Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Jum'at, 16 Oktober 2020 | 21:15 WIB
Viral Iming-Iming UMR Tinggi, Warganet Ini Ungkap Sisi Lain Kerja di Jepang

SuaraJogja.id - Utas seorang warganet di Twitter ini menarik perhatian publik. Ia mengomentari salah satu akun Twitter yang menerangkan bahwa UMR buruh di Jepang itu tinggi, sehingga mengajak warganet untuk pindah kerja ke Jepang.

Utas ini dibuat oleh akun Twitter @sistaaaaa pada Kamis (15/10/2020) pukul 18.59.

Saat ini, utas buatannya telah mendapatkan sejumlah 23 ribu lebih suka, 10 ribu retweet, dan 500 lebih tweet kutipan.

Dalam unggahannya ini, ia menyoroti twit dari akun @Strategi_Bisnis yang mengatakan bahwa UMR buruh di Jepang rata-rata senilai Rp20 juta per bulan.

Baca Juga: Jepang Berencana Buang Air Radioaktif Nuklir Fukushima ke Laut

Akun @sistaaaaa pun membalas dengan sebuah utas sebagai bentuk ketidaksetujuannya terhadap pernyataan dari twit milik akun @Strategi_Bisnis karena akun tersebut dinilainya hanya menuliskan UMR buruh di sana yang terbilang tinggi untuk buruh Indonesia, tetapi tidak mencantumkan biaya hidup dan risiko pekerjaannya.

"Makin lama makin sebel kalau liat postingan semacam ini. Yang dijual selalu 'gaji perbulan puluhan juta rupiah', tapi masalah life expenses, resiko/tanggung jawab pekerjaan, atau bahkan social issues as foreigner dan sebagainya ga pernah dijabarkan," tulisnya di awal utas.

Ia kemudian menjelaskan bahwa biaya hidup di Jepang itu mahal, jadi jika mendapat gaji puluhan juta itu baru pendapatan kotornya saja, belum dipotong untuk biaya sewa apartemen, makan, transportasi, asuransi, dan lainnya.

"Gaji puluhan juta per bulan yg digembor-gemborkan itu pun sebenernya gross income. Belum dipotong pajak, asuransi, dll. Total potongan penghasilan per bulan di sini bisa sampai 7 jutaan (tergantung besaran gaji). Sedap, bukan?" jelasnya lebih lanjut.

Akun twitter @sisthaaaaa juga memberikan sisi lain dari susahnya bekerja di Jepang, yang mana ternyata WNI yang hidup di Jepang sering menjadi korban diskriminasi.

Baca Juga: Fujifilm Ajukan Avigan Jadi Obat Covid-19 di Jepang, Akankah Ampuh?

"Pemagang WNI di sini jg sering jadi korban diskriminasi, loh. Kebanyakan mereka ga tau apa-apa dan ga ngerti harus gimana, krn ya itu, fakta-fakta di lapangan ga pernah dijabarkan secara detail. Kan kasian," ujarnya.

Ia menulis utas ini tanpa ada tujuan untuk menjatuhkan program magang ke Jepang. Ia mengaku hanya ingin ada penjelasan yang lebih mendalam dari LPK-LPK mengenai manfaat, prospek karier, dan lainnya dari program magang. Tidak hanya mengiming-iming gaji besar saja.

"Bukan mau menjatuhkan program magang ke Jepang yah. Tapi maksudku, kalaupun mau promo, mbok yg dijadiin selling point tuh jgn cuma goja-gaji-goja-gaji. Ini tuh sama aja kaya MLM yg cuma ngiming-ngiming ga jelas," tegasnya.

Selain itu, pada akhir utasnya, ia kembali menegaskan inti dari utasnya, yaitu ia menyayangkan tindakan LPK yang hanya mengiming-imingi gaji besar untuk menarik peminat, tujuan twitnya adalah untuk penyeimbang agar publik ada bayangan bagaimana kehidupan di Jepang, dan terakhir ia menjelaskan bahwa pemagang itu berbeda dengan karyawan tetap, karyawan kontrak ataupun pekerja paruh waktu.

Unggahan ini pun menuai berbagai respons dari warganet. Mereka merespons dengan beragam.

"Jepang kan emang biaya hidupnya mahal ya dapet gaji besar wajar lah," tulis akun @wedwedwed.

"Setuju, aku scholarship perbulan ya sekitar 25jt, tapi bayar rumah aja udah 9jtan, belum asuransi, bayar tagihan internet, transportasi kendaraan umum, makan, masih banyak lagi," ujar akun @msdharmawan.

"Semakin tinggi gaji dan pajaknya mengikuti naik merangkak gak pernah dibahas. wkwkwk," kata akun @nuruhufu.

Selain itu, akun @notyourhopes juga turut menuliskan komentarnya, "Jadi inget kata papin @pinotski yang udah pernah kerja di 3 negara, angka boleh beda tapi value tetep relatif sama".

Reporter: Dita Alvinasari

Load More