Scroll untuk membaca artikel
Eleonora PEW | Hiskia Andika Weadcaksana
Rabu, 16 Februari 2022 | 17:00 WIB
Salah satu perajin tahu di Sentolo, Kulon Progo, Rabu (16/2/2022) - (SuaraJogja.id/Hiskia Andika)

SuaraJogja.id - Usaha para perajin tempe dan tahu kembali meronta setelah kelangkaan kedelai di pasaran. Pasalnya hal itu membuat harga tahu dan tempe di pasaran menjadi naik.

Menyikapi hal tersebut sejumlah perajin tahu di kapanewon Sentolo, Kulon Progo memiliki cara masing-masing untuk bisa bertahan. Seperti yang dilakukan Samsuri (30) salah satu perajin tahu Sentolo yang menyiasati kenaikan harga kedelai itu dengan bermain pada ukuran tahu yang diproduksi.

"Kenaikan harga kedelai itu ya kita bisanya hanya memainkan ukuran tahu," kata Samsuri kepada awak media, Rabu (16/2/2022).

Pria warga Pedukuhan Wonobroto, Kalurahan Tuksono, Sentolo, Kulon Progo itu mengaku enggan menaikkan harga di pasaran. Ia khawatir harga tahu yang dinaikkan itu tidak dilirik oleh pembeli karena memilih tahu yang lebih murah.

Baca Juga: Pemerintah Siapkan Kacang Koro Jadi Pengganti Kedelai: Agar Tidak 'Kecanduan' Impor

"Kalau harga kita naikkan, dikhawatirkan di pasar nanti kalah saing sama harga tahu yang lebih murah. Harga tahu itu per bijinya saat ini di kisaran Rp300 sampai dengan Rp1.000," terangnya.

Samsuri menyebut bahwa hingga saat ini harga kedelai telah tembus hingga Rp11.200 per kilogram. Kenaikan harga sendiri sudah dirasakan sejakn pandemi Covid-19 berlangsung.

Sebelum ada kenaikan harga, kata Samsuri, kedelai di pasaran hanya berada dikisaran Rp7.000 saja. Sehingga upaya menurunkan ukuran pun menjadi pilihan yang harus dilakukan meskipun memang dari segi omzet pun anjlok.

"Ketebalan tahu itu biasanya lima centimeter kita bikin sekarang hanya bisa tiga centimeter saja," ucapnya.

Ia mengatakan bahwa pandemi Covid-19 menjadi faktor yang kemudian mempengaruhi kenaikan harga kedelai itu di pasaran. Sebagai salah satu perajin tahu Samsuri hanya berharap harga kedelai dapat kembali turun bukan justru meningkat signifikan.

Baca Juga: Harga Kedelai Mahal, Pengrajin Tahu dan Tempe Disarankan Pakai Kacang Koro Pedang

Samsuri meminta kepada pemerintah untuk dapat turun tangan menyelesaikan persoalan ini. Sehingga dapat meringankan beban para perajin tahu dan tempe yang menggantungkan hidupnya di sana.

"Pemerintah kami minta untuk turun tangan. Sehari kami itu bisa menghabiskan satu kuintal kedelai. Harga jual kami per bungkus isi tahu 10 sekitar Rp3-5 ribu," tegasnya.

Senada, perajin tahu lainnya Daud (53) menuturkan bahwa menurunkan ukuran tahu adalah satu-satunya cara untuk bisa bertahan di tengah kenaikan harga kedelai saat ini. Dengan menyiasati ukuran tahu itu diharapkan keuntungan masih tetap diperoleh.

"Memang satu-satunya cara memang kita menurunkan ukuran tahu agar bisa bertahan dan tetap untung walaupun ya hanya sedikit, yang penting bisa membayar gaji karyawan saya dulu," ujar Daud.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan meminta masyarakat untuk menerima kenaikan harga tahu dan tempe.

Permintaan tersebut disampaikan Oke Nurwan dengan tujuan agar para pengrajin tetap bisa bertahan menjalankan usahanya.

"Pemerintah berharap masyarakat dapat memaklumi dan menerima kenaikan harga tempe dan tahu guna menjaga keberlangsungan usaha perajin tempe dan tahu serta pelaku usaha kedelai lainnya," ujar Oke dalam keterangannya yang ditulis pada Senin (14/2/2022).

Oke memastikan, Kemendag terus berupaya menjaga stabilitas harga kedelai nasional. Koordinasi dengan importir kedelai serta perajin tahu dan tempe terus diperkuat.

Kemendag memastikan, stok kedelai nasional aman meski terjadi kenaikan harga kedelai yang signifikan selama dua minggu terakhir.

"Pemerintah juga meminta dukungan importir kedelai untuk konsisten menjaga harga keekonomian kedelai impor tetap terjangkau di tingkat perajin tahu dan tempe," kata dia.

Berdasarkan data Chicago Board of Trade (CBOT), harga kedelai pada minggu kedua Februari 2022 mencapai USD 15,77 per bushels.

Harga ini diperkirakan terus naik hingga Mei yang mencapai USD 15,79 per bushels dan mulai turun pada Juli sebesar USD 15,74 per bushels.

Kenaikan harga disinyalir akibat adanya kenaikan inflasi di negara produsen yang berdampak pada kenaikan harga masukan produksi, terjadi kekurangan tenaga kerja, dan kenaikan biaya sewa lahan. Selain itu, disebabkan ketidakpastian cuaca di negara produsen yang mendorong petani kedelai menaikkan harga.

Load More