SuaraJogja.id - Terik panas matahari di Kantor Palang Merah Indonesia (PMI) Sleman siang tak menyurutkan semangat relawan mencuci perlengkapan seperti helm, sepatu boot, hingga kacamata pelindung. Meskipun mereka baru saja melaksanakan pemakaman pasien dengan pengawasan (PDP) yang diduga terpapar Covid-19, Kamis (7/5/2020).
Sebagian relawan terlihat membersihkan diri, sementara yang lain menghabiskan waktu untuk beristirahat saat Suarajogja.id menyambangi kantor mereka.
Markas PMI Sleman yang menjadi salah satu Posko Satgas Darurat Covid-19 memiliki ratusan cerita yang terselip selama wabah Corona merebak di Yogyakarta.
Satgas yang telah membantu 12 kali pemakaman pasien ini menceritakan betapa sulitnya menggunakan alat pelindung diri (APD) berupa baju hazmat. Resiko besar juga mengancam relawan lantaran kurangnya sirkulasi udara di baju hazmat bsa menyebabkan dehidrasi dan kesulitan bernapas.
"Jika dibilang resiko, sangat beresiko saat menggunakan hazmat dengan perlengkapan lainnya. Namun lebih beresiko lagi jika tak menggunakan APD ini saat situasi pendemi Corona," terang Septiadi Pitianta (33) saat ditemui suarajogja.id, Kamis.
Adi sapaan akrabnya, bertugas sebagai relawan humas di Satgas Covid-19, ia senantiasa memperhatikan kondisi kesehatan anggota yang akan terjun untuk melakukan pemakaman.
"Selalu kita cek terlebih dahulu kesehatan anggota. Bagaimana suhu tubuhnya, tekanan darah, termasuk psikis mereka. Karena menggunakan APD ini tak hanya menggunakan seragam tertutup tapi ada resiko kelelahan hingga kemungkinan dehidrasi," terang dia.
Menggunakan APD sudah menjadi kewajiban bagi mereka. Tidak boleh ada sedikit celah di APD, karena hal itu bisa menjadi faktor penyebaran virus.
"Jadi harus dibantu, memang ada level-level tertentu pada APD, namun yang jelas, celah-celah ini harus tertutup, biasanya di sill (diplester) agar tertutup rapat. Durasi pemakaiannya bisa mencapai 20 sampai 30 menit, paling lama 45 menit," katanya.
Baca Juga: Dibolehkan Menhub, Stasiun Gambir akan Beroperasi di Tengah Larangan Mudik
Selain baju hazmat, sepatu boot, sarung tangan respirator mask atau masker N95 kacamata atau google juga digunakan. Bahkan ketika masih ada celah udara masuk, bagian muka juga harus diplester.
"Jadi sirkulasi udara nol, sehingga keadaan di dalam APD panas dan akan mengeluarkan banyak keringat. Beberapa kasus kami melakukan pemakaman pada siang hari. Pernah terjadi pada kasus ke-9 saat kami memakamkan pasien diduga covid di Godean. Karena salah komunikasi, tim PMI yang akan menjemput pasien di rumah sakit harus menunggu 45 menit. Karena pasien yang akan dimakamkan belum siap," katanya.
Adi yang saat itu bertugas dalam pemakaman harus menunggu dengan cara berdiam diri di tempat yang lebih dingin. Mereka tak bisa sembarangan membuka APD karena mengenakannya saja harus memakan waktu yang tak sedikit.
"Itu puasa hari kedua, jenazah yang kami jemput belum siap. Pukul 10.00 WIB akhirnya kami ambil dan dibawa ke lokasi pemakaman. Saat itu sudah tidak karuan dan tenaga yang terkuras cukup banyak," tutur Adi.
Tak hanya itu, saat memakamkan jenazah dengan berat diatas rata-rata, salah seorang anggotanya pernah hampir kehabisan napas. Hingga akhirnya harus didatangkan oksigen untuk membantu memulihkan keadaan.
"Jenazah saat itu memilki berat lebih kurang 100 kilogram. Saya yang mendampingi rekan relawan saat pemakaman mendengar suara napas mereka tersengal-sengal. Pemakaman ini cukup berbeda, hingga satu anggota saya minta untuk menepi dan saya menelepon posko induk untuk dikirimkan oksigen," kata Adi.
Koordinator Operasional Satgas Covid PMI Sleman, Yusuf Toto Purwoko menyebut, APD harus tetap digunakan meski jenazah pasien diduga terjangkit Corona sudah ditutup dengan peti rapat.
