Seperti halnya manusia bisa tersinggung sebagaimana perasaan saat dilukai. Demikian pula sebagai bangsa akan tersinggung jika perasaan Pancasila dilukai.
"Maka doktrin apapun, juga doktrin agama tak boleh melukai Pancasila, karena dengan melukainya itu sama saja dengan melukai perasan bangsa. Sebagai perasaan bangsa, Pancasila kiranya juga mengandung pengalaman transendental bangsa. Pengalaman transendental itu tak bisa disempitkan dalam agama karena itu agama juga harus menghargai dan menghormatinya," paparnya.
Perasaan Pancasila itu tak akan habis digali. Cara paling efektif untuk menggali Pancasila adalah lewat ilmu dan kebudayaan.
"Maka tepatlah bila patung bung karno yang sangat mencintai ilmu dan kebudayaan bangsa ini boleh berada di Omah Petroek ini," cetusnya.
Romo Sindhu menuturkan bahwa patung raksasa Bung Karno itu akan bersanding dengan tokoh-tokoh ilmu dan budaya lain.
Profesor Nicolaus Driyarkara, Ernest Douwes Dekker, Theodoor Willem Geldorp atau Dick Hartoko, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur hingga Jakob Oetama.
Semua mereka adalah intelektual yang tak terlepas dari buku, dan seperti mereka, ujar Romo Sindhu, selain politikus dan negarawan, Bung Karno adalah seorang intelektual serta kutu buku tulen.
Hal itu terbaca dalam karya-karya tulis dan pidato-pidato Bung Karno yang amat kaya dengan wawasan dari buku-buku yang dipelajarinya. Keintelektualan dan kekayaan literasi Bung Karno itu disimbolkan juga di sini.
"Tangan kiri patung Bung Karno memegang buku yang tebal itu kiranya membawa pesan lebih-lebih untuk generasi muda, bukanlah penganut sejati Sukarno jika dia asing dari literasi dan buku," terangnya.
Baca Juga: Menilik Kedekatan Megawati dengan Putin: Ternyata Bestie Sejak 2003?
Di desa sederhana ini, Romo Sindhu mengatakan Bung Karno adalah simbol yang mengajak semua untuk terus mencintai Pancasila. Sekaligus memperingatkan dan memperhatikan kecintaan Bung Karno yakni wong cilik, rakyat biasa, khususnya yang miskin dan menderita.
"Maka peristiwa hari ini bukanlah peristiwa politik tapi peristiwa budaya dan kemanusiaan. Peristiwa yang mengingatkan agar kita kembali kepada marhaen dan menggali kekayaan batinnya potensinya, kekuatan produksinya, harapannya, tekadnya untuk melawan kemiskinan serta cita-cita akan keadilan dan pembebasan dari segala penindasan," tegas Romo sindhu menutup sambutannya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Batik Malessa Mendapatkan Pendampingan dari BRI untuk Pembekalan Bisnis dan Siap Ekspor
-
Dukung Konektivitas Sumatra Barat, BRI Masuk Sindikasi Pembiayaan Flyover Sitinjau Lauik
-
Hidup dalam Bayang Kejang, Derita Panjang Penderita Epilepsi di Tengah Layanan Terbatas
-
Rayakan Tahun Baru di MORAZEN Yogyakarta, Jelajah Cita Rasa 4 Benua dalam Satu Malam
-
Derita Berubah Asa, Jembatan Kewek Ditutup Justru Jadi Berkah Ratusan Pedagang Menara Kopi