Scroll untuk membaca artikel
Hernawan
Jum'at, 19 November 2021 | 16:19 WIB
Dirundung Nestapa Semenjak Pandemi Melanda: Saat Layanan Platform Digital Jadi Harapan
Ilustrasi ojek online. (Suara.com/Ema Rohimah)

SuaraJogja.id - Bulan-bulan nestapa bagi segelintir pelaku Usaha Mikro, Kecil, Menengah atau UMKM belum sepenuhnya sirna. Semenjak pandemi Corona melanda, tak sedikit pengusaha kecil meronta-ronta. Sebab, sudut-sudut kota tak lagi seramai biasanya. Sepi datang tiba-tiba, memengaruhi sendi-sendi usaha mereka.

Menantang badai pandemi tidaklah mudah. Sebagian pelaku UMKM mengaku mulai terbiasa berteman dengan pasrah. Santer terdengar kabar, banyak usaha kecil-kecilan harus gulung tikar, lantaran tak mampu menantang kerasnya zaman.

Perjuangan pelik membangun usaha di tengah gempuran pandemi Corona, turut dirasakan oleh Leo Dwi Mahardika, pemuda asal Ponorogo yang mencari pundi-pundi rezeki di Yogyakarta. Terhitung sejak Mei 2021, ia mulai merintis usaha ‘Sate Ponorogo Pak Singo’ yang sudah menjadi cita-citanya sejak lama.

Diselimuti kekhawatiran, begitulah gejolak batin Leo tatkala memutuskan membangun usaha di tengah pandemi Corona. Namun, mau tak mau, ia harus mulai mewujudkan salah satu mimpi lamanya, yakni menjadi seorang wiraswasta, meski dalam situasi tidak menentu sekalipun.

Baca Juga: Kocak! Bucin Parah, Driver Ojol Ini Bongkar Genteng Rumah dan Dijual untuk Pacaran

“Bisa dibilang modal nekat (mendirikan usaha di tengah pandemi) juga, sih. Khawatir sudah pasti. Mikirnya pandemi, apa-apa serba terbatas. Sempat terbesit ‘kira-kira aku bisa nggak ya mendirikan usaha’, tapi ya jalan terus aja,” ungkap Leo.

Kontrasnya Suasana Area Kampus Jogja Dulu vs Masa Pandemi

Tugu Pal Putih Kota Yogyakarta alias Tugu Jogja - (SUARA.com/Rosiana)

Kata Joko Pinurbo, Jogja terbuat dari rindu, pulang, dan angkringan. Penggalan sajak terkenal itu tak sedikit yang mengaminkan. Tidak heran, mahasiswa dari berbagai daerah berdatangan, memilih Jogja sebagai tempat menghabiskan waktu, sembari menempuh pendidikan.

Kampus negeri dan swasta tersebar di berbagai titik kota. Jogja lalu menjelma menjadi kota bertabur mahasiswa, dengan segudang kreasi dan aktivitasnya. Namun, riuhnya kegiatan mahasiswa yang bertahun-tahun ada, perlahan terkikis akibat pandemi virus Corona.

Seruan membatasi kegiatan akibat pandemi Covid-19 santer terdengar mulai Senin, 16 Maret 2020. Sejak saat itu, geliat Yogyakarta sebagai kota komunitas perlahan memudar. Berbagai program terhenti, keramaian samar-samar berganti menjadi sunyi.

Baca Juga: LPDB-KUMKM Salurkan Dana Bergulir Rp 1,29 Triliun ke 163 Mitra

Kemacetan yang kerap dijumpai di berbagai titik Yogyakarta terurai dengan sendirinya. Hiruk pikuk keseruan mahasiswa yang mewarnai geliat kehidupan di Yogyakarta, perlahan sirna.

Di area Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada, atau Universitas Muhammadiyah Yogyakarta misalnya, mahasiswa tak lagi wara-wiri. Entah mereka berdiam diri di kamar, atau memilih pulang ke kampung halaman.

