Sebab, selama ini kasus positif yang muncul di DIY diawali dari impor, baik warga luar datang ke DIY atau warga DIY yang punya riwayat perjalanan luar kota. Karena berinteraksi dengan penduduk setempat, maka terjadi penularan COVID-19.
"Tes massal tidak hanya RDT, tapi swab, karena ketersediaan laboratorium yang cukup banyak, sehingga hasilnya bisa diumumkan dengan cepat," ungkapnya.
Aji menambahkan, Pemda tidak bisa terlalu lama menutup kawasan wisata meski masih dalam masa pandemi karena Pemda sendiri harus segera mengembangkan pariwisata di DIY agar pemulihan ekonomi bisa dilakukan.
"Sehingga saat ini pariwisata kita geliatkan dalam rangka pertumbuhan ekonomi di masyarakat, dengan catatan, kesehatan tidak boleh diabaikan. Sebab, kalau kita menutup diri dengan alasan kesehatan, maka akan ada masalah dalam hal ekonomi masyarakat," ungkapnya.
Baca Juga: Pasien Positif COVID-19 di Bantul Membludak, DIY Tambah 28 Kasus Baru
Sementara, Juru Bicara Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Pemda DIY Berty Murtiningsih mengungkapkan, lonjakan kasus positif beberapa hari terakhir secara epidemiologi dikarenakan peningkatan jumlah warga yang diperiksa, sehingga didapat hasil positif COVID-19 yang juga lebih banyak.
"Saat ini mulai akhir Juni kemarin kita memprioritaskan pada tenaga kesehatan yang merupakan garda terdepan, baik di rumah sakit maupun puskemas. Mereka di-swab secara massal," ungkapnya.
Selain itu, gugus tugas juga memasifkan pelaksanaan tracing kontak. Kalau dulu tracing dengan kontak erat menggunakan RDT, saat ini semuanya langsung sudah di-swab dengan lingkaran lebih luas.
Sedangkan bagi warga dari luar kota atau yang memiliki riwayat luar kota dilakukan in depth interview. Bila berisiko tinggi, maka langsung dilakukan swab.
"Dengan swab yang banyak maka akhirnya dapat banyak [kasus positif]," jelasnya.
Baca Juga: Kasus Covid-19 di Bantul Terus Bertambah, Ini Penjelasan Dinkes
Berty mengungkapkan, tingginya kasus karena swab tersebut menjadikan peringatan penularan di masyarakat masih ada. Karenanya, Dinkes mengimbau adanya kewaspadaan masyarakat dengan jumlah Orang Tanpa Gejala (OTG) di masyarakat yang cukup banyak.
Berita Terkait
-
10 Surga Tersembunyi di Lombok, Wisata Lombok yang Lagi Hits
-
Hana Bank dan KTO Jalin Kerja Sama, Bidik Wisatawan Indonesia
-
Kronologi 9 Wisatawan Tewas Tertimpa Pohon Raksasa di Soppeng
-
2,5 Juta Wisatawan Kunjungi Puncak Setiap Tahun, Bachril Bakri Yakin Bisa Lebih
-
Jakarta Tourist Pass: Revolusi Transaksi Wisata di Jakarta
Terpopuler
- Dicoret Shin Tae-yong 2 Kali dari Timnas Indonesia, Eliano Reijnders: Sebenarnya Saya...
- Momen Suporter Arab Saudi Heran Lihat Fans Timnas Indonesia Salat di SUGBK
- Elkan Baggott: Hanya Ada Satu Keputusan yang Akan Terjadi
- Elkan Baggott: Pesan Saya Bersabarlah Kalau Timnas Indonesia Mau....
- Kekayaan AM Hendropriyono Mertua Andika Perkasa, Hartanya Diwariskan ke Menantu
Pilihan
-
Dua Juara Liga Champions Plus 5 Klub Eropa Berlomba Rekrut Mees Hilgers
-
5 Rekomendasi HP Infinix Sejutaan dengan Baterai 5.000 mAh dan Memori 128 GB Terbaik November 2024
-
Kenapa KoinWorks Bisa Berikan Pinjaman Kepada Satu Orang dengan 279 KTP Palsu?
-
Tol Akses IKN Difungsionalkan Mei 2025, Belum Dikenakan Tarif
-
PHK Meledak, Klaim BPJS Ketenagakerjaan Tembus Rp 289 Miliar
Terkini
-
Logistik Pilkada Sleman sudah Siap, Distribusi Aman Antisipasi Hujan Ekstrem
-
Seharga Rp7,4 Miliar, Dua Bus Listrik Trans Jogja Siap Beroperasi, Intip Penampakannya
-
Skandal Kredit Fiktif BRI Rp3,4 Miliar Berlanjut, Mantri di Patuk Gunungkidul Mulai Diperiksa
-
Pakar Ekonomi UMY Minta Pemerintah Kaji Ulang Terkait Rencana Kenaikan PPN 12 %
-
DIY Perpanjang Status Siaga Darurat Bencana hingga 2 Januari 2025