Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Mutiara Rizka Maulina
Rabu, 29 Juli 2020 | 13:10 WIB
Kenaldric Rafa Amiruzzaman, siswa kelas 1-B SD Al Falah Darussalam Tropodo, Kabupaten Sidoarjo, saat mengikuti materi belajar daring dari rumahnya, Senin (13/07/2020), [ANTARA/HO/FA]

SuaraJogja.id - Kisah inspiratif dibagikan oleh pengguna Facebook Ridwan Suryanagara. Ceritanya dalam memanfaatkan uang jimpitan untuk membantu pelaksanaan sekolah daring menarik perhatian warganet. Selain penyediaan akses internet gratis, hasil iuran tersebut juga digunakan untuk membeli tinta printer dan proyektor serta memberikan ongkos untuk guru yang datang mengajar ke kampung.

Ridwan mengatakan bahwa ia merupakan Kepala Rukun Tetangga (RT) di daerahnya. Sesuai dengan kesepakatan bersama, ia mengajak warga di sekitarnya untuk mengumpulkan iuran senilai Rp1.000 setiap harinya. Uang tersebut diletakkan di toples depan kediaman masing-masing.

Setiap akhir bulan, anggota karang taruna akan mengambil jimpitan tersebut. Totalnya setiap rumah menghasilkan Rp30.000. Tanpa menghitung jumlah anak di tiap rumah, semua warga memiliki hak dan kewajiban yang sama. Dari 55 Kepala Keluarga (KK) yang ikut membayar iuran, setiap bulannya mereka mendapatkan Rp1.600.000.

"Dari Rp1,6 juta yang terkumpul, Rp600 ribu untuk membayar akses Indihome 50 mbps," tulis Ridwan dalam keterangannya.

Baca Juga: Kritik Sistem Sekolah Online, Anji: Energi Orang Tua Tersedot

Ridwan menjelaskan, sisa uang Rp1 juta digunakan untuk membeli kertas HVS beberapa rim dan membeli tinta printer. Anak-anak yang membutuhkan untuk tugas sekolah bisa memanfaatkan fasilitas tersebut tanpa perlu pergi ke warnet lagi. Sisa uang itu juga masih cukup untuk membayar biaya ongkos guru yang datang mengajar di kampung.

Selain WiFi untuk publik, di balai RT juga disediakan komputer hasil sumbangan dari orang mampu di kampung tersebut. Anak-anak yang tidak memiliki ponsel dipinjami ponsel dari anak-anak karang taruna yang mengurus kegiatan belajar mengajar di kampung tersebut.

Remaja yang baru lulus SMA, SMK, dan D3 yang masih menganggur dipekerjakan untuk membimbing anak-anak di sana dengan imbalan Rp20.000/hari. Imbalan itu diambil dari uang kas RT. Dengan solusi tersebut, Ridwan menyebutkan bahwa orang tua yang bekerja masih bisa melakukan kegiatannya.

Anak muda yang tidak memiliki kegiatan diberdayakan untuk membimbing anak-anak lainnya. Mereka juga mengumpulkan uang untuk membeli proyektor kecil. Gunanya, agar materi pelajaran bisa disaksikan bersama, terutama oleh anak-anak yang tidak mendapatkan akses ponsel.

Anak-anak juga dinilai menjadi lebih fokus melihat satu layar besar bersama dibandingkan menatap ponsel masing-masing. Ridwan juga mengatakan, meski diberdayakan oleh warga kampungnya, tetapi ia tidak melarang anak dari wilayah lain untuk ikut belajar di tempat tersebut.

Baca Juga: Mengenal Recehan Sehat Jawara Virtual Hackthon BPJS Kesehatan

"Kalau ada anak yang dari luar kampung mau ikut belajar dikarenakan tidak mempunyai hp ya kami persilahkan dengan catatan diperiksa dulu setiap hari kesehatannya, ikutin aturan di kampung kami," tulisnya.

Load More