Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Kamis, 27 Agustus 2020 | 15:15 WIB
Edo Saputra, bocah 12 tahun asal Kanigoro, Kemadang, Tanjungsari, Gunungkidul yang setiap hari hanya bisa tiduran karena lumpuh akibat kecelakaan - (SuaraJogja.id/Julianto)

SuaraJogja.id - Edo Saputra (12), bocah asal Pedukuhan Kanigoro, Kalurahan Kemadang, Kapanewon Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul, setiap hari hanya tiduran di tempat tidur. Meski terkadang bisa duduk dan cukup lama, tetapi musibah yang menimpanya lima tahun lalu membuatnya hanya bisa beraktivitas di tempat tidur.

Saat akhir kelas 1 SD, Edo kecil jatuh ketika bermain bersama teman-temannya di sekolah. Semula orang tua tidak mengetahui bahwa anaknya jatuh. Orang tuanya baru sadar ketika anak tersebut merasakan sakit luar biasa ketika hendak beranjak tidur tiga minggu setelah jatuh.

Wartini (30), sang ibu, mengaku hanya pasrah dengan kondisi anaknya yang lumpuh. Kemiskinan yang mendera keluarganya mengakibatkan dirinya tak bisa berbuat apa pun demi kesembuhan anaknya tersebut. Sejak anaknya jatuh lima tahun silam, Wartini mengaku baru membawa anaknya ke rumah sakit satu kali.

"Waktu itu hanya dibawa ke RSUD. Katanya tulang ekor keseleo, sehingga cuma diobati, tidak dirontgen," ujar Wartini ketika ditemui SuaraJogja.id di rumahnya, Kamis (27/8/2020).

Baca Juga: Satu Pompa Air di Rongkop Rusak, 6 Kepanewonan Krisis Pasokan Air Bersih

Wartini menambahkan, sudah hampir delapan tahun ini ia memang menghidupi ketiga anaknya sendiri. Sebab, ia harus memutuskan bercerai karena suaminya saat itu bukan tipe lelaki yang bertanggung jawab. Saat Edo masih TK, suaminya meninggalkan dirinya selama tiga bulan tanpa kabar dan akhirnya bercerai.

Sebenarnya, mantan suaminya hampir sebulan sekali menyambangi mereka untuk berbagi rezeki. Namun demikian, Wartini mengaku tak berharap banyak kepada mantan suaminya tersebut. Sebab, tangan kanan mantan suaminya lumpuh dan mengandalkan pendapatan dari mengemis.

Beberapa upaya ia lakukan agar Edo bisa berjalan kembali layaknya anak-anak yang lain. Ia pernah membawa anaknya ke pengobatan tulang alternatif tak jauh dari rumahnya. Namun akibat biaya yang tidak ada, ia hanya membawa anaknya dua kali ke pengobatan alternatif tersebut.

"Kalau biaya pengobatan sih sukarela, tetapi untuk ke sana, saya harus ngojek Rp30 ribu pulang pergi. Belum lagi lamanya, antre dari jam 4 subuh baru selesai jam 3 sore," ungkapnya.

Sejak empat tahun lalu, Wartini menempati rumah milik kakaknya yang kebetulan ditinggal pergi karena kakaknya ikut tinggal bersama sang suami. Namun, pada 2022 nanti rumah yang ditinggali oleh Wartini diminta kembali oleh kakaknya. Wartini pun nantinya harus tinggal di bagian belakang rumah tersebut, yang sebelumnya hanya berfungsi dapur.

Baca Juga: Ditembak Polisi 7 Kali, Ayah Jacob Blake: Anak Saya Lumpuh

Sudah setahun terakhir, Wartini bersama anak-anaknya tinggal di rumah ukuran 5x6 meter persegi, berdinding anyaman bambu yang sudah keropos serta berlantai tanah. Tak ada barang berharga di rumah tersebut kecuali tempat tidur dengan kasur bekas yang sangat tipis yang sering digunakan Edo untuk beraktivitas.

Wartini sendiri pasrah dengan keadaan tersebut karena tidak mungkin membangun rumah, sedangkan dirinya sendiri tak memiliki pekerjaan tetap. Ia baru mendapat penghasilan ketika ada yang menggunakan jasanya seperti cuci baju, setrika, mencangkul, atau memupuk tanaman di lahan milik orang lain.

"Ndak apa-apa. Mudah-mudahan ada rezeki untuk memperbaiki karena kalau hujan bocor dan dindingnya sudah rapuh," ujarnya.

Wartini mengaku, untuk bekerja pun ia tidak bisa maksimal karena ia juga harus menunggui Edo.

Bahkan akibat kelumpuhan yang dideritanya, Edo harus putus sekolah. Seharusnya Edo saat ini sudah kelas 6 SD. Namun, ia terpaksa tidak melanjutkan sekolah karena ketika baris pergi ke sekolah selalu merepotkan.

Setiap kali mengantar sekolah, Wartini mengaku harus menggendong anaknya tersebut sampai ke sekolah dan menunggunya hingga pelajaran selesai. Anaknya pun sering menjadi bahan rundungan teman-temannya, baik di sekolah ataupun di lingkungan sekitar.

Karena itu, kini Edo lebih banyak terdiam di tempat tidurnya dan sering merasa ketakutan ketika bertemu dengan orang yang baru saja dikenalnya. Kini keseharian Edo hanya diisi dengan membuat mainan dari kulit jeruk ataupun yang ada di sekeliling rumahnya.

"Tapi sekarang sering membuat layangan, dan itu bisa ia jual hasilnya bisa untuk jajan dirinya sendiri," ungkap Wartini sembari berkaca-kaca.

Kontributor : Julianto

Load More