SuaraJogja.id - Jejak kelam peristiwa berdarah 30 September 1965 bisa ditemukan di Gua Grubug. Gua yang berlokasi di Dusun Jetis Wetan, Pancarejo, Semanu, Gunungkidul ini menyimpan kisah mengerikan pembantaian orang-orang yang dituding PKI.
Dikutip dari kbr.id, kurang lebih setengah abad yang lalu, Dusun Jetis Wetan, Desa Pancarejo Semanu, Gunungkidul, diliputi ketakutan. Kala gelap tiba, tak ada satu pun warga yang berani keluar rumah. Situasi itu terjadi selama hampir dua tahun yakni periode 1966-1968, masa di mana orang-orang yang dituduh anggota Partai Komunis Indonesia atau PKI ditangkap dan dibantai.
“PKI itu dibawa ke Grubug dekat Gua Jomblang. Saat jam malam, saya disuruh menyalakan obor dari utara sampai selatan jalan desa. Pernah ada yang teriak tolong..tolong.. di pertigaan gardu dekat jalan masuk desa, kemudian orangnya dipukul pakai sekop. Saya tidak tahu apakah mati atau tidak, yang pasti orangnya tidak bergerak kemudian dipapah sama tentara. Saya langsung masuk ke parit karena takut,” jelas Koko.
![Ilustrasi gua. [Shutterstock]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2017/12/06/89415-ilustrasi-gua.jpg)
Koko, bukan nama sebenarnya. Ia bertugas menyiapkan oncor –obor yang terbuat dari pohon bambu. Dulu, tiap kali pengurus kecamatan menyambangi Dusun Jetis Wetan, Koko langsung menyalakan oncor dan meletakkannya di depan rumah. Itu jadi tanda bagi warga, adanya jam malam dan petunjuk iring-iringan tentara datang dengan membawa puluhan orang yang dituding anggota PKI.
Baca Juga:Tinggal di Kandang Sapi, Pasutri di Gunungkidul Dibantu Bripka Oktaviani Beli Tanah
Jam malam itu, kata Koko, dimulai pukul 10 malam. Tapi meski hari masih sore, warga memilih berdiam di rumah. Hingga jam bergerak ke angka 11, suara letusan pelor terdengar tiga kali. Itu artinya, truk tentara yang mengangkut orang-orang PKI sudah tiba di ujung dusun.
"Kalau jam malam itu orang-orang langsung ndelik (bersembunyi-red) dan ada bunyi dor..dor.. Kalau berani melihat dari jauh. Mereka tentara seragam lengkap dan pakai topi besi, tapi mereka berhentinya di jalan besar. Kemudian mereka di arak ke sini. Turun dari truk jalan, mata mereka ditutup, tangan diikat," kata salah satu saksi, Bimo.
Dusun Jetis Wetan berjarak lima kilometer dari pusat kota Kabupaten Gunungkidul. Waktu 1960-an, jalan itu hanya bisa dilalui satu orang. Di sepanjang jalan itu pula, bebatuan besar menyembul dari dalam tanah.
Dengan mata tertutup, mereka lantas diarak ke Gua Grubug. Tapi untuk sampai ke sana, mereka harus berjalan sejauh tiga kilometer melewati hutan Ngrakung. "Hanya seperti ini jalannya seperti jalan menuju ke ladang, sempit sekali. (Berarti sulit jalan ya karena matanya ditutup?) Iya tapi jalannya dibantu tentara," kata Koko.
“Mereka diam juga karena mulut mereka ditutup pakai lakban, jadi tidak bisa bersuara. Di sini (telinga-red) sudah ditutup agar tidak mendengar, mata dan mulut juga. Kemudian kalau ada yang nakal dua tentara memegang kedua lengan mereka untuk dipaksa berjalan. Kalau nurut hanya dikawal satu tentara saja. Mereka jalannya juga tidak ramai–ramai seperti rombongan. Mereka jalannya satu-satu, tidak ada suaranya,” sambungnya.
Baca Juga:Muncul Klaster Hajatan Saat Penerapan PPKM, Satu RT di Gunungkidul Masih Masuk Zona Merah
Begitu sampai di Gua Grubug, para tawanan tentara itu dijejerkan di bibir gua. Di sanalah, mereka dipukuli dan disiksa sebelum disuruh terjun ke gua sedalam 98 meter. Bagi yang menolak, kata Koko, ditembak seketika.
- 1
- 2