Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Selasa, 21 Januari 2020 | 10:10 WIB
Gubernur DIY Sri Sultan HB X ditemui di Kantor Gubernur DIY, Kamis (19/12/2019). - (SUARA kontributor/Putu)

SuaraJogja.id - Ramainya pergunjingan Keraton Agung Sejagat (KAS), yang diduga sebagai modus penipuan, akhirnya ditanggapi Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X. Ia meminta masyarakat DIY supaya lebih waspada terhadap gerakan dengan iming-iming untuk mendapatkan sesuatu.

Kendati demikian, Sultan tak bisa berbuat banyak untuk warga yang sudah menjadi pengikut Toto Santoso atau Sinuhun Totok Santoso Hadiningrat dan Fanni Aminadia atau Kanjeng Ratu Dyah Gitarja, pasangan pemimpin KAS, yang sempat mengontrak rumah di Desa Sidoluhur, Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman.

"Ya keyakinan begitu ya mau apa, dulu arep dadi [mau jadi] anggota [KAS] ora takon aku [tidak tanya saya]," kata Sultan sembari tersenyum saat dimintai komentar di Kepatihan, Senin (20/1/2020), seperti dikutip dari HarianJogja.com -- jaringan Suara.com.

Sultan menambahkan, masyarakat perlu lebih berhati-hati terhadap iming-iming seperti kelompok KAS, apalagi jika warga diminta menyetor sejumlah uang dan dijanjikan mendapatkan keuntungan atau jabatan tertentu.

Baca Juga: Uang Wartawan Senior Ludes Dibajak, Commonwealth dan Indosat Buka Suara

"Masyarakat hati-hati, soalnya wis [kalau sudah] diiming-imingi susah [tidak bisa menolak]. Kan tidak hanya itu, mengko nyetor duit dengan bunga tinggi yo dilakoni [diminta setor uang dengan bunga tinggi juga mau], ternyata juga kan digowo mlayu, iki piye [uangnya juga dibawa lari, bagaimana]," ujar Sultan.

Selain tidak mudah percaya dengan gerakan semacam itu, Sultan juga meminta masyarakat untuk lebih kritis ketika mendapati informasi yang dinilai mencurigakan, terutama jika orang tidak dikenal tiba-tiba bertamu atau tinggal di lingkungan sekitar.

"Bagaimana mewaspadai menjadi sesuatu yang penting, masyarakat kita sangat mudah percaya dengan orang lain, jadi ya susah. Urung karuan kenal wae dipercoyo [belum tentu kenal saja dipercaya], medayoh [bertamu] itu saya bilang kemarin, ora kenal medayoh [tidak kenal tetapi bertamu], paling kita tanyanya hanya asmane sinten [namanya siapa], saking pundi [dari mana], kita enggak akan bicara yang lain karena itu tabu," ucap Sultan.

Dirinya menilai, saat ini masyarakat lebih percaya dengan sumber maupun informasi yang belum dipastikan kebenarannya. Tentu hal semacam ini harus dihindari demi mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan.

"Begitu ngobrol sampai siang, monggo dahar rumiyin [silakan makan dulu], ketuk sore urung mulih ngobrol [ngobrol sampai sore], kulo badhe kesah griyo kulo tebih yen kulo nyepeng ten sedalu dhateng mriki kepareng? [Rumah saya jauh, kalau tidur semalam di sini boleh?] Wah njeh monggo [ya silakan], ngerti-ngerti Densus 88 teko kan mesti kena [tahu-tahu ditangkap Densus 88]," terang dia.

Baca Juga: Kementan Minta Produsen Salurkan Pupuk Sesuai Alokasinya

Namun, Sultan menyadari, sulit untuk mengubah kebiasaan masyarakat yang sangat terbuka dengan kelompok dari luar meskipun belum dikenal.

"Masyarakat kita, karena terbuka seperti itu, pasti kena, tetapi kan enggak bisa mengubah kebiasaan itu [menjadi] tertutup, satu-satunya cara ya kita sendiri yang harus hati-hati, kita terlalu sangat terbuka masyarakatnya, ora iso nolak [tidak bisa menolak]," imbuh Sultan.

Diberitakan sebelumnya, polisi terus mengusut dugaan penipuan dalam kasus Keraton Agung Sejagat di Purworejo, Jawa Tengah.

Diduga ada ratusan orang yang telah tertipu dengan membayar sejumlah uang karena berbagai iming-iming. Dilansir Solo Pos, Kabid Humas Polda Jateng Kombes Iskandar Fitriana Sutisna, Senin (20/1/2020), mengatakan, bahkan ada warga yang harus membayar hingga ratusan juta rupiah demi bergabung dengan keraton tersebut.

Sebanyak 18 saksi yang diduga menjadi korban telah diperiksa. Mereka rata-rata telah membayar Rp3 juta hingga Rp30 juta karena diiming-imingi jabatan dan gaji besar.

Load More