Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Hiskia Andika Weadcaksana
Kamis, 28 Mei 2020 | 21:58 WIB
[Ilustrasi] Cabai keriting di Pasar Senen, Jakarta (Antara)

SuaraJogja.id - Harga cabai merah keriting dari petani Kulon Progo anjlok akibat pandemi Covid-19, yang tak berkesudahan. Petani dipastikan merugi karena saat ini adalah masa panen, tetapi malah harga jual turun jauh di bawah harga ideal.

Sukarman, salah satu petani cabai merah keriting yang mengelola lahan pertanian di pesisir Pantai Bugel, yang juga sekaligus sebagai Ketua Kelompok Tani Gisik Pranaji, Dusun II Bugel, Kalurahan Bugel, Kapanewon Panjatan, mengatakan, harga jual cabai merah keriting terus turun sejak Minggu (24/5/2020) atau tepat pada Hari Raya Idulfitri 1441 Hijriyah.

Saat itu harga per kilo masih dibanderol sebesar Rp14.000. Namun harga kemudian turun menjadi Rp7.000 pada Senin (25/5/2020). Sehari berselang, harga jual kembali turun berada di angka Rp5.000 per kilogramnya, hingga yang paling anjlok terjadi pada Rabu (27/5/2020) malam, menjadi Rp3.750 per kilogram.

"Ya penuruan ini tidak lepas dari pengaruh pandemi Covid-19. Warung makan, restoran, dan hotel banyak yang tutup, ditambah hajatan yang juga tidak digelar. Jadinya sekarang turunnya banyak," ujar Sukarman, saat ditemui SuaraJogja.id di rumahnya, Kamis (28/5/2020).

Baca Juga: Jelang New Normal, MUI Khawatir Jemaah di Masjid Membludak

Diberlakukannya PSBB di sejumlah kota besar juga mepengaruhi daya jual cabai merah keriting di pasaran. Kota-kota besar seperti Jakarta hingga kota di Sumatra menjadi contoh nyata melempemnya harga cabai merah keriting tersebut karena pemberlakuan PSBB.

Meskipun begitu, Sukarman mengaku masih tetap bisa melakukan pengiriman ke luar kota. Hanya saja, PSBB, yang mengakibatkan aktivitas belanja menurun, membuat stok di sana juga kadang tak habis.

"Sementara Break-even Point (BEP) atau standar harga agar petani bisa balik modal adalah Rp11.000 per kilogram. BEP itu ditentukan berdasarkan biaya pengeluaran petani, mulai dari perawatan tanaman hingga pengupahan tenaga petik, yang setiap kepala diberi minimal Rp60.000," kata Sukarman.

"Paling tidak Rp11.000 itu baru bisa balik modal atau BEP. Dihitung dari biaya pengeluaran petani, mulai perawatan tanaman hingga pengupahan tenaga petik, yang setiap kepala diberi minimal Rp60.000, jelas kami rugi untuk saat ini," ungkapnya lagi.

Sementara itu, salah satu petani lainnya, Emi Khorinah (34), mengatakan, jika harga masih berkelanjutan seperti ini, sudah dipastikan petani bakal merugi.

Baca Juga: Zaskia Adya Mecca Sempat Niat Gugurkan Kandungan, Tak Siap Tambah Anak Ke-5

"Harganya ambyar banget. Ya rugi kalau dihitung-hitung, tapi ya gimana lagi, bersyukur saja karena memang kondisinya seperti ini," kata Emi.

Load More