Scroll untuk membaca artikel
Dwi Bowo Raharjo | Muhammad Ilham Baktora
Jum'at, 14 Agustus 2020 | 02:00 WIB
Perwakilan warga Denggung, Kabupaten Sleman, memberi draf persoalan yang mereka alami tehadap adanya menara telekomunikasi kepada Lembaga Ombudsman DIY, Kamis (13/8/2020). (Suara.com/Baktora)

SuaraJogja.id - Ribut-ribut soal pengoperasian menara telekomunikasi di wilayah Denggung, Kecamatan/Kabupaten Sleman memasuki babak baru. Warga yang terdampak di sekitar tower milik PT Tower Bersama Grup (TGB) merasa khawatir lantaran mendapat panggilan dari kepolisian dan mereka merasa terintimidasi.

Warga RT 4 di Padukuhan Denggung, Subagyo Stefanus (62) bersama sejumlah warga lain dan pengacaranya meminta rekomendasi ke Lembaga Ombudsman (LO) DIY terkait panggilan polisi yang kerap warga terima.

"Sejak 5 Agustus lalu beberapa warga dari RT, RW dan Dukuh dipanggil polisi. Karena kami sebagai warga awam, dipanggil polisi jadi was-was takutnya ada apa-apa. Memang hanya berupa panggilan namun rasanya khawatir, padahal kami menyuarakan penolakan pengoperasian tower karena dampak yang dirasakan banyak warga," terang Subagyo ditemui di Kantor LO DIY, Kota Yogyakarta, Kamis (13/8/2020).

Subagyo melanjutkan, pemanggilan warga oleh aparat mulai dilakukan sejak pengelola tower melaporkan warga terhadap aksi penutupan dan pemasangan banner di sekitar tower.

Baca Juga: Ombudsman Kritik Aturan Gage di Masa PSBB Transisi: Keputusan Tergesa-gesa

"Mereka mengganggap bahwa kami mengganggu pekerjaan untuk kepentingan masyarakat. Kami dikenai pasal tentang UU ITE, mulai dari situ kami seakan merasa diintimidasi," ujar Subagyo.

Ia melanjutkan bahwa adanya tower tersebut berdampak pada alat elektronik warga. Banyak televisi, dan barang elektronik lainnya rusak karena posisi tower yang cukup tinggi ketika terdapat petir.

"Banyak yang rusak (barang elektronik), jadi kami mengetahui bahwa saat rapat, warga mengeluhkan kondisi yang sama dan menduga karena tower yang diketahui tak ada izin. Kami pernah meminta namu mereka tak bisa menunjukkan," kata Subagyo.

Maka dari itu, warga meminta rekomendasi kepada LO DIY untuk memberi solusi terhadap permasalahan yang mereka alami. Pasalnya mediasi yang dilakukan bersama Pemkab Sleman dan DPRD Sleman tak menemukan solusi yang baik dan dead lock.

Pengacara warga, Achiel Suyanto menjelaskan warga terdampak tak meminta kompensasi dari permasalahan yang mereka alami. Namun warga hanya ingin menanyakan kelegalan izin tower, keamanan warga dan kerjasama dari pengelola tower.

Baca Juga: Ombudsman: WNA di Kampung Arab Jadi Tukang Cukur Sampai Jual Parfum

"Memang sebelumnya warga berharap ada kompensasi. Namun seiring berjalan waktu karena terjadi tarik ulur persoalan ini, warga sudah tak berpikir terkait kompensasi. Namun meminta pengoperasian tower dihentikan," jelasnya.

Achiel menambahkan, keamanan warga di sekitar lokasi juga tidak diperhatikan. Jika nanti terjadi sebuah peristiwa yang diakibatkan karena keberadaan tower, warga menilai tak ada yang bisa bertanggungjawab.

"Ketika terjadi peristiwa yang sampai memakan korban jiwa, siapa yang mau bertanggungjawab?. Memang tower tersebut digunakan oleh berbagai provider, tapi sejauh ini tidak ada bukti atau surat yang pernah dilihat warga bahwa alat tersebut sudah legal," katanya.

Terpisah Ketua Lembaga Ombudsman DIY, Suryawan Rahardjo menyebut tower untuk keperluan telekomunikasi memang berada di tengah permukiman. Namun sinergitas ini yang harus diterapkan oleh pengelola serta warga.

"Karena persoalan akan kami terima dahulu aduan dari warga Denggung. Nantinya kami pelajari, selanjutnya kami investigasi. Sebagai lembaga publik kami akan memberi rekomendasi untuk memberi titik terang dari persoalan tersebut," katanya.

Load More