SuaraJogja.id - Beberapa waktu lalu, Ahli Hukum UGM, Zainal Arifin Mochtar menyerukan jika pengesahan UU Cipta Kerja yang kesannya terburu-buru tanpa mempertimbangkan suara publik patut untuk mendapatkan protes.
Lebih jauh, lewat konferensi pers virtual yang digelar oleh Fakultas Hukum UGM, ia bahkan menyebut jika UU tersebut perlu mendapat tekanan publik bisa dengan cara semacam pembangkangan publik.
Menurutnya hal itu perlu dilakukan lantaran produk tersebut berpotensi merugikan masyarakat banyak, apalagi paradigma hukumnya terlampau sentralistik.
Belakangan, tawaran untuk melakukan semacam pembangkangan sipil membuat Menkumham, Yasonna Laoly geram.
Baca Juga: 7 Soto Enak di Jogja untuk Sarapan
Yasonna berpandangan ajakan pembangkangan sipil adalah provokasi dan politis untuk tidak percaya pada pemerintah. Pembangkangan sipil bisa menjadi masalah sebab tidak semua bisa paham dengan konsepnya. Siapa juga yang akan bertanggung jawab menjamin pembangkangan sipil berjalan pasti tanpa kekerasan.
Dia mengajak para aktivis dan akademisi yang menyerukan pembangkangan sipil, agar mengikuti jalur atau saluran formal konstitusional kalau tidak puas dengan atas undang-undang. Yasonna meminta mereka untuk ke Mahkamah Konstitusi saja.
Pembangkangan sipil ini politik lah. Ajak distrust ke pemerintah, nggak bayar pajak ini too much. Ini ada perbedaan ya. Kita mesti taat lah. Mekanisme yang kita pakai yang konstitusional saja," ujarnya dalam bincang ROSI Kompas TV dikutip Jumat, (23/10/2020).
Yasonna menyebut para aktivis dan akademisi yang mendorong pembangkangan sipil, untuk melihat aturan tata negara.
"Jika ngga percaya pada MK artinya mereka sedang membangun distrust pada seluruh lembaga negara. Ini bukan lagi berbahaya, sangat mengerikan. Kita ajak orang yang tak paham untuk pembangkangan sipil," serunya.
Baca Juga: Ashanty Makan Nasi Goreng Harga Rp1,5 Juta, Warganet: Kayak UMR Jogja
Yasonna juga mengkritik penyeru pembangkangan sipil yang menyatakan tak percaya lagi dengan Mahkamah Konstitusi sebagai wadah untuk menguji sebuah produk undang-undang.
Menurut menteri dari PDIP ini, cara berpikir seperti ini menunjukkan mundur. Yasonna sampai setengah emosi dengan sikap tersebut.
"Kalian ke DPR nggak percaya, ke pemerintah ke MK nggak percaya. Hanya percaya diri sendiri. Come on. Ini monopoli kepercayaan diri sendiri," kata Yasonna dengan nada tinggi.
Yasonna yang masih kesal pun mengaku pasrah. Sekencang seterang apapun pemerintah menjelaskan manfaat dari Omnibus Law, dia yakin para aktivis yang menyerukan pembangkangan sipil ini tak mau menerimanya. Sebab mereka, tuding Yasonna, sudah memonopoli diri sendiri.
"Sudah di belakangnya apriori. sudah suudzon, memonopoli diri sendiri," kata Yasonna.
Yasonna menilai gagasan atau ajakan pembangkangan sipil ini bentuk provokasi. Belum lagi, bakal ada masalah di lapangan dan masyarakat.
Jika pembangkangan sipil ini diserukan, apakah nanti para penyeru ide ini bisa menjamin gerakan pembangkangan sipil tidak berubah menjadi anarki. Belum lagi, gerakan ini, kata Yasonna, berpotensi ditunggangi oleh penumpang politik.
Sementara semangat pembangkangan sipil adalah gerakan menolak undang-undang atau aturan dengan prinsip non kekerasan.
