Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno
Senin, 19 Agustus 2019 | 17:52 WIB
Paniradya Pati Kestimewaan Yogyakarta Beny Suharsono memberikan keterangan di Kantor Gubernur DIY. [Suara.com/Putu Ayu P]

SuaraJogja.id - Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merangkul mahasiswa dari semua daerah. Hal ini dilakukan untuk mengantisipsi friksi atau konflik seperti yang terjadi di Manokwari, Papua Barat.

"Tidak hanya antisipatif, tapi kami merasa masyarakat Yogyakarta salah satu hidupnya dari kehadiran mahasiswa karenanya semua perlu dirangkul, diarahke (diarahkan)," ujar Paniradya Pati Kestimewaan Yogyakarta, Beny Suharsono di Kantor Gubernur DIY, Senin (19/8/2019).

Salah satu upaya yang dilakukan, menurut Beny adalah membatasi waktu mereka untuk tinggal di asrama mahasiswa. Banyak diantara mereka yang tinggal di asrama tanpa srawung (komunikasi) dengan masyarakat sekitar.

Pembatasan dilakukan agar kehidupan mereka tidak eksklusif hanya bersama dengan teman-teman satu daerah. Apalagi saat ini ada lebih dari 100 perguruan tinggi di DIY. Mereka tersebar di puluhan asrama mahasiswa di berbagai titik.

Baca Juga: Pasca Asrama Dikepung, Ini Janji Khofifah ke Mahasiswa Papua

"Mahasiswa dibatasi satu atau dua tahun saja di asrama, setelah itu keluar ke masyarakat tinggal di kos atau rumah warga," ungkapnya.

Berbaur dengan masyarakat, lanjut Beny akan memberikan efek domino yang positif. Mahasiswa menjadi kebih bisa bersosialisasi dengan masyarakat. Sedangkan, masyarakat bisa merasakan dampak positif. Diantaranya berkembangnya kos-kosan, kuliner, transportasi dan lain sebagainya.

"Kalau (mahasiswa) masih di asrama masing-masing maka ada yang terpenggal mata rantainya (komunikasinya). Kalau kita arahkan, rangkul ke masyarakat maka mereka bisa saling mengenal dan memahami," katanya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Baca Juga: Sesalkan Kerusuhan di Jatim, Kapolri: Warga Papua Jangan Terprovokasi

Load More