SuaraJogja.id - Sebuah madrasah di Pakistan diketahui menampung para lesbian, gay, biseksual hingga transgender.
Madrasah yang kepala sekolahnya seorang waria ini merupakan satu-satunya sekolah Islam transgender di kawasan tersebut.
Seperti dikutip dari Makassar.terkini.id melansir dari Aljazeera, sang kepala sekolah Rani Khan (34) mengatakan bahwa sekolah yang dipimpinnya itu memiliki sekitar 25 siswa yang merupakan waria, gay hingga lesbian.
Sekolah Islam yang terletak di pinggiran Islamabad tersebut memiliki siswa yang usianya rata-rata masih terbilang muda yakni sekitar 16-19 tahun.
Rani menjelaskan bahwa siswanya mayoritas adalah korban bullying yang terlantar karena hidup sebagai tunawisma.
“Di Pakistan, transgender dikucilkan. Meskipun tak ada larangan resmi untuk belajar di madrasah atau sekolah agama Islam lainnya, atau salat di masjid, namun mereka tak diterima,” ujar Rani.
Ia pun mengaku kerap melihat para transgender remaja yang dikucilkan dan bertahan hidup di jalanan.
“Tak ada yang mau menerima mereka sehingga banyak yang memilih jalan salah,” tutur Rani.
Sebagian besar dari mereka, kata Rani, berusaha bertahan hidup dengan menggeluti dunia prostitusi atau mengemis dan menari.
Baca Juga: Kini Jadi Transgender, Elliot Page juga Berjuang dengan Disforia Gender
“Mereka mengadakan pesta-pesta, mereka mulai menari dan mengemis, dan melakukan perbuatan keliru lainnya,” ungkapnya.
Mengutip Hops.id, Rani sebagai seorang waria juga menceritakan betapa sulitnya dia untuk bertahan hidup di Pakistan.
Menurut Rani, kebanyakan waria maupun gay dan lesbian di Pakistan diusir oleh keluarga mereka dari rumah.
“Kebanyakan keluarga tidak menerima orang transgender. Mereka mengusir orang-orang transgender dari rumah,” kata Rani.
Hal itu pula yang dialami Rani dimana dirinya diusir keluarganya dari rumah pada usia 13 tahun dan terpaksa hidup mengemis.
Saat diusir itulah, Rani mendalami kembali agama Islam setelah bermimpi tentang seorang teman warianya yang sudah meninggal yang memintanya untuk melakukan sesuatu untuk komunitas mereka.
Rani pun akhirnya belajar membaca Alquran dan mendalami pendidikan agama Islam di sejumlah madrasah, sebelum membuka madrasah yang dipimpinnya tersebut.
“Saya menanggung semua biaya madrasah dari kantong saya sendiri. Ini merupakan uang yang saya peroleh ketika dulu saya biasa menari dan mengemis. Saya gunakan uang itu untuk menjalankan madrasah ini. Saya menghabiskan semua tabungan. Kami belum menerima dukungan keuangan dari pemerintah sejauh ini,” ujarnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Motor Bekas di Bawah 10 Juta Buat Anak Sekolah: Pilih yang Irit atau Keren?
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 5 Mobil Bekas 3 Baris Harga 50 Jutaan, Angkutan Keluarga yang Nyaman dan Efisien
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
- 10 Mobil Bekas Rp75 Jutaan yang Serba Bisa untuk Harian, Kerja, dan Perjalanan Jauh
Pilihan
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
-
Agensi Benarkan Hubungan Tiffany Young dan Byun Yo Han, Pernikahan di Depan Mata?
-
6 Smartwatch Layar AMOLED Murah untuk Mahasiswa dan Pekerja, Harga di Bawah Rp 1 Juta
Terkini
-
Dukung Konektivitas Sumatra Barat, BRI Masuk Sindikasi Pembiayaan Flyover Sitinjau Lauik
-
Hidup dalam Bayang Kejang, Derita Panjang Penderita Epilepsi di Tengah Layanan Terbatas
-
Rayakan Tahun Baru di MORAZEN Yogyakarta, Jelajah Cita Rasa 4 Benua dalam Satu Malam
-
Derita Berubah Asa, Jembatan Kewek Ditutup Justru Jadi Berkah Ratusan Pedagang Menara Kopi
-
BRI Perkuat Pemerataan Ekonomi Lewat AgenBRILink di Perbatasan, Seperti Muhammad Yusuf di Sebatik