Perubahan situasi secara mendadak itu meninggalkan kesedihan di batin pelaku usaha sekitar kampus dan kos-kosan. Bagaimana tidak, beberapa dari mereka lambat laun mengalami kerugian, akibat sepi yang berkepanjangan. Area kampus dahulu dikenal sebagai lokasi strategis, kini berubah seolah menjadi tempat yang miris.

Leo yang membuka warung tak jauh dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta menjelaskan, suasana di area kampus, selama pandemi, bisa dibilang cukup sepi. Apalagi ketika pemerintah memberlakukan kebijakan pengetatan, lantaran pandemi tak kunjung berkesudahan.

"Kita jualan di tempat strategis dan ramai, tapi itu tidak menjamin dagangan jadi laku. Soalnya kampus dan sekitar kos-kosan sepi selama pandemi, jadi belum bisa berharap banyak," jelas Leo.

Kebijakan PPKM dan Dilema Wiraswasta

Sate Ponorogo Pak Singo (DocPribadi/Leo).

Program Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM menuai pro dan kontra, khususnya di kalangan wiraswasta atau pekerja harian lainnya. Tak sedikit dari mereka tak sepakat, lantaran penetapan PPKM bisa membuat mereka kehilangan sumber penghasilan.

Di sisi lain, banyak pula warga yang mengaku sepakat akan penerapan PPKM. Sebab, kebijakan yang tepat dipercaya bisa ikut menumpas virus Corona, sehingga kehidupan masyarakat dapat kembali seperti sedia kala.

Bagi Leo sendiri, kebijakan Pemerintahan Jokowi itu bagaikan makan buah simalakama, alias serba salah. Mau mendahulukan ekonomi, atau mengutamakan kesehatan? Keduanya sama-sama penting dan berat untuk ditinggalkan.

Sejak pertama dibuka, usaha milik Leo sudah mengalami dinamika. Ia mengungkapkan, warung sempat ramai awal-awal dibuka. Sayangnya, kondisinya kian memprihatinkan ketika kebijakan pengetatan mulai diberlakukan. Terlebih setelah lahirnya program PPKM dan segudang peraturan bawaannya.

"Hari-hari sebelum PPKM ada peningkatan penjualan terus. Hari pertama PPKM sepi. Jalanan pun sepi banget. Nggak nyangka, karena sebelumnya ramai banget," terang Leo memberi gambaran.

Sembari tertawa pasrah, Leo menceritakan salah satu kejadian memilukan di tengah PPKM. Katanya, kala itu, ia pernah dalam sehari tak kedatangan satu pun pengunjung. Warung sederhana miliknya lengang dari pagi hingga malam.

Sampai-sampai, ia mengaku bingung dan bertanya-tanya, “ke mana orang-orang? Kenapa nggak ada satupun pembeli yang datang?”

Memang benar, hari itu, Warung Sate Ponorogo Pak Singo yang digawangi Leo tidak kedatangan pembeli sama sekali.  Kendati hanya sekali terjadi, tetap saja apa yang terjadi hari itu mengganjal di hati.

"Pernah ini buka dari pagi sampai malam, seharian itu nggak ada yang beli sama sekali. Jadi mikir, nih orang-orang pada ke mana gitu. Kadang juga cuma laku 1 atau 2 porsi aja setiap harinya," kata Leo.

Setelah berminggu-minggu, atau bahkan berbulan-bulan diselimuti ketatnya PPKM, angin segar mulai dirasakan beberapa pelaku UMKM. Pelonggaran kebijakan bak memberikan ruang bernapas bagi para pelaku usaha, tak terkecuali Leo.

Secercah harapan di tengah keterpurukan, begitulah kondisi Leo setelah tersiar kabar peraturan PPKM dilonggarkan. Dengan adanya pelonggaran dari pemerintah, ia berdoa agar ke depan, geliat ekonomi bisa tumbuh kembali, dan warung miliknya akan ramai lagi.

