SuaraJogja.id - Bulan Oktober hingga Januari dijelaskan komunitas pecinta satwa "Kampung Satwa" Yogyakarta sebagai musim tetas reptil, sehingga fenomena kemunculan ular di berbagai daerah belakangan ini pun mereka anggap wajar.
"Jadi fenomena kemunculan anak ular di beberapa daerah ini sebenarnya hal yang wajar," kata Sekretaris Kampung Satwa Hanif Kurniawan di Yogyakarta, Minggu (29/12/2019).
Menurut penjelasan Hanif, kemunculan ular kobra di permukiman disebabkan oleh diubahnya habitat asli kobra menjadi kawasan perumahan. Apalagi, kawasan perumahan dulunya sawah yang banyak ditumbuhi pepohonan.
"Jadi memang habitatnya di situ dan ini jadi indikator jika alamnya bagus," katanya, dikutip dari Antara.
Hanif menyarankan warga untuk mengusir kobra yang ditemukan di area rumah menggunakan sapu.
"Sebisa mungkin jangan sampai dibunuh," katanya.
Ia pun menyebutkan, membersihkan rumah secara rutin dapat meminimalisasi masuknya ular, termasuk jenis ular kobra, ke area tempat tinggal.
"Upaya untuk menghindari masuknya ular, termasuk kobra ke rumah-rumah, dapat dilakukan dengan membersihkan area rumah secara rutin," kata dia.
Sementara itu, untuk penanganan pertama gigitan kobra, ia menyarankan agar dilakukan sesuai standar WHO, yakni dengan cara imobilisasi, atau membuat bagian tubuh yang digigit ular itu tidak bergerak.
Baca Juga: Zara JKT48 Tak Bisa Bayangkan Ada di Posisi Si Doel
"Cara termudah dengan menggunakan dua bilah kayu, bambu, atau kardus, serta bahan-bahan lain yang bersifat rigid atau kaku," ujar Fanif.
Ada dua metode imobilisasi yang disebutkan Hanif: dengan dan tidak dengan "elastic band" atau perban elastis. Metode pemakaian perban elastis diterapkan khusus untuk kasus gigitan ular dengan bisa neurotoksin yang kuat.
"Imobilisasi untuk neurotoksin yang sifatnya cepat menyebabkan gagal napas dan gagal jantung dengan hitungan detik hingga menit, disarankan menggunakan elastic band," tutur Hanif, menambahkan bahwa metode perban elastis harus dilakukan tenaga terlatih seperti perawat.
"Artinya, tindakan ini tidak disarankan untuk dilakukan oleh masyarakat awam. Imobilisasi dilakukan dalam kurun waktu 24 jam sampai 48 jam," imbuhnya.
Sementara itu, lanjut dia, metode imobilisasi yang tidak menggunakan elastic band digunakan untuk menangani pasien-pasien yang tergigit ular yang sifatnya hematotoksin, sehingga menyebabkan pembengkakan.
"Kalau diperban elastis justru membuat kondisinya lebih jelek. Contohnya saat digigit ular tanah, ular kobra, king kobra. Itu bengkak dan menimbulkan sebuah pembengkakan atau nekrosis. Meskipun kobra dan king kobra sebenarnya juga ada sifat neurotoksinnya. Tetapi karena ada pembekakan, jadi tidak bisa menggunakan perban elastis," terangnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Feri Amsari Singgung Pendidikan Gibran di Australia: Ijazah atau Cuma Sertifikat Bimbel?
- 7 Mobil Kecil Matic Murah untuk Keluarga Baru, Irit dan Perawatan Mudah
- Gugat Cerai Hamish Daud? 6 Fakta Mengejutkan di Kabar Perceraian Raisa
- 21 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 22 Oktober 2025, Dapatkan 1.500 Gems dan Player 110-113 Sekarang
- Pria Protes Beli Mie Instan Sekardus Tak Ada Bumbu Cabai, Respons Indomie Bikin Ngakak!
Pilihan
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
-
Heboh Kasus Ponpes Ditagih PBB hingga Diancam Garis Polisi, Menkeu Purbaya Bakal Lakukan Ini
-
Makna Mendalam 'Usai di Sini', Viral Lagi karena Gugatan Cerai Raisa ke Hamish Daud
Terkini
-
Persela Tanpa Vizcarra & Bustos: PSS Sleman Diuntungkan? Ini Kata Sang Pelatih
-
Tak Hanya Siswa, Guru SMP Ikut Keracunan Makan Bergizi Gratis di Sleman, Ternyata Ini Alasannya
-
Tim SAR Evakuasi 2 Peserta Diklatsar yang Lemah di Lereng Merapi Tengah Malam
-
Tuntutan Terdakwa Kecelakaan BMW Maut Sleman Disorot, Fakta-fakta Ini jadi Keringanan dan Pemberatan
-
Siswa di Tiga Sekolah Sleman Dibawa ke Puskesmas usai Diduga Keracunan MBG, Satu Dirujuk ke RSA UGM