Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno
Rabu, 21 Agustus 2019 | 04:00 WIB
Staf Khusus Presiden RI Bidang Keberagamaan Internasional, Siti Ruhaini Dzuhayatin. [Suara.com/Putu Ayu P]

SuaraJogja.id - Kalijaga Institute for Justice (KIJ) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta meluncurkan Modul  “Integrasi Nilai-nilai Keren Berkarakter Nir Kekerasan Dalam Pembelajaran dan Budaya Sekolah”.

Pembuatan modul ini sebagai bentuk keprihatinan akan maraknya kekerasan, ekstrimisme, dan upaya-upaya radikalisme yang melahirkan sikap dasar intoleransi terhadap perbedaan dan keragaman sebagai realitas sosial. 

Padahal Indonesia yang penuh dengan keberagaman lanjut Nurhaini, dari sisi etnik, agama, status sosial ekonomi, budaya, gender, dan seterusnya. Namun sampai saat ini sikap intoleransi masih mewarnai kondisi sosial keberagaman di negeri ini, dan bahkan melahirkan tindak kekerasan yang perlu ditangani dan dicegah secara dini. 

Modul ini merupakan hasil  riset yang dilakukan oleh Tim Peneliti KIJ bekerja sama dengan The Australia-Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ2). Modul merupakan  model pembelajaran dan  gambaran suasana sekolah yang kondusif dalam upaya menciptakan proses pembelajaran yang optimal. 

Baca Juga: Kekerasan Meningkat, Umat Kristen di Yogyakarta Serukan Lawan Radikalisme

"Modul ini dapat digunakan sebagai bahan workshop bagi guru, siswa dan orang tua dalam penanaman nilai-nilai keren berkarakter," papar Staf Khusus Presiden RI Bidang Keberagamaan Internasional Siti Ruhaini Dzuhayatin di Grand Dafam, Selasa (20/8/2019).

Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sekaligus Direktur KIJ ini mengungkapkan, dipilihnya guru, siswa dan orang tua ini dalam proses pendidikan karena ketiganya  merupakan unsur penting dalam pendidikan.

Mereka diharapkan akan mampu bersinergi dalam proses pendidikan sehingga menghasilkan siswa atau lulusan yang berkualitas baik secara akademik maupun kepribadian.

Modul ini telah berhasil diujicobakan pada empat sekolah menengah di Kabupaten Klaten Jawa Tengah, yaitu SMK Negeri 2, SMA Muhammadiyah 1, SMP Negeri 3 dan SMPIT Ibnu Abbas. Dipilihnya Klaten sebagai piloting project dikarenakan kabupaten ini telah memiliki sejarah perjuangan yang cukup panjang. 

Selain itu masyarakat Klaten dikenal sebagai masyarakat yang kritis dan dinamis. Terbukti dengan banyaknya tokoh-tokoh perjuangan dan perlawanan yang berasal dari kabupaten ini sejak dari Sunan Pandanaran, Ki Ageng Gribig hingga  tokoh-tokoh lain seperti Ki Narto Sabdo (Dalang), GM Sudarta (Kartunis), Munawir Sazali (mantan Menteri Agama masa Orba) dan masih banyak lagi tokoh-tokoh di berbagai bidang yang mampu berkiprah dalam skala nasional.

Baca Juga: Gerakan Suluh Kebangsaan Rumuskan Strategi Hadapi Radikalisme

"Potensi kekerasan itu ada dimana-mana baik di rumah, di kantor, di sekolah dan di tempat-tempat lain. Adapun sumber dari kekerasan itu sebenarnya sama, yaitu intoleransi," paparnya.

Dia melanjutkan, modul ini diharapkan bisa diimplementasikan ke seluruh sekolah di Indonesia, sehingga dapat menjadi solusi dalam pencegahan kekerasan secara dini melalui penanaman nilai-nilai keren berkarakter dalam pembelajaran dan budaya sekolah. 

“Intinya, intoleransi adalah ketidakmampuan seseorang atau kelompok dalam menerima adanya perbedaan, padahal di satu sisi perbedaan adalah sebuah keniscayaan”, tegas Ruhaini.

Menurut Ruhaini, Modul ini memberikan gambaran dan pemahaman kotra narasi dalam melawan kekerasan ektrimisme. Bukan semata penanggulangan jangka pendek atau respon reaktif saja. Namun lebih difokuskan pada pencegahan  yang diawali pada usia sekolah. 

"Diharapkan keberhasilan para guru dan orang tua memahami dan mengimplementasikan nilai-nilai keren berkarakter dalam lingkungan sekolah dan keluarga, akan melahirkan generasi muda yang tidak hanya bersikap toleran dalam diam. namun mereka bisa menjadi duta-duta remaja yang lantang menyuarakan toleransi aktif dalam membendung kekerasan ekstrim," pungkasnya.

Sementara Rektor UIN Sunan Kalijaga, Yudian Wahyudi berharap modul ini bisa menjadi pemandu untuk mempersatukan anak bangsa , dimulai dari proses pembelajaran di sekolah dan keluarga. 

"Persatuan adalah hal yang harus disyukuri oleh kita sebagai bangsa Indonesia, bagaimana mengoptimalkan potensi pluralitas yang diberikan oleh Tuhan kepada bangsa Indonesia adalah hal yang harus kita lakukan sejak dini," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More