Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Muhammad Ilham Baktora
Senin, 03 Mei 2021 | 08:30 WIB
Puluhan pekerja informal yang terdiri dari PRT, pekerja rumahan, hingga buruh gendong mengikuti diskusi bersama Jaringan Advokasi Melindungi Pekerja Informal DIY (Jampi) di Yayasan Annisa Swasti, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Minggu (2/5/2021). - (SuaraJogja.id/Muhammad Ilham Baktora)

SuaraJogja.id - Memperingati Hari Buruh yang jatuh pada 1 Mei, puluhan pekerja yang tergabung dalam Jaringan Advokasi Melindungi Pekerja Informal DIY (Jampi) mendesak pemerintah segera memberikan aturan mengenai adanya jaminan perlindungan.

Ketua Jampi Warisah menuturkan, komunitasnya yang terdiri dari para Pembantu Rumah Tangga (PRT), pekerja rumahan, buruh gendong, hingga jamu gendong telah membuktikan kemampuan serta etos kerja dan kemampuannya.

"Mayoritas dari para pekerja ini adalah perempuan yang juga memiliki beban ganda sebagai ibu dan anggota masyarakat. Beban ganda ini tak akan hilang jika kesetaraan gender belum berlaku di segala lapisan masyarakat," jelas Warisah pada bakti sosial pembagian paket Sembako bagi pekerja informal di Yayasan Annisa Swasti, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Minggu (2/5/2021).

Koordinator acara, Ernawati menerangkan selain pembagian sembako kepada PRT dan juga anggotanya, Jampi menggelar diskusi terkait kisah inspiratif perempuan pekerja informal yang justru hadir sebagai garda depan saat krisis ekonomi dan kesehatan sebagai dampak dari Pandemi Covid-19.

Baca Juga: Peringati Hari Buruh, SBSI DIY Soroti Perlindungan Pekerja di Masa Pandemi

Lebih lanjut, peringatan hari buruh kali ini setelah ditetapkan sebagai hari libur nasional sejak 8 tahun lalu merupakan kelegaan.

Terkait Pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung lebih dari setahun, para pekerja informal masih bisa bertahan meski harus melalui perjuangan berat. Dengan demikian hal ini menjadi sesuatu yang harus diapresiasi.

"Terlepas dari masalah pandemi, kondisi kaum buruh masih berada di garis rentan. Kami berharap para pekerja informal yang belum diakui keberadaannya segera mendapatkan jaminan perlindungan," ujar dia.

Ia menegaskan belum adanya perhatian kaum perempuan dalam pengambilan kebijakan yang menyangkut tata kelola negara ini akan berpengaruh secara langsung dan tidak langsung pada pekerja informal.

Ia menyebut, fluktuasi harga kebutuhan pokok, kenaikan harga listrik, ketersediaan pangan, papan dan transportasi turut menyumbang angka dalam penentuan standar kehidupan layak.

Baca Juga: Ganjar Gelar Curhat Virtual Bareng Buruh, Ini yang Dibahas

Di sisi lain, kata Ernawati, perempuan dalam segala kondisi kerentanannya memberi sumbangan besar bagi devisa negara dan pesta elektoral negeri ini.

"Maka sudah selayaknya kami, buruh, pekerja menjadi sektor yang harus diperhitungkan suaranya dalam menentukan kemajuan bangsa ini," ungkapnya.

Load More