Scroll untuk membaca artikel
Eleonora PEW
Selasa, 13 September 2022 | 19:04 WIB
Presiden Soekarno [Instagram Soekarno_Presidenku]

Perpecahan dalam internal militer lalu dibawa ke parlemen. Turut andil, DPRS pun mengajukan mosi supaya pemerintah membentuk panitia khusus sebagai tindak lanjut untuk masalah internal TNI itu.

AH Nasution lantas menilai, kemunculan mosi itu menunjukkan terlalu jauhnya intervensi parlemen dalam lingkungan TNI, sehingga ia mendesak Presiden untuk membubarkan Parlemen.

4. Moncong meriam dihadapkan ke istana

Bukan cuma AH Nasution, desakan tersebut juga digaungkan oleh rakyat melalui demonstrasi ke gedung Parlemen [waktu itu masih di Lapangan Banteng Timur] dan Istana Merdeka. Bersama puluhan ribu demonstran, para perwira militer melakukan unjuk rasa pada 17 Oktober 1952.

Baca Juga: Viral Video Perwira TNI Gebrak Meja Tuntut Effendi Simbolon Minta Maaf: 'Darah Kami Mendidih'

Kendaraan truk militer, pasukan tank, hingga meriam dikerahkan dalam aksi unjuk rasa tersebut. Moncong meriam bahkan diarahkan ke Istana.

Presiden Ir Soekarno pun menemui demonstran. Menjawab tuntutan, dirinya menolak membubarkan parlemen dengan alasan tak mau menjadi diktator. Namun, ia akan berusaha mempercepat pemilu.

5. AH Nasution diganti

Soekarno menilai unjuk rasa 17 Oktober 1952 itu sebagai makar. Kemudian, usai peristiwa itu, ia menemui delegasi militer.

Pada akhirnya, AH Nasution mengajukan permohonan mengundurkan diri, disusul Mayjen TB Simatupang. Jabatan KSAD lalu digantikan oleh Kolonel Bambang Sugeng.

Baca Juga: Tak Terima TNI Disebut 'Gerombolan' dan Atasannya Tidak Akur, Dandim Cilegon Desak Effendi Simbolon Minta Maaf

Load More