Hawke mengatakan Djokovic bisa menjadi ancaman bagi ketertiban umum di negara itu karena kehadirannya akan mendorong sentimen anti-vaksinasi.

"Saya benar-benar sedih dan kecewa dengan bagaimana semuanya berakhir bagi saya di Australia," kata Djokovic, menambahkan bahwa dia dideportasi meski mengikuti semua aturan. "Itu tidak mudah."

"Alasan mengapa saya dideportasi dari Australia adalah karena Menteri Imigrasi menggunakan kebijaksanaannya untuk membatalkan visa saya berdasarkan persepsinya bahwa saya mungkin menciptakan sentimen anti-vaksin di negara atau di kota tersebut, yang sama sekali tidak saya setujui." [ANTARA]

Load More