Layanan Platform Digital Kian Berinovasi, Haruskah Optimis?

Ilustrasi ojek online. (Dok: Istimewa)

Berbulan-bulan merintis usaha Sate Ponorogo Pak Singo, Leo mengaku perjuangannya tak bisa dibilang mudah. Kendati lelah membangun usaha seorang diri dan menghadapi badai pandemi, ia tak gampang begitu saja menyerah.

Sebagai anak muda yang melek teknologi, Leo enggan melewatkan berbagai kesempatan di depan mata. Berbekal pengetahuan yang dimiliki, ia memanfaatkan teknologi untuk memperluas pemasaran. Ia merancang media sosial sebagai ruang melebarkan sayap usaha, sembari merambah ke layanan platform digital.

Lihai mengoperasikan smartphone, Leo memutuskan untuk menjadi mitra layanan platform digital. Ia menjadi merchant di GoFood,layanan aplikasi Gojek yang menyediakan fitur pesan antar makanan secara online 24 jam.

Leo merasa bahwa sepenggal kalimat di laman pendaftaran merchant Gojek selaras dengan usaha pengembangan warung miliknya, “Perluas market dan tingkatkan omzet tanpa ngehamburin budget”.

Sejak dibuka pada Mei lalu, Leo memutuskan untuk menjadi mitra GoFood. Keputusan itu mantap dilakukannya demi mengenalkan lebih luas Sate Ponorogo Pak Singo. Dengan memanfaatkan platform digital, ia berharap bisa menjaring lebih banyak pembeli di luar sana, tak hanya yang ada di sekitaran warung saja.

Leo mengisahkan momen ketika ia akhirnya memutuskan untuk memanfaatkan layanan platform digital. Tak perlu menunggu lama, ia merasa alur untuk bergabung sebagai merchant cukup mudah. Hanya butuh dua hari pemrosesan, Leo langsung bisa memanfaatkan platform digital sebagai media penjualan.

"Dulu daftar online. Cuma dua hari melengkapi berkas, habis itu sudah (bisa terpakai). Prosesnya tanggap. Habis itu akun mulai bisa dipakai jualan,” papar Leo.

Adanya platform digital memudahkan upaya Leo menggaet calon pelanggan. Terbukti, di awal-awal bergabung, sudah ada pembeli nyantol lewat GoFood. Dari situ, mulai terbentuk beberapa pelanggan tetap.

“Dan bisa dibilang GoFood itu ngelarisin banget sih di awal-awal (pendirian usaha)," ucap anak muda Ponorogo tersebut

Menurut pandangan Leo, platform digital memegang peranan penting di masa pandemi corona. Bagi penjual, adanya teknologi terbarukan itu bisa dibaca sebagai peluang menggiurkan. Ketika ajakan di rumah aja menggema, biarkan para pengemudi ojek online yang menunaikan tugasnya.

"Orang-orang jarang keluar rumah, cenderung beli makan online. Jadi lumayan menambah pembeli. Yang pasti, harus berterima kasih kepada platform digital. Cukup membantu, sangat membantu malah,” jelas Leo.

“Di masa seperti sekarang ini kan, mau nggak mau, harus mencoba semua peluang. Platform digital kan juga jadi peluang yang menggiurkan," tambahnya yakin.

Sejauh ini, belum bisa diprediksi kapan virus Corona akan berhenti menghantui. Naik turun angka pasien Covid-19 bisa terus terjadi. Tak heran, kebijakan pemerintah pun terus berganti-ganti, menyesuaikan kondisi terkini. 

Bisa dibilang, situasi sekarang ini belum sepenuhnya stabil. Namun, rasa optimis untuk bisa keluar dari jeratan pandemi terus mengalir.

