Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Mutiara Rizka Maulina
Selasa, 17 November 2020 | 18:14 WIB
Luhut menjelaskan keuntungan Omnibus Law bagi bidang usaha dalam webinar UGM. - (YouTube/UGM)

SuaraJogja.id - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia, Luhut Binsar Pandjaitan menjadi Keynote Speaker dalam webinar UGM. Membahas mengenai telaah UU No 11 tahun 2020, Luhut mengawali pembahasan mengenai 8 daerah yang paling tinggi kasus warga yang terinfeksi wabah corona.

Delapan daerah tersebut adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara dan Bali. Sebagai tambahan ada juga dua daerah Riau dan Aceh. Ada beberapa strategi yang diterapkan untuk menangani beberapa wilayah itu.

Pertama, yakni perubahan perilaku dan deteksi awal tranmisi Covid-19. Langkah pertama penting untuk mensosialisasikan penerapan protokol kesehatan oleh masyarakat. Kedua, penyediaan fasilitas isolasi darurat. Persiapan tempat karantina memberikan hasil yang baik dalam proses pemulihan pasien. Terakhir adalah standarisasi manajemen klinis Covid-19.

"Ketiga kita pastikan bahwa obat-obat yang diperlukan rumah sakit itu harus ada, dan itu kami monitor secara berkala," terang Luhut.

Baca Juga: Luhut Sesalkan Pejabat Hadiri Kerumunan di Ruma Rizieq, Gubernur Anies Kah?

Dari data terakhir yang dimiliki Luhut, sempat terjadi penurunan dari delapan provinsi yang memiliki kasus positif tertinggi. Namun, dalam tujuh hari terakhir, terlihat juga adanya lonjakan kasus. Luhut menilai jika masyarakat bisa menerapkan protokol kesehatan dengan baik sampai massa vaksinasi tiba, Indonesia dapat mengkontrol pergerakan wabah corona.

Sempat mengalami penurunan, Luhut percaya diri negara bisa bertahan dalam sektor ekonomi. Pemerintah juga sudah menyiapkan cukup dana untuk penanganan Covid-19 di Indonesia. Selain itu, negara juga menunjukkan adanya deindustrialisasi awal. Luhut menyebutkan pihaknya mempersiapkan tim dari UGM dan ITB untuk mengatur beberapa hal.

"Tim ini sudah bekerja selama tiga minggu," terang Luhut.

Kedepannya, tim itu akan memberikan pertanggung jawaban atau penjelasan kepada Presiden Joko Widodo. Rangking EoDb Indonesia terlihat terus mengalami peningkatan. Meskipun nomor prosedur bisnis masih stagnan dan masih lebih tinggi dibandingkan dengan negara asean lainnya seperti Malaysia, Vietnam, Thailand dan Singapura.

Terkait Omnibus Law, Luhut menyebutkan adanya lisensi bisnis yang menjadi salah satu kunci perubahan dalam regulasi tersebut. Setidaknya ada 11 poin yang diatur dalam Omnibus Law terkait dengan perijinan bisnis. Selain itu ada juga penyederhanaan lisensi melalui metode berbasis resiko.

Baca Juga: Habib Rizieq Tak Jalani Karantina, Luhut: Tidak Ada Dispensasi

Ada tiga kategori metode berbasis resiko dalam omnibus law, yakni rendah, medium dan tinggi. Untuk resiko rendah akan diatur dengan Nomor Induk Berusaha (NIB). Resiko sedang membutuhkan standar sertifikasi tambahan untuk NIB. Sementara untuk resiko tinggi pemerintah akan turut andil dalam pemberian NIB untuk pengusaha.

"Jadi yang kita anggap complicated, beresiko tetap kita berikan kehati-hatian," terang Luhut.

Saat ini ada 64 juta perusahaan menengah dan besar. Sebelas juta diantaranya saat ini sudah berhasil dibuat secara online. Harapannya, kedepannya bisa lebih dari 30 juta yang bisa diubah menjadi daring. Hal itu menjadi salah satu yang jarang dilihat masyarakat padahal mampu menciptakan jutaan lapangan pekerjaan.

Salah satu yang banyak dibahas adalah mengenai pemutusan kontrak kerja. Jika sebelumnya perusahaan akan memberikan pesangon sebanyak 32 kali gaji. Namun, Luhut menyempaikan bahwa hanya ada 7-8% yang mampu melaksanakan. Dengan Omnibus Law, perusahaan bisa memberikan 19 kali gaji, dan pemerintah enam kali dengan total keseluruhan 25 kali.

"Tapi hampir pasti diterima, paling tidak enam kali itu diberikan. Karena pemerintah memberikan garansi," imbuh Luhut.

Meskipun hanya diberikan 25 kali dan berkurang dari jumlah sebelumnya, namun Luhut hampir bisa memastikan jika akan banyak perusahaan yang bisa memberikan. Termasuk enam kali gaji dari pemerintah yang sudah pasti terjamin diberikan. Setidaknya lebih dari 7% perusahaan yang akan memberikan karena dinilai angka yang diwajibkan lebih masuk akal.

Luhut juga menyebutkan, bahwa nilai tambah dalam industri sebagai hal yang penting. Jika semua orang bisa disiplin dan kerja tim yang baik, angka impor minyak mentah akan mengalami penurunan seperti yang ada saat ini. Mulai dari B20 hingga saat ini menjamah pada B30. Nilai tambah industri saat sudah bisa merambah pada ekspor kendaraan sebanyak 4 Milyar Dolar untuk mobil roda empat.

Indonesia punya cadangan yang cukup untuk menjadi pemain kunci dalam industri Baterai EV. Luhut menyampaikan bahwa apa yang dia paparkan bukanlah sebuah mimpi namun merupakan sesuatu yang sedang berjalan. Negara memiliki potensi untuk membuat produksi baterai litium. Luhut menyebutkan pihaknya akan menggunakan nikel.

"Kita akan masuk pada global supply chance dari banyak materi yang saya sebutkan," terangnya.

Dengan hal itu, Luhut menyampaikan bahwa bangsa Indonesia tidak hanya bergantung pada ekspor barang-barang mentah tapi juga produksi barang jadi. Strateginya, negara akan berteman dengan negara manapun. Hal itu sudah dikerjakan selama beberapa waktu lalu hingga saat ini sudah mencapai beberapa fasilitas yang tidak didapat negara lainnya.

Luhut menyebutkan bahwa masyarakat terkadang menutup mata dari kemajuan yang ada di beberapa sisi dengan kepemimpinan yang jelas. Sementara di luar negeri Indonesia justru mendapatkan apresiasi dari beberapa pihak dan disebut melakukan berbagai hal yang dipresentasikan secara jelas dan dilakukan secara profesional.

Beberapa program yang tengah dipersiapkan akan melibatkan anak-anak muda sebagai pengelolanya. Selain itu, ada banyak anak muda juga yang sudah ikut andil dalam beberapa program yang berjalan. Sebagai seorang tentara mengakui bahwa selama beberapa tahun mengenal Jokowi, Luhut mengakui kinerja Presiden yang benar-benar ingin merubah Indonesia menjadi lebih baik.

Load More