"Sebenarnya penanganan jenazah Covid ini sudah sangat tertutup, bahkan desinfeksi juga dilakukan. Artinya memang aman, tapi yang menjadi persoalan mengapa relawan atau petugas pemakaman harus menggunakan APD ini karena aktivitas anggota yang keluar masuk rumah sakit. Karena besar kemungkinan potensi penularan terjadi di sana," ungkapnya.
Yusuf juga mengisahkan, aktivitas pemakaman Satgas Covid-19 kadang menjadi pelintiran kabar hoaks oleh pihak tak bertanggung jawab yang disebar di media sosial.
"Situsasi saat ini banyak sekali kabar hoaks terjadi di media sosial. Contoh saat kami akan mengantarkan jenazah ke makam padahal jenazah ini tak berkaitan dengan covid. Namun harus dilakukan dengan protokol covid sehingga petugas harus menggunakan baju APD lengkap," ungkapnya.
Hal itu bisa terjadi karena warga yang berada sengaja mendokumentasikan pemakaman dan memposting di media sosial dengan narasi bahwa jenazah yang dikubur terpapar positf Corona.
"Hal-hal ini yang membuat geger warga lainnya. Sebenarnya sebelum pemakaman, tim dari PMI sudah melakukan assesment ke lokasi pemakaman dengan mendatangi ketua RT dan warga. Kami menjelaskan bahwa pemakaman memang dilakukan di lokasi itu tapi tak berkaitan dengan covid. Tapi ada saja warga yang sengaja mengambil gambar dan memposting hingga menjadi Hoaks," jelas Yusuf.
Bagi Adi dan Yusuf, apa yang mereka lakukan adalah bentuk aksi kemanusiaan yang tak ternilai. Menjadi garda terdepan penanganan Covid-19 bukan lagi masalah materi melainkan panggilan nurani.
"Sebenarnya kami sangat senang melakukan pekerjaan ini. Tetapi yang membuat saya tersentuh saat masyarakat datang dan secara spontan menjabat tangan saya untuk berterimakasih. Hal itu membuat apa yang saya lakukan terbayar," kata Adi menutup pembicaraan.
Berita Terkait
-
Pasien Covid-19 dan PDP Butuh Protein Tambahan Untuk Jaga Imunitas
-
Innalillahi Bayi PDP Corona di Jombang Terus Memburuk, Akhirnya Meninggal
-
Jenazah Diantar Cuma Sampai Gang, PDP Terpaksa Dimakamkan Warga Tanpa APD
-
Bantu Tenaga Medis, P&G Indonesia Beri Donasi APD Senilai Rp 1,5 Miliar
-
Kunjungi Pabrik APD, Donald Trump Ogah Pakai Masker
Terpopuler
- Sehat & Hemat Jadi lebih Mudah dengan Promo Spesial BRI di Signature Partners Groceries
- Sahroni Blak-blakan Ngaku Ngumpet di DPR saat Demo 25 Agustus: Saya Gak Mungkin Menampakan Fisik!
- Baru Sebulan Diterima, Bantuan Traktor untuk Petani Cianjur Malah Dijual Ketua Gapoktan
- Dilakukan Kaesang dan Erina Gudono, Apa Makna Kurungan Ayam dalam Tedak Siten Anak?
- Senang Azizah Salsha Diceraikan, Wanita Ini Gercep Datangi Rumah Pratama Arhan
Pilihan
-
Ledakan Followers! Klub Eropa Raup Jutaan Fans Berkat Pemain Keturunan Indonesia
-
Demo Hari Ini 28 Agustus: DPR WFH, Presiden Prabowo Punya Agenda Lain
-
Dikuasai TikTok, Menaker Sesalkan PHK Massal di Tokopedia
-
Thom Haye Gabung Persib Bandung, Pelatih Persija: Tak Ada yang Salah
-
Bahas Nasib Ivar Jenner, PSSI Sebut Pemain Arema FC
Terkini
-
ITF Bawuran Genjot Kapasitas: Bakar Sampah Lebih Banyak, Biaya Juga Naik?
-
Profil Salsa Erwina, Perempuan Muda dari UGM yang Berani Tantang Debat Ahmad Sahroni
-
Guru Jadi 'Korban' Pertama? Terungkap Alasan Guru SMPN 3 Berbah Ikut Terpapar Keracunan Makanan Gratis
-
Trans Jogja Terancam? Subsidi Dipangkas, Bus Jadi Billboard Berjalan
-
Tragis! Warga Sleman Temukan Mayat Bayi di Bawah Pohon Beringin, Tali Pusar Belum Terpotong