Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Jum'at, 22 April 2022 | 14:35 WIB
Ranjang-ranjang terlihat dalam keadaan kosong di rumah sakit rujukan Ayder, setelah para pasien dipulangkan karena rumah sakit kehabisan persediaan makanan, di Kota Mekelle, Tigray, Ethiopia, Kamis (21/4/2022). ANTARA/REUTERS/Stringer/tm (REUTERS/STRINGER)

SuaraJogja.id - Rumah sakit utama di wilayah Tigray yang dilanda perang di Ethiopia telah memulangkan 240 pasien setelah persediaan makanan habis pekan lalu, kata para pejabat.

Keputusan Rumah Sakit Rujukan Ayder di ibu kota Tigray, Mekelle, itu mempertegas betapa sedikitnya bantuan makanan yang mencapai wilayah tersebut meskipun pemerintah pada Maret mengumumkan gencatan senjata sepihak untuk mengizinkan pengiriman bantuan.

Seorang pejabat rumah sakit, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, mengatakan sekitar 360 pasien masih dapat membeli makanan mereka sendiri.

Pasien baru tanpa makanan atau uang ditolak, katanya.

Baca Juga: Terancam Kelaparan Jika Harga Sembako Terus Naik, Ribuan Buruh, Driver Ojol dan Petani Turun ke Jalan

Mereka yang harus pulang termasuk bayi pengidap meningitis dan tuberkulosis serta anak laki-laki berusia 14 tahun yang mengidap HIV, dua perawat mengatakan kepada Reuters.

Tedros Fissehaye, perawat bangsal anak, mengatakan para pasien dan keluarga mereka kelaparan pada Kamis 14 April.

Pada Jumat 15 April, ia harus berkeliling bangsal dan memberi tahu mereka bahwa tidak akan ada lagi makanan. Sepuluh pasien meninggalkan bangsal itu.

"Tidak ada yang menangis. Kami telah menghabiskan air mata kami selama berbulan-bulan. Tapi setiap perawat sangat sedih," katanya kepada Reuters.

"Keluarga berkata, doakan kami, daripada mati di sini biarkan kami pulang dan mati di rumah."

Baca Juga: Mahasiswa, Driver Ojol dan Petani Sukabumi Kembali Turun ke Jalan: Rakyat Terancam Kelaparan!

Perawat lain bagian anak, Mulu Niguse, mengatakan bahwa rumah sakit telah kehabisan 90 persen obat, tapi bulan lalu telah menerima beberapa pil HIV dan mencoba mengobati penyakit lain dengan antibiotik apa pun yang mereka dapat.

Anak-anak yang dipulangkan kemungkinan akan kehilangan nyawa, katanya.

Menteri Kesehatan Ethiopia Lia Tadesse dan Mitiku Kassa, kepala Komisi Manajemen Risiko Bencana Nasional, tidak menanggapi permintaan komentar.

Konflik meletus pada November 2020 antara pemerintah pusat dan para penguasa Tigray. Sejak militer menarik diri dari Tigray pada Juli setelah berbulan-bulan pertempuran berdarah, hanya sedikit bantuan makanan yang masuk.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan 100 truk bantuan dibutuhkan setiap hari. Tapi konvoi harus bergulat untuk lewat, sebagian karena pertempuran dan sebagian karena penundaan birokrasi.

Sejak gencatan senjata pemerintah diumumkan pada 25 Maret, 71 truk telah berhasil masuk, kata Michael Dunford, kepala regional Program Pangan Dunia PBB.

Konvoi ketiga telah diizinkan lewat oleh pemerintah federal dan WFP sedang bernegosiasi dengan otoritas regional untuk menjamin perjalanan yang aman, katanya.

"Sangat penting bahwa konvoi ini bergerak dan mereka bergerak sekarang. Jika tidak, kita ... akan melihat lonjakan kematian terkait kelaparan," katanya kepada Reuters.

Lebih dari 90 persen orang Tigray membutuhkan bantuan makanan. Staf di Ayder belum dibayar sejak Juli dan mereka sendiri bergantung pada rumah sakit untuk mendapatkan makanan.

Perawat Mulu mengatakan anak-anaknya makan sekali sehari.

Seorang dokter mengatakan bahwa karena makanan habis, dia memulangkan dua pasien kanker yang menunggu operasi; Selasa pekan ini dia mengoperasi pasien ketiga, yang hanya mampu membeli susu.

Rumah sakit tidak memiliki obat kanker, kata dokter itu, seraya memperlihatkan foto seorang gadis berusia 2 tahun, yang matanya cacat oleh tumor yang menonjol, dan foto seorang anak laki-laki berusia 14 tahun yang sedang diinfus karena tidak ada lagi yang tersedia.

"Kalau Anda datang ke rumah sakit, keadaannya kosong melompong," katanya sedih.

Load More