Scroll untuk membaca artikel
Dany Garjito | Arendya Nariswari
Rabu, 02 Oktober 2019 | 13:55 WIB
Lokalisasi Pasar Kembang beroperasi selepas tarawih di bulan Ramadan.(Suara.com/Rahmat Ali)

Tentu saja, kawasan tersebut dipenuhi oleh para pekerja proyek yang tengah mengerjakan rel kereta api tersebut.

Agar uang gaji para pekerja kembali jadi pemasukan pemerintah Belanda, akhirnya mereka membangun Pasar Kembang.

Tujuannya sudah pasti, agar gaji pekerja dapat dibelanjakan di Pasar Kembang dan dijadikan pemasukan oleh Pemerintah Belanda.

Seiring berjalannya waktu, semenjak Indonesia merdeka, banyak pihak yang kemudian memberikan penyuluhan kepada para pekerja di Pasar Kembang.

Baca Juga: Warga Duga Sarkem Yogyakarta Kebakaran karena Puntung Rokok atau Kompor

Tetapi, keberadaan Pasar Kembang ini secara disadari atau tidak telah menunjang ekonomi dan sistem mata pencaharian warga sekitar.

Banyak warga sekitar Pasar Kembang yang membangun hotel, membuka warung makan dan terbilang relatif ramai dikunjungi wisatawan maupun penduduk lokal.

Alhasil, upaya penutupan Pasar kembang ini menjadi sulit untuk dilakukan.

Belum lagi, Pasar Kembang ini berlokasi di kawasan Malioboro yang jadi daya tarik wisatawan ketika datang ke Yogyakarta.

Kendati demikian, pemerintah Yogyakarta berharap Pasar Kembang ini janganlah dikenal sebagai wisata prostitusi.

Baca Juga: Gudang di Sarkem Kebakaran, Ini Momen Petugas Bahu-Membahu Padamkan Api

Mereka berharap, baik wisatawan dan warga lokal mengenal Pasar Kembang tersebut sebagai tempat yang mengandung nilai historis tinggi daripada wisata prostitusi.

Load More