SuaraJogja.id - Kabar duka menyelimuti dunia kebudayaan di DIY. Ketua Dewan Kebudayaan DIY Djoko Dwiyanto meninggal dunia, Jumat (18/9/2020) pukul 10:00 WIB. Jenazah langsung dimakamkan sore harinya.
Djoko Dwiyanto belum lama dilantik sebagai Ketua Dewan Kebudayaan DIY, yakni pada akhir Juli lalu. Ia dilantik langsung oleh Gubernur DIY Sri Sultan HB X di Gedung Pracimasana pada 11 Agustus 2020 kemarin.
Setelah dilantik, Djoko sempat memiliki komitmen untuk mempercepat upaya menjadikan Sumbu Filosofi DIY sebagai warisan budaya dunia. Hingga beberapa minggu terakhir, ia bahkan masih sibuk mempersiapkan hal tersebut.
Kepergian sang budayawan terasa begitu tiba-tiba dan mengejutkan banyak pihak. Djoko semestinya mengisi jabatan Ketua Dewan Kebudayaan DIY tersebut hingga 2022. Sayangnya, baru di awal masa pengabdian, ia sudah berpulang ke pangkuan Tuhan.
Baca Juga: Dinkes Sleman: Pengawasan Pendatang Agak Kendor, Ketatkan Lagi
Semasa hidupnya, Djoko dikenal sebagai seorang ahli sejarah kuno. Ia mengabdikan hidupnya untuk membaca dan menerjemahkan prasasti berbahasa Jawa kuno. Kariernya sebagai seorang epigraf sudah berlangsung selama 30 tahun lebih.
Pria berkacamata itu mulai tertarik dengan prasasti sejak duduk di bangku kuliah pada tahun 1979.
Ketika itu ia mengadakan penelitian arkeologi dan selalu berhadapan dengan penemuan yang bukan hanya benda, tetapi juga tulisan-tulisan kuno.
Banyak prasasti kuno yang diterjemahkan oleh orang asing karena ketidakmampuan masyarakat untuk mengartikannya sendiri.
Hal itu menjadi pemicu Djoko untuk bisa menerjemahkan tulisan kuno tersebut agar tidak bergantung pada orang lain.
Baca Juga: Ban Lepas, Bus Giyono Oleng hingga Tabrak Pohon di Jalan Magelang Sleman
Djoko mulai merintis kariernya sebagai seorang epigraf sejak 1982. Kesulitan membaca aksara Jawa kuno dalam prasasti selalu jadi tantangan yang mengasyikkan untuknya.
Di Jogja sendiri, belum banyak tokoh dengan profesi sama sepertinya.
Alumnus Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM ini juga pernah memiliki keinginan untuk mempopulerkan dua jenis penerapan ilmu epigraf.
Keinginan itu ia sampaikan saat peluncuran buku dan diskusi karyanya 'Refleksi Penelitian Epigrafi dan Prospek Pengembangannya'.
Purnatugas pada 2018 lalu, Djoko sempat mengabdi sebagai tenaga pengajar di jurusan arkeologi UGM selama 36 tahun.
Salah satu kontribusi besar Djoko adalah berhasil membaca prasasti Wanua Tengah III. Ia menutup masa pensiunnya dengan menerbitkan sebuah buku mengenai epigrafi.
Berita Terkait
Terpopuler
- 1 Detik Jay Idzes Jadi Pemain Udinese Langsung Cetak Sejarah Liga Italia
- Pramono Ajak Anies Nobar Persija di JIS: Sekarang Tuan Rumahnya Saya, Bukan yang Bikin Nggak Nyaman
- Penyerang Rp1,30 Miliar Urus Naturalisasi, Lini Serang Timnas Indonesia Makin Ganas
- 9 Mobil Bekas Merek Xenia Harga di Bawah Rp60 Juta, Cocok Jadi Kendaraan Keluarga
- Tecno Pova Curve 5G Lolos Sertifikasi di Indonesia: HP Murah dengan Layar Elegan
Pilihan
-
Hampir 20 Ton Emas Warga RI Kini Tersimpan di Bank Emas
-
Djaka Budhi Utama Buru Pembuat Rokok Ilegal
-
Sri Mulyani Tepok Jidat Lihat Situasi Ketidakpastian Ekonomi Global Saat Ini
-
Rekomendasi 7 Motor Bebek Bekas Rp3 Jutaan, Terkenal Handal di Segala Medan
-
3 Sosok Perempuan di Karier Jay Idzes Pemain Berbandrol Rp130 M
Terkini
-
4 Pendaki Ilegal Gunung Merapi Diamankan, Disanksi Bersihkan Objek Wisata Alam Selama 3 Bulan
-
Penggusuran di Lempuyangan: Warga Memohon KAI Izinkan Rayakan Agustusan Terakhir di Rumah Mereka
-
Luncurkan SINAR Sleman, Inovasi Digital Pemkab agar Warga Bisa Kontrol Pembangunan Daerah
-
Purnawirawan Desak Gibran Dimakzulkan, DPR Pilih Tunda Pembahasan: Ada Apa dengan Tanggal 20?
-
Trauma Korban '98 Dibunuh Dua Kali? Sejarawan Kecam Pernyataan Fadli Zon Soal Pemerkosaan Massal