Pun demikian halnya Leo, ia mengaku optimis akan datang kabar baik, asalkan masyarakat tidak lupa mengindahkan protokol kesehatan dan mau divaksin. Menurutnya, kesadaran masyarakat amat diperlukan di kondisi seperti sekarang. Angka Covid-19 yang melandai beberapa waktu ke belakang, jangan menjadikan diri kian terlena dan lupa bahwa pandemi masih menyerang.

Leo juga berharap, semoga ke depan, perekonomian akan kembali bangkit. Apalagi setelah setahun terakhir banyak pemilik usaha kecil-kecilan dibuat menjerit.

Menurut Leo, penguatan sektor ekonomi bisa dilakukan dari lini terkecil dan tak sepenuhnya menunggu tangan pemerintah. Masing-masing pelaku usaha bisa mencari langkah baru dan beradaptasi dengan zaman. Misalnya, dengan memanfaatkan layanan platform digital yang ada dan mudah didapatkan.

Wiraswasta muda itu kemudian menuturkan, perkembangan teknologi belakangan kian masif. Salah satu terobosan baru yang menurutnya berguna yakni platform digital. Apalagi, seiring berjalannya waktu, pengembang teknologi itu terus berinovasi, menyesuaikan kebutuhan pengguna yang berasal dari berbagai kalangan.

Leo beranggapan, perkembangan teknologi secara besar-besaran tersebut tak lagi bisa terelakan. Mau tidak mau, masyarakat, khususnya pelaku UMKM, perlu mengikuti zaman. Semua demi usaha yang dimiliki bisa terus eksis dan berkembang.

"Optimis pastinya ya kalau sekarang. Terbukti platform digital cukup membantu jualan selama ini. Jadi platform digital itu penting, karena mau nggak mau kan ngikutin zaman. Ya meskipun kadang ada yang kesusahan, tapi ya bagaimana zamannya aja," tukas Leo.

Platform Digital dan Seruan #DiRumahAja

Ilustrasi ojek online (Suara.com/Michelle Illona)

Pandemi Covid-19 membuat seruan di rumah aja bergema secara masif. Bukan tanpa alasan, berdiam diri di rumah dan mengurangi kontak dengan orang lain dipercaya ampuh menekan laju penyebaran virus Corona.

Mengingat setahun ke belakang, khususnya saat angka Covid-19 sedang tinggi, tak sedikit orang wajib menjalani apa yang dinamakan isolasi mandiri. Baik isolasi mandiri di shelter, ataupun di rumah sendiri.

Isolasi mandiri alias isoman barangkali sudah akrab di telinga masyarakat. Apalagi setelah angka Corona harian selalu tembus rekor, dan jumlah kematian kian hari semakin tinggi.

Keharusan menjalani isoman dirasakan berbagai kalangan. Termasuk Audisa Noor, pekerja kantoran yang pernah menjalani isolasi mandiri sekitar satu pekan. Bukan tanpa alasan, ia isolasi di rumah setelah kontak dengan sang ibu yang terpapar virus Corona.

Jenuh dan diselimuti bosan, begitulah rasanya isolasi mandiri menurut Gadis, sapaan akrab Audisa. Untuk mengurangi suntuk dan mengentaskan rasa lapar, ia acapkali memesan makan lewat platform digital.

Bahkan, Gadis mengaku rutin menggunakan platform digital, baik saat isolasi mandiri ataupun aktivitas biasa sehari-hari. Ia lebih sering memakai layanan pesan antar makanan online, lewat aplikasi Gojek di smartphone.

“Seminggu bisa 3-4 kali pesan makan lewat GoFood,” kata Gadis.

Usut punya usut, Gadis memilih platform digital karena praktis, ada berbagai pilihan makanan, dan tersedia banyak diskon. Pernyataan Gadis ini senada dengan capaian prestasi Gojek, memiliki 900 ribu lebih merchant, 2 juta lebih driver, dan pilihan sambungan ke berbagai dompet digital.

