SuaraJogja.id - Seni pewayangan sejak lama dikenal selain sebagai hiburan juga tuntunan. Para Wali di zaman dahulu bahkan menggunakan media wayang sebagai syiar dan untuk memperkenalkan Islam di Nusantara.
Nah, siapa kira, metode serupa nyatanya juga diterapkan oleh Miftahul Khoir. Dalang muda yang akrab disapa Miko itu diketahui juga kerap menyisipkan dakwah Islam saat mementaskan wayang.
Perjumpaannya dengan seni perwayangan dimulai dari rasa keingintahuannya dengan dunia wayang. Karena penasaran, Ia lantas mengambil pendidikan strata satunya di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta pada tahun 2010.
Namun, di tengah perjalanan ia merasa lelah untuk mengikuti rutinitas dunia perwayangan. Seperti latihan dan beberapa kegiatan lainnya yang menyita waktu tidak sebentar.
Baca Juga: Mahasiswa KKN UNEJ Berikan Inovasi Platform Digital Pendukung Belajar Siswa
Miko pun merasa lebih cocok untuk mengisi pengajian yang tidak membutuhkan banyak persiapan.
Seiring berjalannya waktu, ia pun tercetus ide untuk menggabungkan kepiawaiannya mendalang yang digunakan sebagai media syiar Islam.
Selain pentas di tengah masyarakat umum, Miko mengaku beberapa kali mengisi di sejumlah pondok pesantren.
Untuk kalangan pondok pesantren, Miko lebih banyak memberi porsi cerita mengenai pewayangan yang jarang diketahui para santri. Sementara untuk pertunjukan kepada masyarakat umum, ia membawakan cerita-cerita islami sekaligus menyampaikan ajaran islam kepada masayrakat umum.
"Kalau di pesantren saya bawakan cerita-cerita perwayangan. Tapi, kalau di masyarakat umum saya bawakan cerita-cerita Islam," ujar Miko kepada Suarajogja.id Minggu (9/8/2020).
Baca Juga: PMM UMM Kampanyekan "Hindari Penyakitnya, Bukan Penderitanya".
Metode Miko mementaskan wayang dengan cerita-cerita Islami itu kemudian dikenal khalayak sebagai Wayang Ngaji.
Sementara itu, dalam dunia perdalangan, Miko dikenal dengan gelar Pathok Negoro. Nama tersebut ia dapatkan dari takmir Masjid Ploso Kuning Pathok Negoro.
Miko menceritakan, bahwa saat itu, ia menjadi dalang pertama yang menggelar wayang di masjid tersebut setelah 30 tahun tidak pernah ada.
Seusai pementasan itu, Miko kemudian diberi gelar Pathok Negoro dalam nama setiap pertunjukannya.
Meski begitu, Miko tak serta merta menerima gelar tersebut. Ia sempat merasa ragu untuk menyandang nama itu hingga kemudian, pria kelahiran Lamongan ini bertemu dengan GKR Hemas untuk meminta izin penggunaan nama tersebut dan diizinkan.
Miko sempat tidak mendapatkan dukungan dari kedua orangtuanya untuk melanjutkan pendidikan di ISI. Mereka, khawatir putra bungsunya itu tidak bisa mendapatkan pekerjaan sebagai dalang.
- 1
- 2
Berita Terkait
Terpopuler
- 1 Detik Jay Idzes Jadi Pemain Udinese Langsung Cetak Sejarah Liga Italia
- Pramono Ajak Anies Nobar Persija di JIS: Sekarang Tuan Rumahnya Saya, Bukan yang Bikin Nggak Nyaman
- Penyerang Rp1,30 Miliar Urus Naturalisasi, Lini Serang Timnas Indonesia Makin Ganas
- 9 Mobil Bekas Merek Xenia Harga di Bawah Rp60 Juta, Cocok Jadi Kendaraan Keluarga
- Tecno Pova Curve 5G Lolos Sertifikasi di Indonesia: HP Murah dengan Layar Elegan
Pilihan
-
Perintah Hemat Prabowo Mulai Longgar, Sri Mulyani Buka Blokir Anggaran Rp129 Triliun Bagi 99 K/L
-
Cukai Minuman Manis Batal Berlaku di 2025
-
Ekonomi Loyo, Pajak Ambles Rp77 Triliun: APBN Mei 2025 Minus!
-
Perang Iran-Israel Bikin Sri Mulyani Was-was, Kenapa?
-
Here We Go! Jaka Pindah ke Leeds United, Jay Idzes Direkrut Udinese?
Terkini
-
Luncurkan SINAR Sleman, Inovasi Digital Pemkab agar Warga Bisa Kontrol Pembangunan Daerah
-
Purnawirawan Desak Gibran Dimakzulkan, DPR Pilih Tunda Pembahasan: Ada Apa dengan Tanggal 20?
-
Trauma Korban '98 Dibunuh Dua Kali? Sejarawan Kecam Pernyataan Fadli Zon Soal Pemerkosaan Massal
-
Perang Iran-Israel Ancam Indonesia, Pakar Perdamaian Minta Prabowo Serukan Gencatan Senjata
-
Pengemudi Diduga Mabuk Tabrak Motor di Sleman: Korban Luka Serius, Polisi Temukan Botol Miras