Scroll untuk membaca artikel
Dany Garjito
Sabtu, 05 Oktober 2019 | 18:13 WIB
GKR Hayu. [Twitter]

Dihapusnya agenda pasar malam yang biasanya digelar selama sebulan karena keinginan Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan HB X. Salah satunya untuk mengembalikan semangat Sekaten laiknya era awal Kerajaan Mataram Islam di Jawa.

KPH Notonegoro dan GKR Bendhoro memberikan keterangan. [Suara.com/Putu Ayu P]

"Memang ini dawuh Dalem (perintah Sultan) sebetulnya. Ngarso Dalem sempat dawuh(memerintah-red) kalau alun-alun kalau setiap tahun dipakai pasar malam maka tidak akan pernah bisa bagus, jadi coba dilakukan dua tahun sekali," ungkap KPH Notonegoro yang menjabat Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan Kridhamardawa Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat di Yogyakarta, Kamis (3/10/2019).

Menurut KPH Notonegoro, Pasar Malam sebenarnya bukan bagian dari Sekaten yang digelar Kerajaan Mataram selama ratusan tahun. Sekaten digelar untuk mensyiarkan dan memperjuangkan agama Islam. Selain itu jadi wadah dakwah dan memupuk ukhuwah bagi pemeluk Islam yang dipusatkan di Masjid Gedhe Keraton.

Pasar malam dalam sejarahnya merupakan siasat pihak kolonial Belanda untuk mengadang syiar Islam dan menutup potensi pemberontakan dari masyarakat. Karenanya, keraton kali ini mengevaluasi penyelenggaraan pasar malam. Apalagi penyelenggaraan pasar malam menyebabkan kerusakan rumput dan terjadi penumpukan sampah di Alun-alun Utara setiap tahunnya.

Baca Juga: Bukan Dihapus, Pasar Malam Sekaten Yogyakarta Digelar Dua Tahunan

Load More