SuaraJogja.id - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menghapus aturan tes calistung atau baca tulis hitung sebagai syarat masuk SD.
Penghapusan tes calistung ini diungkap Nadiem karena melihat fakta bahwa banyak anak anak di Indonesia tidak mempunyai akses yang cukup untuk belajar calistung.
Menanggapi kebijakan itu, Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Yogyakarta Budi Asrori menyebut bahwa aturan tersebut bukan hal baru. Bahkan penerapan kebijakan itu sudah silakukan sejak lama di Kota Jogja.
"Loh kalau memang selama ini sebetulnya sudah diatur calistung itu tidak masuk syarat masuk SD. Kota kan sekolah-sekolah udah gak pakai. Sejak dulu memang. SD negeri itu kan pakai usia semua," ujar Budi, dikutip Sabtu (1/4/2023).
Budi menuturkan bahwa tidak berlakunya tes calistung itu mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Ditambah pula dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru.
Namun, peraturan tes calistung ini sendiri memang tidak tertera di kriteria dan syarat penerimaan siswa SD/MI di dalam Peraturan Direktorat Sekolah Dasar Kemdikbud RI.
Berdasarkan aturan PP tersebut, disampaikan Budi bahwa syarat masuk SD itu bukan calistung tapi usia. Ia justru menyoroti kapan calistung itu diajarkan.
"Mungkin gini juga sekarang kita mengajarkan calistung itu dimana, kan yang sebenarnya dari Pak Menteri kan itu. Mengajar calistung itu kayak apa dimana, yang harus diluruskan sebetulnya itu," terangnya.
Baca Juga: Tes Calistung Dihapus dari Syarat Masuk SD, Ini Kriteria Baru Siswa Baru Sekolah Dasar
"Karena kalau punya anak kelas 1 kalau anak enggak bisa membaca itu di kelas satu repot mengikuti pembelajaran. Itu kemudian menjadi tanggungjawab kita sebetulnya di sekolah itu, kalau memang anak belum bisa baca tulis ya harus dikenalkan di kelas satu," tambahnya.
Pemerintah Kota (Pemkot) Jogja, kata Budi, bakal turut menjamin anak-anak di wilayahnya mendapatkan pendidikan SD. Hal itu sebagai dukungan untuk wajib belajar 9 tahun.
"Misalnya ada yang belum atau enggak dapat sekolah makanya menjadi kewajiban pemerintah supaya nanti dapat sekolah," tandasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- Bobibos Bikin Geger, Kapan Dijual dan Berapa Harga per Liter? Ini Jawabannya
- 6 Rekomendasi Cushion Lokal yang Awet untuk Pekerja Kantoran, Makeup Anti Luntur!
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
Pilihan
-
Pakai Bahasa Pesantren! BP BUMN Sindir Perusahaan Pelat Merah Rugi Terus: La Yamutu Wala Yahya
-
Curacao dan 10 Negara Terkecil yang Lolos ke Piala Dunia, Indonesia Jauh Tertinggal
-
Danantara Soroti Timpangnya Setoran Dividen BUMN, Banyak yang Sakit dan Rugi
-
Mengapa Pertamina Beres-beres Anak Usaha? Tak Urus Lagi Bisnis Rumah Sakit Hingga Hotel
-
Pandu Sjahrir Blak-blakan: Danantara Tak Bisa Jauh dari Politik!
Terkini
-
Pakar Soroti Peluang Kerja Luar Negeri, Kabar Gembira atau Cermin Gagalnya Ciptakan Loker?
-
Menko Airlangga Sentil Bandara YIA Masih Lengang: Kapasitas 20 Juta, Baru Terisi 4 Juta
-
Wisatawan Kena Scam Pemandu Wisata Palsu, Keraton Jogja Angkat Bicara
-
Forum Driver Ojol Yogyakarta Bertolak ke Jakarta Ikuti Aksi Nasional 20 November
-
Riset Harus Turun ke Masyarakat: Kolaborasi Indonesia-Australia Genjot Inovasi Hadapi Krisis Iklim