Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Rabu, 08 April 2020 | 13:28 WIB
Masjid Pathok Negara Babadan - (www.kratonjogja.id)

SuaraJogja.id - Pengurus (Takmir) Masjid Pathok Negara Ad Darojat Kauman Babadan, Desa Jomblangan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul meniadakan prosesi nyadran menyusul masih merebaknya virus corona. Mereka khawatir, penyelenggarakan nyadran justru menjadi sarana penularan COVID-19.

Narabung Sekretariat Takmir Masjid Pathok Negoro Ad Darojat Babadan Suhari menuturkan, pada bulan Ruwah (bulan sebelum Ramadan) tahun ini, Masjid Pathok Negoro Ad Darojat Babadan tidak menyelenggarakan nyadran seperti tahun-tahun sebelumnya. Nyadran merupakan tradisi tahunan mengunjungi makam keluarga atau sanak saudara yang diselengggarakan setiap menjelang puasa.

"Untuk warga yang mempunyai leluhur, orang tua, atau kerabat yang dimakamkan di Makam Kauman Babadan, dimohon bersedekah dengan beras. Imbauan tersebut bagi yang mampu saja," tutur Suhari, Rabu (8/4/2020).

Suhari mengatakan, sedekah tersebut ditujukan untuk membantu siapa saja yang membutuhkan bantuan makan selama Darurat COVID-19. Sedekah beras bisa diserahkan di Masjid Pathok Negoro Ad Darojat Babadan setiap hari dan nanti akan disalurkan oleh pihak masjid kepada pihak-pihak yang membutuhkan.

Baca Juga: Hari Ini, Vanessa Angel Dijemput Polisi Lagi Terkait Kasus Narkoba

Suhari menambahkan, nyadran adalah tradisi turun temurun yang ada di wilayah Jawa dan dilaksanakan pada bulan Rajab atau Ruwah, bulan sebelum Ramadan. Rangkaiannya yaitu bersih makam, nyekar (tabur bunga), dan selamatan atau bancakan.

"Tujuannya untuk memanjatkan syukur kepada Yang Maha Kuasa dan ungkapan rasa hormat kepada para leluhur," tambahnya.

Masjid ini didirikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1774 Masehi. Masjid Pathok Negoro Ad Darojat Babadan berdiri di tanah Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat yang berada di Pedukuhan Babadan. Pada saat penjajahan Jepang, yaitu sekitar tahun 1940, bangunan Masjid Pathok Negoro Ad Darojat Babadan dan masyarakat Babadan Gedongkuning dipindahkan ke Desa Babadan Jalan Kaliurang, Kentungan, Sleman.

Relokasi tersebut dilakukan karena wilayah Babadan Gedongkuning terdampak pelebaran pangkalan pesawat terbang dan akan digunakan untuk membangun gudang senjata tentara Jepang. Namun ternyata, pelebaran pangkalannya tidak jadi karena tentara Jepang kalah, padahal seluruh bangunan, mulai dari atap,  tajug, jendela, dan material lainnya sudah dipindah, sehingga menyisakan pondasi saja.

"Kemudian tahun 1960 seorang warga berinisiatif kembali membangun masjid ini di pondasi yang sama. Masjid itu kini masih kokoh berdiri," ujarnya.

Baca Juga: Waria Dibakar Hidup-hidup, Mira Digebuki dan Diinjak-injak Sampai Lemas

Camat Banguntapan Fauzan Muarifin menambahkan, pelaksanaan nyadran yang ditiadakan tersebut merupakan wujud upaya pemerintah kecamatan untuk melakukan pendekatan terhadap takmir masjid. Pihaknya gencar mengimbau berbagai masyarakat agar untuk sementara waktu meniadakan kegiatan yang mengumpulkan warga dalam jumlah banyak.

"Kalau nyadran di masjid Pathok Negara itu yang hadir jumlahnya banyak, bisa ribuan karena rangkaian kegiatannya macam-macam. Maka kami imbau untuk ditiadakan berkaitan dengan social distancing," tuturnya.

Tak hanya nyadran, kegiatan tradisi lainnya seperti merti dusun, pertunjukan wayang atau wayangan, nikahan, pengajian, ataupun senam massal, juga ditiadakan. Hanya untuk salat Jumat, ia mengakui masih ada masjid-masjid yang menyelenggarakan kegiatan peribadatan tersebut.

Untuk masjid yang masih menyelenggarakan ibadah salat Jumat, pihaknya terus melakukan pendekatan karena dari pengamatan yang dilakukan jajarannya, ternyata masjid yang masih menyelenggarakan salat Jumat justru makin penuh, lantaran menjadi tujuan warga dari jemaah masjid lain yang tidak menyelenggarakan salat Jumat.

Kontributor : Julianto

Load More