Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora
Kamis, 31 Agustus 2023 | 21:05 WIB
Sidang dugaan korupsi SMPN 1 Wates di PN Tipikor Yogyakarta, Kamis (31/8/2023). [Kontributor Suarajogja.id/Putu Ayu Palupi]

SuaraJogja.id - Kasus dugaan korupsi pembangunan di SMPN 1 Wates, Kulon Progo terus berlanjut. Setelah menggelar sidang di lokasi gedung yang jadi pangkal masalah pada pekan lalu, maka pada sidang lanjutan kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Yogyakarta, Kamis (31/8/2023) dengan agenda pemeriksaan saksi ahli dari terdakwa.

Dalam sidang kali ini, ahli keuangan negara dihadirkan. Tim jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Kulon Progo dan pengacara terdakwa meminta keterangan dari Sudriman selaku saksi ahli keuangan negara alumni Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) selama dua jam dihadapan Hakim Ketua Vonny Trisaningsih. Kapasitasnya sebagai ahli keuangan negara dibutuhkan untuk menguji proses audit dari sisi penggunaan anggaran pada proyek pembangunan SMP Negeri 1 Wates.

Menurut Sudirman, dalam kasus dugaan korupsi tersebut terdapat hal-hal yang kurang sesuai dari apa yang ia ketahui tentang ilmu pengelolaan keuangan negara. Terutama dalam penghitungan kerugian negara yang mencapai Rp 3,3 miliar.

"Metode ini membingungkan saya. Saya belum pernah menemui metode penghitungan kerugian negara yang rugikan total Rp3,3 miliar. Masak nilai kontrak disebut kerugian total, saya bingung. Berarti semua pekerjaan dianggap rugi total," kata dia.

Baca Juga: Rektor UNS Jamal Wiwoho Diperiksa Soal Dugaan Korupsi, Kajari Solo: Kami Hanya Ketempatan Saja

Sudirman menjelaskan, terdapat standar resmi dalam proses pemeriksaan keuangan negara. Hal itu telah diatur dalam UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Namun dalam kasus tersebut, saksi ahli keuangan negara menilai terdapat proses audit keuangan oleh tim audit yang bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Padahal proses audit keuangan harus didasarkan pada standar audit intern pemerintah Indonesia.

"Kedua masalah objektifitas, ketiga harus ada pengujian bukti. Kalau tidak ada itu, tentu akan bertentangan dengan undang-undang. Tidak boleh seorang audit menyimpulkan data atas pendapat orang lain serta kesimpulan orang lain tidak boleh dibenarkan," katanya.

Sementara Penasihat Hukum Terdakwa Susi Ambarwati, Muhammad Zaki Mubarrok SH MH mengungkap pihaknya sudah menghadirkan saksi ahli konstruksi dan ahli keuangan negara. edua ahli tersebut menyimpulkan hasil audit yang dilakukan tidak dapat diterima lantaran terjadi beberapa hal yang bertentangan dengan ketentuan hukum.

"Kalau kita mengutip keterangan ahli bahwa audit yang dilakukan JPU mulai bangunan gedung kelas itu dia gak punya sertifikat ahli gedung, kedua ahli inspektorat daerah itu juga gak sesuai standar audit intern pemerintah, maka kesimpulannya audit itu gak bisa diterima," paparnya.

Baca Juga: Penyidik KPK Cecar PNS Kemenaker Terkait Dugaan Korupsi Sistem Perlindungan TKI

Namun Zaki mengembalikan keputusan persidangan sepenuhnya kepada majelis hakim. Zaki meyakini majelis hakim memiliki hati nurani.

"Ini kami kembalikan kepada hati nurani majelis hakim, saya percaya majelis hakim punya hati nurani sebagaimana azas hukum, sekalipun langit runtuh keadilan harus tetap ditegakkan, dan hari ini berdasar keterangan ahli jaksa tidak banyak pertanyaan terkait fakta dan auditnya mereka bingung," ungkapnya.

Sebagai informasi, kasus dugaan korupsi ini terdapat dua terdakwa yakni pejabat di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kulon Progo, Jujur Santoso, yang berperan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Selain itu Direktur CV Bintang Abadi, Susi Ambarwati, selaku pelaksana proyek pembangunan gedung SMP tersebut.

Keduanya diduga menyelewengkan dana pembangunan gedung unit 1 SMP 1 Wates pada 2018 senilai Rp 106.226.000 dari nilai proyek pembangunan gedung SMP Negeri 1 Wates ini sebesar Rp 3,6 miliar.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More