Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Selasa, 22 September 2020 | 13:02 WIB
Muhammad Agung Wahyudi (16), pelajar SMA N 1 Rongkop Gunungkidul yang hampir setiap hari harus 'nebeng' ponsel milik temannya untuk mengikuti proses pembelajaran jarak jauh (PJJ) - (SuaraJogja.id/Julianto)

SuaraJogja.id - Muhammad Agung Wahyudi (16), pelajar SMA N 1 Rongkop Gunungkidul, hampir setiap harus 'nebeng' menggunakan ponsel milik temannya untuk mengikuti proses pembelajaran jarak jauh (PJJ); untuk tetap diperkenankan belajar menggunakan ponsel temannya, maka ia harus iuran Rp10 ribu seminggu sekali.

Saat ini, Agung harus datang ke sekolah untuk bisa mengerjakan soal Penilaian Tengah Semester (PTS). Siswa kelas 10 IPS 2 ini mendapat fasilitas 'meminjam' laptop dari pihak sekolah selain memang karena sinyal internet di sekolahnya cukup memadai.

Setiap hari, Agung harus menempuh perjalanan sejauh 5 kilometer (km) dari rumahnya dengan sepeda motor milik kerabatnya. Meski harus menempuh perjalanan cukup jauh, tetapi hal ini tetap harus ia lakukan agar bisa mengerjakan soal ujiannya.

Agung mengaku di rumahnya memang sama sekali tidak ada ponsel. Akibat kondisi ekonomi yang serba sulit dan membelit, keluarganya tak memungkinkan ia memiliki ponsel. Ia hanya tinggal bersama dengan kakek-neneknya yang bekerja sebagai petani.

Baca Juga: Mau Dapat Bantuan Kuota Data Internet dari Kemendikbud, Begini Caranya

"Ya mau bagaimana lagi. Kasihan Simbah kalau [saya] meminta handphone,"ujar Agung saat ditemui di sela mengerjakan soal PTS di SMA N 1 Rongkop, Selasa (22/9/2020).

Agung mengatakan, saat ini ia hanya tinggal bersama kakek-neneknya di Pedukuhan Pringombo C, Kalurahan Pringombo Kapanewon Rongkop. Ayah kandungnya sudah meninggal sejak Agung berumur 6 tahun, sedangkan ibunya sudah menikah lagi dan tinggal bersama suaminya di Kapanewon Girisubo. 

Beberapa kali ia sudah meminta kepada ibunya untuk membelikan ponsel karena selama ini memang kesulitan dalam belajar daring. Namun hingga saat ini, ibunya belum juga membelikan ponsel sekalipun bekas. Agung sangat mengerti dengan kondisi ibunya saat ini, sehingga tidak terlalu banyak menuntut.

"Ndak apa-apa, saya terpaksa nebeng teman tidak masalah,"ungkapnya.

Kini ia seorang diri tinggal bersama kakek neneknya yang memiliki serba keterbatasan. Ibunya pun masih harus membiayai sekolah dua adiknya yang juga masih kecil-kecil, sehingga ia memaklumi jika sampai saat ini ibunya belum meloloskan permintaannya untuk dibelikan ponsel.

Baca Juga: Guru dan Orang Tua Harus Bijak Dalam Pembelajaran Jarak Jauh

Beruntung, ada temannya yang bersedia berbagi ponsel untuk mengerjakan tugasnya. Karena memiliki perasaan segan dengan temannya yang memiliki ponsel tersebut, ia juga 'urunan' untuk beli paket data. Setiap minggu, dari usahanya menyisihkan uang jajan, Agung iuran Rp10 ribu untuk membeli paket data.

"Ndak enak kalau tidak bantu beli pulsa. Dia tidak minta sih, saya sendiri yang ngasih," ujar Agung.

Siswa yang bercita-cita menjadi dokter ini hanya berharap pandemi segera usai. Ia tak mau banyak tuntutan kepada kakek dan neneknya.

"Ya bagaimana lagi, sekarang ya saya cuma nebeng HP temen, kadang ngasih sepuluh ribu seminggu untuk uang ganti kuota," tutur Agung.

Saat dikonfirmasi, Kepala SMAN 1 Rongkop Sariyah mengatakan, hanya ada satu siswa di sekolahnya yang tidak memiliki ponsel. Ia sendiri terpaksa meminta Agung datang ke sekolah untuk mendapatkan fasilitas laptop dari sekolah untuk mengerjakan PTS.

"Kami mengeluarkan opsi ini karena di lokasi rumahnya tidak ada sinyal, disini kan ada wifi," jelasnya.

Sari mengatakan, selama pandemi ini pihaknya telah melalukan pembelajaran dalam jaringan dan luar jaringan. Pembelajaran dalam jaringan digunakan selama pandemi bagi siswa yang memiliki ponsel.

"Tapi di sekolah kami hanya ananda Agung yang tidak punya, kami dampingi jika ujian kami persilakan ke sekolah dengan protokol ketat, saya rasa tidak masalah ya karena di SE Gubernur juga enggak masalah kalau ini mendesak," tandas Sari.

Kontributor : Julianto

Load More