SuaraJogja.id - Potensi gempa besar yang memicu terjadinya tsunami dahsyat di Selatan pulau Jawa menjadi topik hangat dalam beberapa pekan terakhir.
Menanggapi munculnya informasi tersebut, Dr. Gayatri Indah Marliyani, ST., M. Sc., geolog UGM, berpandangan bahwa yang perlu digarisbawahi yaitu hasil-hasil studi yang disampaikan masih berupa skenario kejadian gempa dan tsunami yang masih berupa potensi bukan prediksi.
“Untuk menjadi prediksi, informasi yang disampaikan harus meliputi waktu, besaran magnitudo, dan lokasi kejadian. Potensi terjadinya tsunami memang ada di selatan Jawa, tapi kapan terjadinya kita belum tahu," ujarnya di Kampus UGM seperti dikutip dari situs resmi UGM, Selasa (29/9/2020).
Meski kajian penelitian mengungkap potensi tersebut, menurut Gayatri, masyarakat diharapkan tidak perlu panik. Skenario yang disampaikan tidak serta merta memberikan informasi kejadian gempa dan tsunami di selatan Jawa akan terjadi besok atau lusa.
Menurutnya, hingga saat ini masih belum ada teknologi yang terbukti bisa melakukan prediksi dengan akurasi tinggi. Upaya penting yang bisa dilakukan masyarakat adalah mempersiapkan diri untuk menghadapi segala bencana yang mungkin terjadi, termasuk bencana gempa bumi dan tsunami.
Misal terjadi tsunami, setidaknya masyarakat harus mengetahui harus ke mana. Jika berada di tepi pantai, lantas merasakan gempa besar dan melihat air laut surut maka harus segera menjauhi pantai dan menuju tempat yang tinggi seperti bukit atau gedung-gedung yang tinggi.
“Jika berada jauh dari pantai (<20 km), atau berada pada daerah dengan ketinggian lebih dari 30 m dari permukaan laut, tidak perlu khawatir, tsunami tidak akan mencapai area tersebut," katanya.
Gayatri mengakui riset-riset terkait dengan prediksi gempa bumi mulai dikembangkan lebih serius dengan berbagai pendekatan, di antaranya dengan analisis seismisitas, gangguan pada gelombang eletromagnetik, adanya anomali emisi gas Radon, serta perubahan muka air tanah.
Berbagai parameter mulai dimonitor di lokasi-lokasi yang dicurigai aktif secara tektonik oleh beberapa peneliti untuk mengetahui adanya keterkaitan antara pola anomali dan kejadian gempa bumi. Beberapa keterbatasan dalam menerapkan metode-metode ini antara lain sensor harus berada dekat dengan sumber gempa bumi dan yang terpenting adalah melakukan validasi data secara global.
Baca Juga: Hari Pariwisata Sedunia, Bantul Gelar Sendratari di Alam Terbuka
“Sampai saat ini penelitian mengenai prediksi gempa bumi dengan pendekatan-pendekatan ini masih belum menghasilkan prediksi yang secara konsisten memberikan korelasi yang positif. Untuk bisa dikatakan indikatif maka hasil pantauan harus secara statistik menunjukkan bahwa ada korelasi yang signifikan antara kejadian dan anomali," katanya.
Menurut Gayatri yang juga perlu diketahui di daerah subduksi aktif seperti di Sumatra dan Jawa, gempa dengan magnitudo kecil-sedang (<M4) terjadi hampir setiap hari. Dengan begitu, jika ada yang membuat prediksi yang sangat umum, misalnya akan terjadi gempa dengan magnitudo M4 pada daerah sepanjang subduksi Jawa-Sumatra dalam waktu beberapa hari maka belum bisa disebut prediksi tersebut berhasil karena memang pasti terjadi meski tanpa diprediksi.
“Meski begitu studi tentang prediksi gempa bumi ini layak untuk terus dilakukan, sebab jika berhasil akan memberikan kemaslahatan sangat besar bagi kehidupan manusia," terangnya.
Kalau menilik jaringan jalan di sepanjang pantai selatan Jawa yang kebanyakan jalan besar searah dengan pantai maka semestinya ada alur evakuasi berupa jalan yang menjauhi pantai atau menuju area yang tinggi dan memungkinkan untuk menjadi jalur evakuasi masyarakat ketika terjadi gempa dan tsunami, terutama pada area area padat penduduk atau ramai aktifitas manusia.
Pemerintah perlu menyiapkan infrastruktur yang mendukung proses evakuasi baik evakuasi mandiri maupun terkoordinir untuk antisipasi kejadian gempa dan tsunami. Ini perlu dipikirkan dan direncanakan secara jangka panjang, dan berkelanjutan, tidak hanya dalam masa menanggapi isu-isu yang sedang hangat saat ini.
Jika terjadi kepanikan berlebihan pada masyarakat yang bertempat tinggal di daerah yang berjarak ratusan kilometer dari tepi pantai, kata Gayatri, hal ini memperlihatkan proses sosialisasi mengenai adanya potensi bencana di wilayah Indonesia dan bagaimana menyikapinya belum berhasil dengan baik. Kondisi semacam ini tentu menjadi pekerjaan rumah bersama antara akademisi, media massa dan pemerintah untuk terus mengedukasi masyarakat agar senantiasa meningkatkan kewaspaadaan dan tidak panik.
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
- DANA Kaget Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cair Rp 255 Ribu
- Fakta-Fakta Korupsi Bupati HSS Kalsel, Diduga Minta Dana Proyek Puluhan Miliar
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 3 Oktober: Klaim Ballon d'Or 112 dan Gems
Pilihan
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
Terkini
-
DIY Darurat PHK, Apindo: Subsidi Upah Harus Lebih Besar dan Panjang
-
Rp5,4 Miliar untuk Infrastruktur Sleman: Jembatan Denokan Hingga Jalan Genitem Kebagian Dana
-
Petugas TPR Pantai Bantul Merana: Tenda Bocor, Panas Terik, Hingga Risiko Kecelakaan
-
Misteri Bayi Terlantar di Rongkop: Mobil Sedan Diduga Terlibat, Polisi Buru Pelaku
-
DANA Kaget: Saldo Gratis Menanti Anda, Amankan Sebelum Kehabisan di Sini