Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Rabu, 16 September 2020 | 11:42 WIB
Dicky Bisma Saputra (23) pendiri Lembaga Pendidikan Gerabah Nangsib Keramik yang berada di Kasongan, Bantul bersama dengan gerabah hasil buatannya, Rabu (16/9/2020). (Istimewa Bisma).

SuaraJogja.id - Pandemi Covid-19 yang melanda DIY dan sekitarnya berdampak besar bagi para pengusaha kecil. Salah satunya seperti Lembaga Pendidikan Gerabah Nangsib Keramik yang berada di Kasongan, Bantul milik Dicky Bisma Saputra (23).

Lembaga yang bergerak pada pendidikan membuat gerabah untuk wisatawan ini sudah beberapa bulan terakhir tidak menerima kunjungan tamu.

"Kita terakhir menerima rombongan dari Lampung tanggal 14 Maret kemarin. Sampai sekarang belum ada lagi rombongan lain yang datang," ujar Bisma, Rabu (16/9/2020).

Bisma mengatakan meski sudah lama tak menerima rombongan lagi namun pihaknya masih tetap melayani keluarga yang datang. Hal itu juga sebagai begian dari aturan pemerintah terkait dengan hanya diperbolehkan mengumpulkan massa kurang dari 30 orang.

Baca Juga: 2 Bapaslon Pilkada Bantul Lolos Tes Kesehatan, Masih Harus Lengkapi Berkas

Padahal sebelum pandemi Bisma bisa menerima sekitar 500-700 orang setiap rombongan yang datang untuk berlatih membuat gerabah. Dikatakn Bisma, jumlah orang yang datang setiap kunjungan akan berbeda-beda tergantung oleh paket wisata yang dipilih.

"Keluarga masih ada yang datang. Untuk tahun depan rombongan juga sudah mulai booking, tapi sampai akhir tahun ini masih kosong," ungkapnya.

Bisma yang menciptakan kegiatan kelembagaan pendidikan ini setelah lulus SMA mengaku sudah sejak awal tertarik untuk mengenalkan lebih luas kerajinan gerabah kepada masyarakat luas. Menurutnya potensi industri gerabah yang ada di Kasongan sendiri bisa lebih dimaksimalkan.

Salah satunya dengan lembaga pendidikan pembuatan gerabah tersebut  menjadikan industri gerabah di Kasongan ini tidak hanya sebagai tempat belanja tapi juga untuk tempat edukasi. Sekaligus juga memberdayakan masyarakat untuk lebih melatih mereka menerima dan melayani tamu dari luar yang berkunjung.

"Kelembagaan ini menjadi batu loncatan untuk bekerja sama dengan sekolah-sekolah untuk kegiatan di luar kelas. Lembaga yang sudah berbadan hukum nantinya juga bisa membantu beberapa sekolahan yang masih tertinggal untuk penilaian akreditasinya," ucapnya.

Baca Juga: Wacana Rapid Test bagi PPS, Pemkab Bantul Tunggu Perkembangan Pandemi

Pria asli Kasongan ini menuturkan banyak manfaat yang bisa didapat ketika berlatih membuat gerabah. Misalnya saja jika pendidikan ini diberikan kepada anak-anak yang masih berada di tahap perkembangan atau Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Taman Kanak-kanak (TK), secara tidak langsung kegiatan tersebut akan melatih motorik halus mereka.

Selain itu jika diajarkan kepada kalangan anak-anak SD, SMP hingga SMA, di samping menumbuhkan kreativitas juga dapat melatih perasaan. Pasalnya menurut Bisma, salah satu kunci pembuatan gerabah sendiri adalah kesabaran.

Kendati lembaga pendidikan pembuatan gerabah miliknya sedang meredup, Bisma mengaku justru industri gerabah malah meningkat di era pandemi sekarang ini. Hal itu tidak lepas dari pesanan berbagai pihak yang menggunakan gerabah sebagai fasilitas penunjang protokol kesehatan semisal wastafel, padasan dan berbagai jenis lainnya.

"Sekarang bentuk pot juga sedang naik, mungkin karena work from home atau seperti apa jadi cari kegiatan di rumah. Banyak pesanan berbagai ukuran dan bentuk," tuturnya.

Hal itu juga sejalan dengan pesanan ekspor yang mulai kembali bangkit. Tidak dipungkiri bahwa beberapa waktu lalu atau tepatnya satu bulan setelah virus corona ditetapkan sebagai pandemi memang ada pembatasan tersendiri dalam melakukan ekspor.

Bisma mengungkapkan ada karakteristik tersendiri terkait dengan jenis produk yang dipasarkan melalui ekspor dan lokal. Hal itu nantinya akan memengaruhi daya beli setiap pelanggan di wilayah berbeda.

"Produk ekspor punya karakteristik sendiri. Itu nanti berbeda dengan keinginan atau pun daya belinya dengan orang sini. Luar negeri lebih suka yang antik sehingga perlu finishing agar terlihat kuno dan semacamnya. Intinya tiap negara ada treatment khusus. Kalau untuk bentuk juga tergantung dengan buyer sendiri," paparnya.

Ditambahkan Bisma bahwa untuk presentase yang pendapatan yang diperoleh dari ekspor maupun lokal tidak jauh berbeda. Bahkan saat ini pasar lokal menjadi lebih meningkat sesuai dengan tren yang ada.

"Saat ini malah rame lokal karena bentuk-bentuk yang diciptakan dari pengarajin untuk lokal ini kan sudah mempunyai perkumpulan atau komunitas tersendiri. Semisal tanaman, tidak mungkin orang cuma punya satu di rumah. Selisih tidak jauh beda," jelasnya.

Sementara itu Pengelola Koperasi Kasongan Usaha Bersama (KUB), Sundari mengakui penurunan sempat dialami oleh beberapa pengerajin gerabah di Kasongan tiga bulan awal setelah pandemi dinyatakan meluas di Indonesia. Bahkan tidak sedikit pengerajin yang benar-benar berhenti produksi dan menutup tokonya untuk sementara.

"Hanya beberapa saja yang buka. Baru setelah lebaran, mulai ada pengunjung ditambah sekarang juga sedang tren sekali pot-pot tanaman seperti itu. Jadi bisa dibilang sekarang sudah sebanding lagi setelah sempat berhenti kemarin," kata Sundari.

Sundari menjelaskan KUB yang bergerak untuk menyediakan bahan baku tanah liat kepada para perajin yang ada di Kasongan itu saat ini sudah menerima pesanan sekitar empat pikap perhari. Jumlah itu lebih banyak dibandingkan dengan permintaan awal pandemi yang hanya rata-rata dua pikap perhari.

"Sekarang ini bahkan pada lembur, yang kemarin tidak buat gerabah sekarang jadi buat lagi. Ditambah lagi pemasaran juga lewat online, itu juga bikin pesanan lebih banyak," tandasnya.

Load More