Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Senin, 30 Maret 2020 | 21:22 WIB
Masjid Pathok Negoro Plosokuning, [Dok. kratonjogja.id]

Kamal menjelaskan kegiatan ini merupakan tradisi leluhur. Dimana jaman dahulu, prosesi ini dilakukan sambil membawa ubo rampe berupa pusaka-pusaka. 

"Namun sekarang sudah gak ada ya, yang penting kita berdoa kepada Allah semoga wabah ini segera berakhir," kata Kamal. 

Selain untuk memohon kepada Allah, kegiatan ini juga diharapkan dapat membuat warga tenang. Pelaksanaan kegiatan ini, juga dilakukan atas inisiasi jamaah masjid yang mulai khawatir dengan merebaknya wabah corona. 

Latar belakang dilaksanakan kegiatan ini,sebagai wujud kepirhatinan atas situasi saat ini. Serta mengajak masyarakat untuk berdzikir sebagai salah satu solusi yang diajarkan oleh para leluhur. 

Baca Juga: PN Sleman Lakukan Sidang Online Selama Wabah Corona Belum Reda

Kamal menyebutkan, prosesi ini tidak jauh berbeda dengan prosesi mubeng benteng yang dilaksanakan di Kraton. 

Menurut info dari kasepuhan, kegiatan ini terakhir dilakukan pada jaman penjajahan Jepang. Namun, kegiatan serupa juga sering dilaksanakan di wilayah-wilayah pesantren, seperti Wonokromo dan Mlangi. 

Hingga saat ini Kamal menyampaikan aktivitas masih berjalan, dengan tetap waspada pada kesehatan jamaah.

"Bagi kami wabah ini harus dihadapi dengan lahir dan batin. Bukan hanya dengan lahir saja, lockdown misalnya," kata Kamal. 

Ia menyebutkan, bahwa persiapan secara batin juga diperlukan. Salah satunya dengan tetap datang ke masjid dan berdzikir bersama. 

Baca Juga: Gugus Tugas Sleman Kurangi Jam Buka Toko Modern dan Akan Evaluasi ODP

Menurutnya, jika persiapan lahir dilakukan tanpa persiapan batin justru akan berbahaya dan dapat menyerang mental masyarakat. Hal ini juga untuk menjaga spritualitas jamaah yang sudah terbiasa melakukan dzikir bersama.  

Load More