Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Sabtu, 07 Maret 2020 | 18:19 WIB
ilustrasi keris

SuaraJogja.id - Keris milik pahlawan kemerdekaan Republik Indonesia, Pangeran Diponegoro yang sebelumnya berada di Belanda, dipulangkan ke tanah air.

Hal itu diungkapkan sejarawan Universitas Gadjah Mada, Sri Margana, Sabtu (7/3/2020). Anggota Tim Verifikasi Keris Pangeran Diponegoro itu menyebut, keris yang diketahui bernama keris Naga Siluman tersebut sebelumnya disimpan oleh Museum Volkenkunde di Leiden, Belanda.

Pihak museum sudah lama mencoba mencari Keris Diponegoro yang ada di koleksinya sejak 1984. Sang kurator museum, Pieter Pott, adalah orang pertama yang melakukan upaya ini, sebelum kemudian menjadi direktur museum. Apa yang sudah diawali oleh Pieter, diikuti oleh Prof. Susan Legene dari Frije Universiteit Amsterdam, Johanna Leifeldt pada 1917 dan Tom Quist pada 2019.

"Dari penelitian empat peneliti itu ditemukan ada tiga keris yang diduga milik Pangeran Diponegoro," ungkapnya.

Baca Juga: Jelang Imlek, 3 Keris Pusaka Tokoh Banyumas Ikut Disucikan di Kelenteng

Pada 2019, Tom Quist sepakat dengan pendapat Johanna Leifeldt, bahwa dua keris lain yang ditemukan oleh Pieter Pott dan Susan Legense dipastikan bukan keris Pangeran Diponegoro.

"Kepastian bahwa keris Diponegoro ada di Belanda dibuktikan dari tiga dokumen penting. Yaitu korespondensi antara De Secretaris van Staat dengan Directeur General van het department voor Waterstaat, Nationale Nijverheid en Colonies antara 11-15 Januari 1831," ujarnya.

Dalam sebuah korespondensi itu disebutkan, bahwa Kolonel J.B. Clerens menawarkan kepada Raja Belanda Willem I sebuah keris dari Diponegoro. Keris kemudian disimpan di Koninkelijk Kabinet van Zelfzaamheden (KKVZ). Setelah itu pada 1883, keris ini diserahkan ke Museum Volkenkunde Leiden.

Dokumen kedua adalah kesaksian dari Sentot Prawirodirjo yang ditulis dalam Bahasa Jawa kemudian diterjemahkan dalam Bahasa Belanda. Dalam surat itu Sentot menyatakan bahwa, ia melihat sendiri Pangeran Diponegoro menghadiahkan Keris Kyai Naga Siluman kepada Kolonel Clerens.

Dokumen ketiga, berupa catatan dari Raden Saleh di sisi kanan surat kesaksian Sentot Prawirodirjo. Pelukis yang pernah tinggal di Belanda dan melukis penangkapan Pangeran Diponegoro itu telah melihat dengan mata kepala sendiri keris itu di Belanda menjelaskan makna Keris Naga Siluman dan ciri-ciri fisik keris itu.

Baca Juga: Coast Guard China Bawa Senjata di Natuna, Kepala Bakamla: Kita Pakai Keris

Dari ketiga dokumen itu para peneliti di Belanda yakin bahwa keris koleksi Museum Volkenkunde Leiden dengan nomor seri 360-8084 , yang dianggap paling mendekati dengan kesaksian tiga dokumen itu.

Pada Januari 2020, Tim verifikasi dari Viena Austria, Dr. Habil Jani Kuhnt-Saptodewo yang diminta menverifikasi temuan tim Belanda itu menyatakan yakin, bahwa Tom Quist dan Johanna Leijfeldt telah menghadirkan dokumen dan arsip-arsip yang meyakinkan untuk menyatakan keris itu milik Pangeran Diponegoro.

"Pada Februari 2020, saya diminta oleh Dirjend Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan kebudayaan untuk menverifikasi hasil temuan Provenant Research di Museum Volkenkunde Leiden itu, guna memastikan bahwa keris itu milik Pangeran Diponegoro," tambahnya.

Keris Naga Siluman milik Pangeran Diponegoro yang lama tersimpan di Belanda akhirnya kembali ke tanah air, Sabtu (7/3/2020). [ist / dok.pribadi Sri Margana]

Dalam proses verifikasi itu, Sri memiliki sedikit perbedaan pendapat dengan tim peneliti Belanda tentang salah satu dari tiga binatang, yang diukirkan pada keris itu. 

"Namun setelah melihat langsung objeknya, saya pastikan bahwa binatang yang diinterpretasikan sebagai gajah, singa atau harimau itu sebenarnya adalah Naga Siluman Jawa," tuturnya.

Dari ukiran Naga Siluman Jawa ini, ia meyakini, bahwa keris ini milik Pangeran Diponegoro yang dinamai Naga Siluman.

"Pengembalian ini sesuatu yang penting, kita memiliki bukti sejarah yang lebih lengkap lagi, tentang perjuangan Pangeran Diponegoro. Semoga benda bersejarah lainnya yang masih di Belanda juga bisa kembali," tandasnya.

Kontributor : Uli Febriarni

Load More