Yasonna merasa gerakan pembangkangan sipil ini merupakan tujuan menghalalkan segala cara supaya bisa pada tujuan membatalkan Omnibus Law.
"Ini tujuan menghalalkan segala cara. Saya tetap berprinsip ini adalah provokasi untuk disorder. Nggak semua masyarakat paham soal ini. Itu lihat saja demo-demo anak-anak kecil diikutkan. Saya tak jamin teman-teman bisa sampaikan pembangkangan sipil yang biasa," ujarnya.
Selain itu, Yasonna mengkhawatirkan gerakan atau seruan pembangkangan sipil ini ditunggangi oleh pemain politik dengan tujuan mereka.
"Dan di sini akan masuk penumpang politik yang lain-lain. Kan terjadi sesuatu nanti kan (dalihnya) kami usulkan damai-damai kok kalau sudah terjadi lepas tangan saja kan tapi nggak mau tanggung jawab atas konsekuensi ini. Anda tadi kan bilang mau (pembangkangan sipil) sampai batal (Omnibus Law). Ini gerakan sistematik. Nanti kalau terjadi (rusuh) tanggung jawab nggak? Dijamin nggak? Karena ini tujuannya sampai batal, seolah-olah ini mau kiamat saja UU Omnibus Law," ujar Yasonna.
Berita Terkait
-
Tips Meredam Emosi Saat Debat Publik
-
Usai Adanya Putusan MK, DPR Kumpulkan Menkum, Menaker hingga Buruh Pastikan PP 51 Sudah Tak Berlaku
-
Ulasan Buku Seni Memahami Anak: Mendalami Perkembangan Emosional Anak
-
Respons Putusan MK soal UU Cipta Kerja, Prabowo Panggil Menteri-menteri ke Istana
-
21 Pasal UU Cipta Kerja Dibatalkan MK, Menteri Hukum Janji Segera Tindaklanjuti Putusan Soal UMP
Tag
Terpopuler
- Mahfud MD Sebut Eks Menteri Wajib Diperiksa Kasus Judol Pegawai Komdigi, Budi Arie Bilang 'Jangan Kasih Kendor'
- Rocky Gerung Spill Dalang yang Bongkar Kasus Judi Online Pegawai Komdigi
- Kejanggalan Harta Kekayaan Uya Kuya di LHKPN KPK, Dulu Pernah Pamer Saldo Rekening
- Berani Sentil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Segini Harta Kekayaan Melly Goeslaw
- Bak Gajah dan Semut, Beda Citra Tom Lembong vs Budi Arie Dikuliti Rocky Gerung
Pilihan
-
Pindad Segera Produksi Maung, Ini Komponen yang Diimpor dari Luar Negeri
-
Petinggi Lion Air Masuk, Bos Garuda Irfan Setiaputra Ungkap Nasibnya Pada 15 November 2024
-
Profil Sean Fetterlein Junior Kevin Diks Berdarah Indonesia-Malaysia, Ayah Petenis, Ibu Artis
-
Kritik Dinasti Politik Jadi Sorotan, Bawaslu Samarinda Periksa Akbar Terkait Tuduhan Kampanye Hitam
-
Bakal Dicopot dari Dirut Garuda, Irfan Setiaputra: Siapa yang Dirubah Engga Tahu!
Terkini
-
PR Poros Maritim Prabowo: Belajar dari Ketahanan ala Jenderal Soedirman
-
Fokus Isu Anak dan Perempuan, Calon Bupati Sleman Kustini Bahas Pembangunan Nonfisik dengan DPD RI
-
Dari Rumah Sakit Hingga Penggergajian Kayu: Reka Ulang Pengeroyokan Remaja Bantul Ungkap Fakta Mengerikan
-
Ferry Irwandi vs Dukun Santet: Siapa Surasa Wijana Asal Yogyakarta?
-
Terdampak Pandemi, 250 UMKM Jogja Ajukan Hapus Hutang Rp71 Miliar