SuaraJogja.id - UU Cipta Kerja yang baru saja disahkan DPR RI tak sedikit mendapat kecaman dari sejumlah elemen masyarakat, termasuk di antaranya dari Guru Besar Fakultas Hukum UGM, Sigit Riyanto.
Dalam kesempatan jumpa pers secara virtual, ia menyebut bahwa sedari perjalanannya mulai dari RUU produk ini cacat hukum. Selain lantaran tak transparan, prosesnya juga mengesampingkan kaidah-kaidah hukum dan bertentangan dengan konstitusi serta UUD 45.
Sigit merinci ada empat hal mendasar yang perlu jadi perhatian penting mengenai UU Cipta Kerja ini.
Pertama yakni UU Cipta Kerja ini menunjukkan negara diarahkan ke pengelolaan sumber daya yang ekstraktif. Ini jelas berbahaya lantaran bertentangan dengan arus global bahwa pengelolaan sumber daya harus didasarkan pada inovasi dan mempertimbangkan aspek lingkungan yang lebih mendasar.
"Kedua, pendekatan di RUU Cipta Kerja yang ekstraktif itu tercermin dari pasal-pasal pengelolaan ekonomi dan sosial. Ekonomi negara diserahkan pada sistem liberal kapitalistik yang tak sesuai dengan konstitusi dan semangat pendiri bangsa," katanya, Selasa (6/10/2020).
Ketiga, dua pendekatan yang dipakai itu pada saat yang bersamaan telah mengesampingkan dan memarginalkan perlindungan terhadap warga bangsa. Jadi UU Cipta Kerja ini bukannya memberikan kemudahan kepada masyarakat yang membutuhkan perlindungan tetapi justru memarginalkan warganya.
Keempat, penyusunan RUU Cipta Kerja seharusnya tunduk pada cara-cara tertentu yang mengacu pada perencanaan atau pra UU yang baik, dan bisa dipertanggungjawabkan serta visioner.
Tetapi masukan yang selama ini diberikan oleh para akademisi hingga masyarakat sipil dalam prosesnya tidak terakomodasi.
"Deleberasi pembuatan UU dan ada masalah yang harus direspon dengan kritis," tegasnya.
Baca Juga: Pelanggar Protokol di DIY Meroket, 90 Persen Merupakan Warga Luar Jogja
Sementara itu, staf pengajar Fakultas Hukum UGM, Zainal Arifin Muchtar menyebut bahwa seharusnya DPR bertanggung jawab untuk menyebarkan substansi pembahasan RUU Cipta Kerja. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Pembahasan RUU tidak pernah ada risalah pembahasan hingga cacat secara formil.
"Ini cacat formil, dan itu diperpanjang lagi karena beberapa anggota DPR saat sidang paripurna belum memegang draf terakhir RUU Cipta Kerja karena tidak dibagikan di rapat paripurna. Ini seperti pengesahan cek kosong. Draf yang disahkan tidak dibagikan ke anggota DPR," katanya.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Timur Kapadze Tolak Timnas Indonesia karena Komposisi Pemain
- 5 Body Lotion dengan Kolagen untuk Usia 50-an, Kulit Kencang dan Halus
- 19 Kode Redeem FC Mobile 5 Desember 2025: Klaim Matthus 115 dan 1.000 Rank Up Gratis
- 7 Rekomendasi Sabun Cuci Muka dengan Niacinamide untuk Mencerahkan Kulit Kusam
- John Heitingga: Timnas Indonesia Punya Pemain Luar Biasa
Pilihan
-
Stok BBM Shell Mulai Tersedia, Cek Lokasi SPBU dan Harganya
-
Kekuatan Tersembunyi Mangrove: Bisakah Jadi Solusi Iklim Jangka Panjang?
-
Orang Pintar Ramal Kans Argentina Masuk Grup Neraka di Piala Dunia 2026, Begini Hasilnya
-
6 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Terbaik Desember 2025, Siap Gaming Berat Tanpa Ngelag
-
Listrik Aceh, Sumut, Sumbar Dipulihkan Bertahap Usai Banjir dan Longsor: Berikut Progresnya!
Terkini
-
Pemkot Yogyakarta Targetkan Seluruh Depo Sampah Kosong Sebelum Natal, Depo Kotabaru Bakal Dipindah
-
Fachruddin Aryanto Kembali 100 Persen Fit, Jadi Angin Segar untuk PSS Sleman
-
BRI Pacu Layanan Bullion dan Emas Digital untuk Konsumen 2025
-
Dapatkan AC LG Terbaru di Promo 12.12 Harbolnas 2025
-
UII Siap Gratiskan Kuliah Mahasiswa Korban Bencana Sumatera, 54 Sudah Lapor Terdampak