SuaraJogja.id - Fenomena klitih, atau kejahatan jalanan yang dilakukan tanpa motif yang jelas di Yogyakarta, bisa membuat wisatawan enggan berkunjung.
Pernyataan ini disampaikan Kabid Humas Polda DIY Kombes Pol Yuliyanto. Ia menjelaskan, fenomena klitih tidak saja berdampak pada keamanan, tapi juga ekonomi.
"Misal ada orang ingin jalan-jalan di Jogja, tapi saat muncul berita klitih, bisa saja membatalkan," ujar Yuliyanto pada HarianJogja.com -- jaringan SuaraJogja.id, Rabu (22/1/2020).
Dampak serupa disebutkan juga bisa terjadi pada dunia pendidikan. Misalnya, orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya di Jogja bisa mengurungkan niat karena banyaknya klitih.
Jika terus dibiarkan, ini bisa membuat situasi Jogja tidak kondusif. Pihak-pihak terkait termasuk Polda DIY pun perlu lebih serius menangani fenomena klitih.
Menurut Yuliyanto, orang tua memiliki peran besar dalam mengatasi masalah klitih. Mereka perlu melakukan pengawasan, seperti mencari tahu di mana anaknya jika belum pulang juga ketika sudah larut malam.
Penegakan jam wajib belajar juga bisa menjadi upaya preventif, kata Yuliyanto. Ketua RT dan pengurus kampung bisa keliling memastikan anak sekolah belajar pada jam wajib belajar.
Sementara itu, polisi terus melakukan patroli malam, yang belakangan ini bahkan lebih diperketat. Jika biasanya yang berpatroli hanya petugas yang piket, sekarang pihaknya bahkan melibatkan Brimob.
"Mengurangi kenyamanan anak nongkrong dengan diperiksa saku, jaket dan jok motor," ungkap Yuliyanto.
Baca Juga: Bukan Logam, Ilmuwan Ciptakan Robot Pertama yang Dibuat dari Sel Hidup
Pelaku klitih, kata dia, kebanyakan berusia remaja. Namun meski di bawah 18 tahun, selama bisa dijerat dengan pasal pidana, pelaku akan diproses sesuai prosedur.
"Kalau anak-anak, tetap kami lakukan proses meski berbeda karena amanah UU. Sidang untuk anak-anak juga berbeda," ungkap Yuliyanto.
Terkait spanduk anti-klitih, menurut dia, itu inisiatif bagus karena dalam menangani klitih, kepolisian tidak bisa bekerja sendiri, melainkan perlu keterlibatan stakeholder.
"Saat sudah masuk kriminal, polisi lakukan penegakan. Saat masih dalam taraf potensi kriminal, keluarga, tokoh agama, dan sekolah harus ikut," jelas Yuliyanto.
Berita Terkait
Terpopuler
- KPK: Perusahaan Biro Travel Jual 20.000 Kuota Haji Tambahan, Duit Mengalir Sampai...
- Selamat Datang Elkan Baggott Gantikan Mees Hilgers Bela Timnas Indonesia, Peluangnya Sangat Besar
- Jangan Ketinggalan Tren! Begini Cara Cepat Ubah Foto Jadi Miniatur AI yang Lagi Viral
- Hari Pelanggan Nasional 2025: Nikmati Promo Spesial BRI, Diskon Sampai 25%
- Maki-Maki Prabowo dan Ingin Anies Baswedan Jadi Presiden, Ibu Jilbab Pink Viral Disebut Korban AI
Pilihan
-
Media Lokal: AS Trencin Dapat Berlian, Marselino Ferdinan Bikin Eksposur Liga Slovakia Meledak
-
Rieke Diah Pitaloka Bela Uya Kuya dan Eko Patrio: 'Konyol Sih, tapi Mereka Tulus!'
-
Dari Anak Ajaib Jadi Pesakitan: Ironi Perjalanan Karier Nadiem Makarim Sebelum Terjerat Korupsi
-
Nonaktif Hanya Akal-akalan, Tokoh Pergerakan Solo Desak Ahmad Sahroni hingga Eko Patrio Dipecat
-
Paspor Sehari Jadi: Jurus Sat-set untuk yang Kepepet, tapi Siap-siap Dompet Kaget!
Terkini
-
Heboh Ulat di MBG Siswa, Pemkab Bantul Akui Tak Bisa Sanksi Langsung Penyedia Makanan
-
Swiss-Belhotel Airport Yogyakarta Gelar Perlombaan Sepatu Roda Regional DIY-Jawa Tengah
-
Jogja Siap Bebas Sampah Sungai! 7 Penghadang Baru Segera Dipasang di 4 Sungai Strategis
-
Gunungan Bromo hingga Prajurit Perempuan Hadir, Ratusan Warga Ngalab Berkah Garebeg Maulud di Jogja
-
JPW Desak Polisi Segera Tangkap Pelaku Perusakan Sejumlah Pospol di Jogja