Scroll untuk membaca artikel
M Nurhadi
Kamis, 23 April 2020 | 07:40 WIB
Ketua Rukun Warga (RW) setempat membagikan paket sembako dan makanan siap saji kepada warga di Kelurahan Kebon Baru, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (8/4). [Suara.com/Angga Budhiyanto]

SuaraJogja.id - Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Sleman Eko Suhargono menjelaskan, penyaluran bantuan jaminan hidup (Jadup) bagi masyarakat miskin dan terdampak Covid-19 masih menunggu sinkronisasi data. Hal ini bertujuan agar penerima bantuan tidak tumpang tindih.

Pemkab saat ini masih menunggu kelengkapan data penerima Jadup yang disampaikan oleh masing-masing desa.

"Data yang diserahkan desa kami screening lagi apakah sesuai dengan data warga miskin dan yang rentan miskin," ujar Eko, Rabu (22/4/2020).

Eko menjelaskan, jumlah penerima bantuan Jadup berubah-ubah. Jika sebelumnya Pemda DIY akan menanggung sekitar 76.000 KK penerima, kekinian angkanya berubah menjadi sekitar 41 ribu KK.

Baca Juga: Ini Faktor Pendongkrak Harga Minyak Usai Anjlok Hingga Minus

Sekitar 35 ribu KK menjadi tanggungjawab masing-masing kabupaten/kota. Dari sekitar 35 ribu KK tersebut, Pemkab Sleman kebagian sekitar 12 ribu KK.

Berbeda dengan Pemerintah Pusat yang memberikan bantuan bagi warga terdampak Covid-19 melalui program PKH dan BPNT sesuai Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), Pemda DIY memberikan bantuan Jadup berdasarkan DTKS di luar penerima program PKH dan BPNT.

Eko menuturkan, Pemkab Sleman mendapat jatah pembagian di luar data bantuan jadup yang diberikan oleh Pemda DIY.

"Kami di Sleman memberikan dana bantuan di luar data Pusat dan Pemda DIY. Tentunya jumlah dan nominalnya disesuaikan dengan ketersediaan anggaran," ujar Eko, melansir Harian jogja

Terkait, pemberian bantuan langsung tunai (BLT) melalui Dana Desa di luar data Pemkab, Pemda dan Pusat menyesuaikan 14 kriteria yang ditetapkan agar tidak bantuan tidak tumpang tindih.

Baca Juga: Selamat Ulang Tahun Ke-2 Pangeran Louis, Intip Yuk 5 Potret Gemasnya!

Bantuan bisa diberikan kepada warga miskin yang belum terdata, kehilangan pekerjaan dan hanya menerima penghasilan sehari-hari tetapi kehilangan pekerjaan akibat pandemi Covid-19.

"Hanya saja penggunaan dana Jadup ini harus sesuai dengan peraturan. Nah ini datanya harus sinkron agar penerima tidak tumpang tindih," katanya.

Daftar data penerima Jadup yang disampaikan desa dilakukan secara berjenjang. Mulai dari RT/RW hingga ke Pusat. Hal ini bertujuan agar data berdasarkan nama dan alamat sesuai fakta. Sehingga, ia berharap, data yang disampaikan RT/RW disertakan dengan surat pernyataan.

"Ini untuk meminimalisir double data penerima. Kami di Dinsos juga melakukan screening. Kami berharap data penerima jadup benar-benar tepat sasaran dan tidak menimbulkan gejolak di masyarakat," katanya.

Hingga kini, masih ada desa yang belum menyerahkan data. Ia menyampaikan, Dinsos akan memberikan waktu bagi desa yang belum menyerahkan data untuk segera menyerahkan.

Terpisah, Kepala Desa Candibinangun Pakem Sismantoro mengatakan kriteria BLT Dana Desa yang ditetapkan oleh Kementerian untuk penerima Jadup sangat sulit. Banyak pihak keberatan memenuhi minimal sembilan kriteria dari 14 kriteria yang ditentunan.

"Itu ibarat kami disuruh mengayak pasir dengan ayakan kelapa," katanya.

Pihaknya masih menunggu hasil musyawarah desa (Musdes) terkait siapa saja yang berhak menerima BLT sesuai kriteria tersebut. 

"Kami komunikasikan di group kades, sama saja, semua kesulitan menentukan sesuai kriteria," katanya.

Sekretaris Desa Tridadi Johan Enry Kurniawan menjelaskan, penerima BLT Dana Desa Rp600.000 perbulan terdiri dari kelompok miskin yang belum mendapatkan PKH dan bantuan dari Pemda DIY dan Pemkab Sleman. Penerima BLT juga mereka yang kehilangan mata pencaharian yang miskin mendadak karena situasi Covid-19.

Namun, problemnya desa-desa di Sleman sangat kesulitan untuk menemukan 14 kriteria warga miskin yang ditetapkan Kemendes PDTT agar menerima BLT Dana Desa. 

Load More