Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Kamis, 16 Januari 2020 | 14:04 WIB
Ilustrasi siswa SMA. [Antara/Herman Dewantoro]

"Misalnya dengan memperbanyak kajian dan dakwah Islam moderat di sekolah-sekolah," ungkapnya.

Selain itu, menurut dia, dibutuhkan juga pendampingan atau penyuluhan bagi siswa-siswi yang sudah terpapar paham radikal, tetapi sampai saat ini para penyuluh agama masih belum bisa masuk ke tanah sekolah untuk memberikan pendampingan tersebut.

"Kami masih menunggu adanya kesepakatan antara Kemenag dengan Disdik Sleman agar bisa masuk ke sekolah-sekolah. Kalau pintu ini dibuka, kami siapkan kurikulum bagi sekolah," kata Jalis.

Sebelumnya, Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKTP) Prof M Mukhtasar menyebutkan, selain sekolah, penyebaran paham radikal di Sleman rentan masuk ke kampus-kampus.

Baca Juga: Kebanjiran, Yuni Shara Belum Mau Pindah Rumah

"Radikalisme tingkat bawah ditanamkan dengan membangun sifat ekslusif. Menerapkan intoleransi setengah-setengah. Misalnya, tidak mau mengucapkan selamat saat perayaan hari raya agama tertentu," ujar Mukhtasar.

Load More