SuaraJogja.id - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memaparkan hasil pemantauan dan penyelidikan atas kasus dugaan penyiksaan kepada warga binaan permasyarakatan (WBP) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Narkotika Kelas IIA Yogyakarta atau kerap disebut juga Lapas Pakem.
Proses yang telah dilakukan selama beberapa bulan itu mendapati bahwa memang terdapat tindakan menjurus ke pelanggaran hak asasi manusia dalam kasus tersebut.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menuturkan bahwa sebenarnya Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta itu hendak melakukan berbagai langkah pembinaan kepada para WBP.
"Tetapi kami menemukan dan mendapatkan laporan lalu kita investigasi ke sana (Lapas Pakem), kita selidiki dan pantau ke sana. Kita menemukan berbagai pelanggaran yang ini tadi bertentangan dengan konvensi anti penyiksaan, perendahan martabat, dan penghukuman tidak manusiawi," kata Taufan dalam jumpa pers via daring, Senin (7/3/2022).
Dipaparkan Taufan, sejak tahun 1998 Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia. Dalam konvensi itu ada banyak pasal yang mengatur bahwa standar hak asasi manusia tetap harus diberlakukan kepada orang yang terperiksa, ditangkap, ditahan, kemudian diadili sampai orang itu menjadi narapidana.
"Jelas sekali standarnya. Jadi orang tidak boleh mengalami kekerasan, penyiksaan, perendahan martabat, dibatasi komunikasinya walaupun tentu komunikasi di sini sesuai prosedur. Jadi orang tetap bisa berkomunikasi denga keluarga, tentu tidak sama dengan orang yang bebas merdeka seperti kita. Itu harus diatur," paparnya.
Selain dari konvensi tersebut ada pula standar internasional yang digunakan yakni Nelson Mandela Rules. Dengan substansi yang kurang lebih sama terkait dengan standar minimum perserikatan bangsa-bangsa terkait perlakuan terhadap narapidana.
"Dari kasus ini kita belajar banyak ternyata ada satu kebijakan yang sangat bagus sebenarnya dari Kemenkumham yaitu kebijakan pendisiplinan terhadap narapidana-narapidana narkotika," ungkapnya.
Sebab tidak dipungkiri selama ini tidak jarang banyak temuan kasus narapidana narkotika yang sudah dipenjara pun masih tetap menjalankan bisnisnya. Maka dari itu, kata Taufan, kedisiplinan mulai dari membatasi alat komunikasi hingga berbagai aturan untuk menekan praktik-praktik semacam itu memang diperlukan.
Baca Juga: Kasus Suap Bupati Terbit Rencana, KPK Panggil Pejabat Langkat Salah Satunya Plt Sekda PUPR Langkat
Namun rupanya upaya pendisiplinan di dalam Lapas Pakem itu menyalahi konvensi anti penyiksaan tadi termasuk pula Nelson Mandela Rules. Ditambah lagi masih bertentangan dengan Undang-undang Hak Asasi Manusia termasuk juga SOP yang dikeluarkan oleh Kemenkumham sendiri.
"Standar ini banyak sekali yang dilanggar dalam bentuk kekerasan, perendahan martabat, pelecehan seksual dan lain-lain. Walau tujuan tadi katanya adalah untuk mendisiplinkan. Tetapi kan mendisiplinkan adalah satu hal. Hal lain tentang kekerasan, perendahan martabat itu tidak bisa ditoleransi," tegasnya.
Namun dalam kesempatan ini selain menemukan berbagai pelanggaran standar tadi. Komnas HAM tetap mengapresiasi Kemenkumham yang dapat bertindak secara pro aktif sejak laporan dugaan kekerasan itu terkuak ke publik.
"Tapi kami apresiasi tinggi kepada Kemenkumham karena dari laporan itu mereka langsung pro aktif. Terutama dari Kanwil Kemenkumham DIY, Kalapas, Dirjen, dan tidak kalah penting membuka akses seluas-luasnya sehingga tim kami untuk periksa semua itu," tandasnya.
Sebelumnya ORI DIY menerima laporan dari sejumlah eks Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta pada Senin (1/11/2021) lalu. Laporan itu terkait dengan dugaan tindakan penyiksaan oleh beberapa di Lapas Pakem tersebut.
Sebagai tindaklanjut atas kejadian ini ada sebanyak lima petugas Lapas Narkotika Pakem juga telah dicopot sementara pada Kamis (4/11/2021). Menyusul hasil investigasi sementara yang menyatakan kelima petugas itu terindikasi telah melakukan tindakan berlebihan terhadap para WBP.
Berita Terkait
-
Kasus Suap Bupati Terbit Rencana, KPK Panggil Pejabat Langkat Salah Satunya Plt Sekda PUPR Langkat
-
Komnas HAM Beberkan Fakta Praktik Kerja Paksa dan Perbudakan di Kerangkeng Terbit
-
Periksa Eks Penghuni Kerangkeng Bupati Langkat, Puspomad TNI Usut Dugaan Keterlibatan Prajurit dari Data Komnas HAM
-
Soal Temuan Komnas HAM, Polda Sumut Bakal Proses Anggota Terlibat Kasus Kerangkeng di Rumah Bupati Langkat
-
PB HMI Desak Polda Metro Investigasi Anggotanya yang Lakukan Kekerasan di Kasus Rekayasa Begal di Bekasi
Terpopuler
- Anak Jusuf Hamka Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Tol, Ada Apa dengan Proyek Cawang-Pluit?
- Cara Edit Foto Pernikahan Pakai Gemini AI agar Terlihat Natural, Lengkap dengan Prompt
- Panglima TNI Kunjungi PPAD, Pererat Silaturahmi dan Apresiasi Peran Purnawirawan
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Dedi Mulyadi 'Sentil' Tata Kota Karawang: Interchange Kumuh Jadi Sorotan
Pilihan
-
Desy Yanthi Utami: Anggota DPRD Bolos 6 Bulan, Gaji dan Tunjangan Puluhan Juta
-
Kabar Gembira! Pemerintah Bebaskan Pajak Gaji di Bawah Rp10 Juta
-
Pengumuman Seleksi PMO Koperasi Merah Putih Diundur, Cek Jadwal Wawancara Terbaru
-
4 Rekomendasi HP Tecno Rp 2 Jutaan, Baterai Awet Pilihan Terbaik September 2025
-
Turun Tipis, Harga Emas Antam Hari Ini Dipatok Rp 2.093.000 per Gram
Terkini
-
Prakiraan Cuaca 16 September 2025, Jogja Diguyur Hujan, Kulon Progo Diprediksi Mendung Berawan
-
Bantul Beri Modal Usaha: 262 Keluarga Siap Jadi Pengusaha Baru
-
Viral! Spanduk Protes Warnai Jalan Gedongan-Tempel: Pengendara Terancam, Kapan Diperbaiki?
-
Baru 5 Titik Resapan Air Tersedia, DIY Rentan Banjir, Ini Kata DLHK
-
Kerusakan Imbas Aksi Berujung Ricuh Capai Rp28 Miliar, Polda DIY Kebut Perbaikan