SuaraJogja.id - Ujian nasional (UN) memang jadi momok tersendiri bagi kalangan pelajar. Sudah menjadi rahasia umum, ada pihak yang menghalalkan segala cara agar bisa meluluskan para siswa.
Berbagai cara dari yang umumnya dilakukan seperti KBM tambahan hingga hal-hal yang berbau mistis. Hal ini juga disampaikan warganet Twitter dengan akun @Okihita yang membagikan pengalamannya saat mengikuti Ujian Nasional (UN).
"Pas kelas 3 SMA, gue peringkat 1 try-out Ujian Nasional se-Kabupaten Nganjuk. Habis try-out, guru SMA ngumpulin anak-anak skor-tinggi buat jadi "sumber contekan satu sekolah" pas hari-H UN, terus bagi-bagi tugas sesuai spesialisasi—gue dapet yang Bahasa Inggris sama Matematika," ujarnya mengawali thread-nya.
Ia juga menuliskan mekanisme 'nyontek-massal' yang dilakukan angkatannya. Bersama dengan anak-anak terpilih di masing-masing materi, mereka wajib memberikan jawaban mereka untuk temannya agar bisa lulus bersama.
Baca Juga:Saat Pandemi, Kemenhub Pastikan Kiriman Logistik lewat Tol Laut Lancar
"Apakah gue terbebani diminta nyontekin? Malah, sama sekali enggak. Nah, ini poin twistednya: Waktu itu, gue beneran yakin bahwa "nyontekin supaya yang lain lulus" itu adalah sebuah tanggung jawab sekaligus kehormatan. Semacam "wealth redistribution", cuma dalam konteks akademis," tulisnya.
Bagi yang memberikan contekan, mereka mendapatkan ganjaran hingga hadiah bingkisan. Tetapi, untuk yang tidak mau membagikan contekan, siap-siap saja mendapatkan sindiran pedas.
"Ah, menariknya, sebelum hari-H nyontek massal UN ini, ada semacam salam-salaman dan doa bersama seluruh guru-murid se-SMA demi lancarnya UN. Oiya, waktu itu di SMA gue, kursi sama meja pengawasnya dikasih taburan tanah kuburan, biar pengawasnya ngantuk. Waktu itu beberapa pengawas UN-nya beneran izin tidur pas ngawas. Efek mistis? LOL. Kayaknya pengawasnya ngeliat taburan tanah terus play along aja pura-pura ngantuk," ujarnya lagi.
Meski memberikan contekan, pembuat thread mengaku tidak merasa keberatan dengan strategi ini. Bahkan, ia juga menganggap hal ini sebagai hal yang lumrah.
"Oh, ada tambahan konteks sosioekonomi buat fenomena nyontek-massal ini. Dalam kasus SMP dan SMA pedesaan atau kabupaten, anak-anaknya nggak punya ambisi tinggi, baik karena "capek belajar" maupun "nggak mampu secara ekonomi". Yang lulus SMA lebih milih langsung kerja atau usaha," terangnya lagi.
Baca Juga:Banyak Lelaki Ganteng di Negara Ini, Akun Facebook Rahasia Ratu Elizabeth
Di akhir thread tersebut, ia menjelaskan, apapun yang dipilih seseorang saat ujian, maka konsekuensi akan mengikutinya. Termasuk saat pelajar tersebut memilih untuk menggantungkan nasibnya 100 persen untuk mencontek.
"Intinya, untuk setiap pilihan—baik yang diambil secara individu maupun yang diambil secara kelompok, akan ada konsekuensi. Asalkan kamu [dan kelompok kamu] bersedia menerima berbagai kemungkinan konsekuensinya, adalah hak kamu untuk mengambil pilihan yang mana pun. C'est la vie," pungkasnya.