SuaraJogja.id - Menjelang pemilu 2024, Jaksa Agung ST Burhanuddin meminta jajarannya menunda pemeriksaan laporan pengaduan terkait dugaan kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan calon presiden, wakil presiden serta calon legislatif. Hal ini dilakukakan untuk mencegah Kejaksaan Agung dijadikan alat politik.
Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (Pukat) UGM Zaenur Rohman memberikan sejumlah catatan terkait hal tersebut. Ia menyebutkan bahwa seharusnya memang proses politik dan hukum itu dipisahkan dan tak perlu dikaitkan.
"Proses hukum itu berbasis pada alat bukti dan hukum acara atau prosedur yang semuanya sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan," kata Zaenur, Jumat (25/8/2023).
Namun kemudian yang tak boleh dilupakan ada prinsip equality before the law atau persamaan dihadapan hukum. Sehingga baik itu calon kontestan pemilu maupun masyarakat pada umunya hingga pejabat tidak seharusnya ada perbedaan perlakuan di mata hukum.
Selain itu, menurut Zaenur, proses hukum itu tetap penting untuk dilanjutkan. Pasalnya hal itu nanti dapat menjadi bahan pertimbangan bagi masyarakat untuk memilih atau tidak memilih sosok yang bersangkutan.
"Justru menurut saya proses hukum itu dilakukan sesuai dengan tahapan yang sudah diatur oleh undang-undang dan jika ada calon-calon kontestan pemilihan umum 2024 yang tersangkut masalah hukum justru itu bisa menjadi bahan pertimbangan bagi masyarakat untuk memilih atau tidak memilih," tuturnya.
"Jadi seharusnya itu proses hukum yang berjalan dapat dijadikan bahan pertimbangan," imbuhnya.
Jika penundaan ini dilakukan maka, kata Zaenur, dapat disamakan dalam istilah justice delayed justice denied atau keadilan yang tertunda, tak ubahnya bagai keadilan yang ditolak. Artinya upaya untuk mewujudkan keadilan tidak segera bisa hadir.
Menkopolhukam Mahfud MD telah menyampaikan bahwa penundaan dilakukan guna menghindari politisasi terhadap kasus hukum dan menimbulkan kegaduhan.
Baca Juga: Eks Dirut PT Amarta Karya Perintahkan Istri Tukarkan Hasil Dugaan Korupsi Ke Mata Uang Asing
Sebelumnya, Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana menyatakan penundaan ini dilakukan guna mengatisipasi penegakan hukum dijadikan alat politik praktis oleh pihak tertentu.
"Tujuannya adalah untuk menjaga netralitas aparat penegak hukum. Kedua Kejaksaan berkontribusi untuk menyukseskan pemilihan umum ini tidak sampai menjadi black campaign. Jadi kita memeriksa terus dipantau pihak lawan. Jadi ini tidak fair. Kita tidak mau itu dilakukan," ucap Ketut.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pemain Keturunan Rp260,7 Miliar Bawa Kabar Baik Setelah Mauro Zijlstra Proses Naturalisasi
- 4 Link Video Syur Andini Permata Bareng Bocil Masih Diburu, Benarkah Adik Kandung?
- 41 Kode Redeem FF Terbaru 10 Juli: Ada Skin MP40, Diamond, dan Bundle Keren
- 4 Rekomendasi Sepatu Running Adidas Rp500 Ribuan, Favorit Pelari Pemula
- Eks Petinggi AFF Ramal Timnas Indonesia: Suatu Hari Tidak Ada Pemain Keturunan yang Mau Datang
Pilihan
-
6 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan RAM 8 GB Memori 256 GB, Pilihan Terbaik Juli 2025
-
Prediksi Oxford United vs Port FC: Adu Performa Ciamik di Final Ideal Piala Presiden 2025
-
Ole Romeny Kena Tekel Paling Horor Sepanjang Kariernya, Pelatih Oxford United: Terlambat...
-
Amran Sebut Produsen Beras Oplosan Buat Daya Beli Masyarakat Lemah
-
Mentan Bongkar Borok Produsen Beras Oplosan! Wilmar, Food Station, Japfa Hingga Alfamidi Terseret?
Terkini
-
UMKM Kota Batu Tangguh dan Inovatif Berkat Dukungan Klasterkuhidupku BRI
-
443 Juta Transaksi: Bukti Peran Strategis AgenBRILink untuk BRI
-
Jebakan Maut di Flyover, Pengendara Motor Jadi Korban Senar Layangan! Polisi: Ini Ancaman Berbahaya
-
Gula Diabetasol, Gula Rendah Kalori
-
Angka Kecelakaan di Jogja Turun, Polisi Bongkar 'Dosa' Utama Pengendara yang Bikin Celaka