“Pakai GoFood sebenarnya karena banyak diskon, soalnya sering pakai. Lebih lengkap juga pilihan menu makanannya. Mungkin karena rata-rata penjual pakai GoFood buat jualan,” ungkap Gadis yang menetap tak jauh dari Pojok Beteng Kulon, Yogyakarta ini.

Sudah lama merasakan kemudahan platform digital, Gadis merasa ada perubahan antara sebelum dan saat pandemi. Salah satu yang menurutnya paling terasa yakni seputar driver pengantar makanan.

Gadis mengatakan, sebelum pandemi jarang ditolak apabila jarak dari restoran ke rumah jauh. Namun, hal itu menurutnya berubah semenjak pandemi. Kadangkala, orderan ditolak, apalagi kalau sedang ramai-ramainya. Fenomena ini memunculkan anggapan bahwa di tengah situasi pandemi, lebih banyak orang mengakses GoFood untuk mencari makanan.

Kendati merasa ada perubahan, tetapi Gadis mengaku tidak kecewa dengan sikap para driver ojol. Saking seringnya pesan makanan lewat GoFood, ia sampai hafal berbagai tipe driver.

“Bervariasi banget driver ojol itu. Kadang ada yang selalu berkabar, kadang tanpa chat tiba-tiba sudah sampai depan rumah. Juga kadang ada yang nyasar,” katanya.

Demi kesehatan bersama, selama pandemi, Gadis menerapkan protokol kesehatan ketika mengambil pesanan makanan yang diantar oleh driver ojek online. Dengan begitu, baik dirinya atau pihak driver ojol akan sama-sama nyaman.

“Protokol kesehatan jelas diterapkan. Setiap kali order, plastik disemprot disinfektan dulu. Pas ketemu driver atau ambil orderan juga bermasker,” ujar Gadis.

Masa Depan Layanan Digital di Mata Pengguna

Ilustrasi ojek online. (Suara.com/Ema Rohimah)

Leo, sebagai pelaku UMKM, menganggap penting layanan platform digital di era sekarang. Sebab, keberadaannya bisa memudahkan wiraswasta untuk mengembangkan usahanya menjadi lebih besar.

Senada dengan Leo, pemakai setia GoFood, Gadis, juga merasakan betapa pentingnya layanan digital di tengah pandemi. Tidak hanya bagi diri sendiri, menurutnya layanan digital juga bisa dipakai untuk membantu sesama, seperti misal orang-orang yang sedang isoman, atau para pemilik warung makan.

Pernyataan Gadis selinier dengan kampanye Gojek sebagai penyedia layanan digital. Katanya, setiap pesanan yang masuk, turut membantu perekonomian Indonesia. Bahkan ikut berkontribusi sebanyak 19 miliar pada 2018 lalu.

“Sangat penting (layanan digital), karena bisa membantu orang-orang yang isoman. Bisa mempermudah kita yang sehat juga untuk mengirimkan makanan atau amunisi lain untuk mereka yang sedang isoman. Kita bisa juga membantu para penjual juga, karena sekarang rata-rata jualannya online,” kata Gadis.

Sebagai pengguna tetap GoFood, Gadis mengaku akan tetap menggunakan layanan pesan antar makanan online 24 jam, dalam beberapa waktu ke depan. Sebab, banyak hal menarik yang ditawarkan, dari mulai variasi makanan, kepraktisan pemesanan, hingga diskon menggiurkan.

Kendati begitu, Gadis tetap menyimpan harapan agar sistem di kemudian hari bisa lebih disempurnakan.

“Masih akan memakai GoFood sih. Harapannya aja, semoga ke depan pelayanan bisa semakin ditingkatkan,” pungkas Gadis.

Melihat sekilas perkembangan teknologi, tak heran apabila ke depan layanan platform digital terus bertransformasi. Di tengah situasi pandemi, besar harapan berbagai pihak, layanan platform digital bisa membersamai bangkitnya sektor ekonomi.

Load More