Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Rabu, 02 September 2020 | 20:35 WIB
Sartillah (46) alias Mbah Illah, juru masak santri penghafal Al-Qur'an di Rumah Tahfidz Nurul Qur’an Patuk, Gunungkidul - (ist)

“Di sini setiap hari rasanya senang, santri-santri itu memanggil saya ‘Mbah... Mbah mau makan,’ kayak cucu sendiri. Apalagi pas dengar mereka ngaji sambil saya masak itu menenangkan sekali, jadi enggak capek masaknya. Mereka masih kecil-kecil sekali umur 6 tahun, 7 tahun sudah dilepas orangtuanya ke sini, masih kecil-kecil mereka sudah pada pintar ngaji,” imbuhnya, menceritakan motivasinya ketika memasak untuk para santri.

Memasak di daerah Patuk, tempat rumah tahfidz yang diasuh oleh Ustaz Khoiron ini, bukanlah hal mudah kala kekeringan melanda. Patuk termasuk daerah rawan kekeringan di Yogyakarta.

Sartillah (46) alias Mbah Illah, juru masak santri penghafal Al-Qur'an di Rumah Tahfidz Nurul Qur’an Patuk, Gunungkidul - (ist)

Ketika datang musibah kekeringan, biasanya urusan memasak ikut terbengkalai, apalagi sebelum adanya program Sedekah Air, yang beberapa kali disalurkan PPPA Daarul Qur’an Yogyakarta bekerja sama dengan SedekahOnline.com. Para santri harus berjalan sekitar 3 kilometer ke Kali Ngloyo, mengambilkan air untuk Mbah Illah memasak.

“Alhamdulillah, sekarang kekeringan itu bisa diatasi dengan program Sedekah Air yang terus datang. Anak-anak tidak harus jalan jauh lagi untuk mandi dan bersuci. Mbah Illah juga tidak harus menunggu lama dan mengambil air sumur yang sudah mau mengering untuk masak,” ungkap Ustazah Umi Azizah, salah satu pengajar di Rumah Tahfidz Nurul Qur’an.

Baca Juga: Badan Penuh Tato, Tujuh Pemuda Ini Fasih Lantunkan Syair Aqidatul Awam

Mbah Illah pun berkisah, pernah ketika hendak menyiapkan air minum untuk para santri, persediaan air begitu menipis, padahal ia harus segera merebus air minum. Mbah Illah lantas mengambil air di sumur yang airnya sudah menipis.

“Sampai direbus ternyata airnya aneh dan warnanya tidak bisa bening, kasihan santri waktu itu,” kenang Mbah Illah.

Namun, kesulitan mendapatkan air tidak memutuskan langkah Mbah Illah untuk tetap menyajikan makanan pagi para santri Nurul Qur’an Patuk. Tekadnya sudah bulat bahwa hanya keberkahan yang akan diburu selama sisa hidupnya.

Kini Mbah Illah sangat bersyukur, anaknya yang terakhir juga bisa melanjutkan sekolah SMK setelah anak pertamanya hanya selesai di bangku SMP karena terkendala biaya. Keikhlasannya menjadi modal utama untuk melanjutkan hidup bersama keluarganya.

“Selama di Rumah Tahfidz ini cukup rasanya, saya juga bisa nyekolahin anak yang penting. Kalau dituruti ya kurang terus, tapi saya bisa nyekolahin anak itu senang banget, wong enggak punya apa-apa dan saya cuma buruh,” ucap Mbah Illah, terus bersyukur.

Baca Juga: Lirik Lagu Kulepas dengan Ikhlas - Lesti Kejora

Selain memasak, Mbah Illah juga ikut mengaji di Rumah Tahfidz Nurul Qur’an Patuk bersama ibu-ibu lain di sekitar rumah tahfidz. Kini Mbah Illah sudah mengaji sampai jilid 4 dengan metode Qira’ati yang diajarkan.

Load More