Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Senin, 11 Mei 2020 | 18:20 WIB
Letusan Gunung Merapi di Yogyakarta Jumat pagi, (11/5/2018). [Dok BNPB]

SuaraJogja.id - Hari ini dua tahun lalu menjadi salah satu momen tak terlupakan bagi warga Jogja, terlebih yang tinggal tak jauh dari Gunung Merapi. Saat itu, 11 Mei 2018, terjadi letusan freatik Merapi, yang kemudian berujung pada ditingkatkannya status gunung yang berada di perbatasan DIY dan Jawa Tengah itu.

Pagi itu, Jumat (11/5/2018) sekitar pukul 07.30 WIB, Merapi mengeluarkan asap tebal yang membumbung tinggi ke udara. Dari aktivitas vulkanik tersebut, terdengar suara gemuruh disertai kemunculan asap setinggi hinggi 5.500 meter dari puncak Merapi.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB kala itu, mendiang Suopo Purwo Nugroho, mengatakan bahwa letusan freatik itu melontarkan abu vulkanik, pasir, dan material piroklatik. Letusan freatik, kata Sutopo, terjadi akibat dorongan tekanan uap air hasil dari kontak massa air dengan panas di bawah kawah Gunung Merapi.

Saat terjadi letusan itu, masih ada sebagian pendaki di kawasan Pasar Bubrah, yang biasa digunakan para pendaki Merapi untuk menginap dan memasang tenda. Masyarakat yang tinggal dalam radius 5 km, begitu juga para pendaki, kemudian diinstruksikan untuk evakuasi ke bawah di barak pengungsi. Seluruh warga pun selamat dan tak ada laporan pendaki meninggal dunia ataupun luka-luka.

Baca Juga: Kontrak ABK WNI di Kapal Long Xing; Dilarang Protes Disajikan Makanan Haram

Tak lama setelahnya, turun hujan abu tipis di wilayah lereng barat. Hujan abu vulkanik juga dilaporkan terjadi di Tugu Kaliurang, Sleman.

Letusan freatik, yang dinilai tak bahaya itu, rupanya menjadi awal peningkatan aktivitas Merapi. Pada Senin (21/5/2018), terjadi letusan freatik dengan interval yang hampir sama, yaitu tujuh hingga delapan jam. Letusan dimulai pada pukul 01.25 WIB, berulang pukul 09.38 WIB, dan disusul letusan pada 17.50 WIB, serta kembali terjadi letusan pada Selasa (22/5/2018) pukul 01.47 WIB.

Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta juga menyebutkan, muncul gempa tremor setelah erupsi freatik yang terjadi pada pukul 17.50 WIB. Tremor tersebut bisa disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk di antaranya tekanan gas yang cukup tinggi bercampur dengan baragam material seperti abu yang kemudian naik ke atas.

Letusan melontatkan abu vulkanik, pasir dan material piroklatik.

Malam harinya, 21 Mei 2018 pukul 23.00 WIB, BPPTKG menaikkan status Gunung Merapi dari normal menjadi waspada atau level II.

Warganet di Twitter pun, Senin (11/5/2020), turut mengenang kejadian dua tahun lalu itu. Mereka memutar kembali memori ketika letusan freatik terjadi di Gunung Merapi.

Baca Juga: Anda Harus Tahu, Ini 5 Fakta Terbaru Virus Corona Penyebab Sakit Covid-19

"11 Mei, artinya sudah dua tahun Merapi tutup semua jalur pendakian. 11 Mei 2018 Gunung Merapi mengalami letusan freatik. Waktu itu aku baru sampai Kemayoran mau bablas ke Garut naik Papandayan," cuit @Yamanda01.

"11 MEI 2020 tepat 2 tahun sudah setelah erupsi hari itu menyebabkan statusnya Level II sampe sekarang. Semoga lekas pulih kembali "Merapi yang Tak Pernah Ingkar Janji"!" tulis @mutiprtwi.

"Dua tahun letusan freatik Merapi 11 Mei 2018, dan di tahun tersebut status aktivitas merapi meningkat dari normal menjadi waspada sampai sekarang," ungkap @merapi_news.

Load More