Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Senin, 13 Maret 2023 | 16:00 WIB
Awanpanas guguran Merapi terlihat dari Dusun Windusabrang, Desa Wonolelo, Kecamatan Sawangan. (Dok. Warga Desa Wonolelo).  

SuaraJogja.id - Erupsi Gunung Merapi pada Sabtu (11/03/2023) kemarin berdampak cukup berat di daerah Magelang dan sekitarnya alih-alih di Yogyakarta. Guguran awan panas yang mengarah ke barat yang membuat hujan abu di Magelang tidak terjadi di Yogyakarta.

Pakar iklim dari Fakultas Geografi UGM, Emilia Nurjani di UGM, Senin (13/03/2023) mengungkapkan suhu udara di Yogyakarta bahkan tidak terpengaruh erupsi yang terjadi.

"Aerosol dari [erupsi] merapi kemarin menyebabkan pembentukan awan cumulus lebih cepat dan masif. Awan konvektif lokal pun dapat lebih tinggi dan tebal dan menghasilkan debu, tapi karena angin menuju ke arah barat, jadi jogja aman saja," ungkapnya.

Menurut Emilia, guguran awan panas memang muncul hingga 7 km. Namun karena tinggi Gunung Merapi mencapai 2.900 mdpl, awan panas terbawa angin kencang dan berubah menjadi debu vulkanik tidak meningkatkan suhu secara signifikan.

Baca Juga: Cara Menyelamatkan Diri dari Erupsi Gunung, Waspada Merapi Meletus

Meski demikian erupsi tersebut sempat meningkatkan suhu di tingkat lokal kawasan Gunung Merapi. Kenaikan suhu terjadi tak lebih dari satu hingga dua jam sehingga tidak banyak mempengaruhi suhu udara di Yogyakarta dan sekitarnya.

"Ada peningkatan suhu tapi tidak terlalu tinggi suhunya, hanya di lokal saja, paling satu sampai dua jam," jelasnya.

Minimnya dampak peningkatan suhu akibat erupsi Gunung Merapi, lanjut Emilia salah satunya dikarenakan Indonesia sebagai negara tropis memiliki lapisan troposfer atau lapisan terendah atmosfir yang tebalnya 18 km. Kondisi ini menyebabkan debu vulkanik di lapisan troposfer bisa langsung dilepaskan karena tidak masuk ke lapisan stratosfer atau lapisan kedua atmosfir bumi.

Hal yang berbeda terjadi di negara-negara Eropa. Negara-negara empat musim itu hanya memiliki lapisan troposfer sepanjang 6 km. Kondisi itu menyebabkan debu vulkanik yang dihasilkan erupsi gunung tidak hanya masuk ke troposfer namun sampai ke lapisan stratosfer.

"Seperti di islandia saat terjadi erupsi pada 2010, debu vulkanik sampai ke lapisan stratosfer dan terjerat di lapisan itu sehingga dampaknya bisa sampai sekarang, beda dengan erupsi merapi pada tahun yang sama," tandasnya.

Baca Juga: Potret Siswa SDN 2 Tlogolele Boyolali Tetap Bersekolah Pascahujan Abu Erupsi Gunung Merapi

Emilia menambahkan, kenaikan suhu yang terjadi sekitar 1 sampai 2 jam saat erupsi pada Sabtu lalu juga tak meningkatkan potensi hujan di Yogyakarta. Guguran awan panas yang menuju arah barat alih-alih selatan akhirnya tidak meningkatkan aerosol yang menjadi inti kondensasi awan dan menyebabkan hujan di Yogyakarta.

Apalagi kenaikan suhu di Yogyakarta lebih banyak dikarenakan fenomena urban heat island. Radiasi matahari yang tinggi dan berkurangnya ruang terbuka hijau serta emisi kendaraan bermotor akhirnya membuat suhu udara di Yogyakarta meningkat.

"Kenaikan suhu bukan karena erupsi merapi karena ada fenomena umum di daerah perkotaan urban heat island," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More