SuaraJogja.id - Penangkapan Menteri KPP, Edhy Prabowo oleh KPK memunculkan spekulasi beragam di ranah publik. Termasuk diantaranya dari pengamat tata negara, Refly Harun.
Refly menyinggung dahulu soal Gerindra yang disebut menjadi penumpang terakhir dalam koalisi dengan Istana. Sebelumnya sudah ada lima partai terlebih dahulu yang sudah bergabung dengan koalisi tersebut, yakni PDIP, Golkar, Nasdem, PKB, dan PPP.
Di mana, Gerindra sebagai penumpang terakhir dan mendapat dua portofolio Kementerian, yakni Pertahanan, dan Kelautan dan Perikanan. Oleh survei-survei, Prabowo belakangan dijuluki sebagai menteri terbaik, dan Edhy Prabowo dengan kinerja terburuk.
Lebih jauh Refly menyoroti kenapa menteri dari partai pimpinan Prabowo yang disikat. Kata dia, mungkin alasannya karena korupsi ya tetap korupsi. Apalagi ketika memilih anggota KPK tempo hari, Gerindra pun dinilai sepertinya mendukung juga.
Baca Juga: Rocky Gerung soal Edhy Prabowo Dicokok KPK: Gerindra Akan Balas Dendam
Sehingga kemudian memunculkan narasi kenapa menteri Gerindra yang ditangkap, bukan menteri dari PDIP, Golkar, dan sebagainya.
“Mungkin banyak korupi yang disidik KPK, tapi yang mesti diambil KPK tentu yang sudah memiliki fakta dan data yang sudah kuat. Terlihat tebang pilih memang, tapi korupsi tetap korupsi. Kalau KPK sudah berani menangkap, artinya dia punya fakta dan data terhadap orang nomor satu di KKP itu,” kata Refly di saluran Youtube-nya seperti dilansir dari Hops.id.
“Tapi jangan lupa juga, ketika memilih anggota KPK kemarin, dari Gerindra pun sepertinya mendukung juga. Nah karena itu, jadi muncul spekulasi kenapa Gerindra yang kena,” kata Refly.
Atas hal ini Refly pun menyebut praktik korupsi sepertinya masih terus merajalela di lingkaran kekuasan. Di satu sisi ini baru menteri, belum seputar kekuasaan lainnya.
Baca Juga: OTT Menteri KKP, Rocky Gerung: Ada Big Fish Tertangkap karena Umpan Udang
Maka itu, Refly pun lalu menyebut jika Presiden Jokowi gagal dalam persoalan korupsi. Setidaknya ada sejumlah analisa yang dia sampaikan soal kegagalan ini.
Pertama, Jokowi dianggap gagal memilih orang kredibel sebagai menteri yang seharusnya memiliki track record baik. Sebab ini bukan kasus pertama, sebab sebelumnya ada dua menteri Jokowi yang sudah ditangkap KPK atas pengembangan kasus.
Sebelumnya ada Menteri Sosial Idrus Marham, dan Menpora Imam Nahrawi. Padahal, dalam rekam jejaknya, sudah menjadi isu umum kalau Idrus Marham dianggap punya kaitan dengan Setya Novanto dan Akil Mochtar.
Namun rekam jejak itu justru tak menghalangi Jokowi untuk merekrutnya sebagai seorang menteri.
“Sama seperti saat tidak menghalangi niat Jokowi untuk mengajak Setya Novanto sebagai mitra aliansi. Bahkan konon dia banyak mengerjakan kepentingan Jokowi. Ini makin terlihat kalau semangat antikorupsi Jokowi sangat lemah,” kata dia.
Bukan cuma Jokowi, Refly menilai kasus sama juga terlihat pada sejumlah presiden sebelumnya, mulai dari SBY, Megawati, Gus Dur, dan Habibie. Semua dianggap bermasalah dengan pemberantasan korupsi.
“Mega misalnya soal isu BLBI, Indosat. Lalu Gus Dur soal isu Brunei gate, bulog gate. Kemudian Habibi, walau peralihan tapi banyak keuangan yang tak benar penggunaannya. Kalau Orde Baru kita enggak usah ulas lah, karena memang ditutup dengan baik. Orde Lama juga demikian,” katanya.
Atas hal ini, dia berani menyebut hingga kini belum ada presiden yang memiliki determinatif kuat dalam pemberantasan korupsi.
“Harusnya presiden memastikan track record ini ditelusuri, kan bisa meminta bantuan KPK dan PPATK, ini kebobolan nih soal Edhy Prabowo,” katanya lagi.
Faktor kedua, yang turut disoroti Refly soal menteri Gerindra yang ditangkap adalah karena komitmen pemberantasan korupsi yang buruk.
Saat ini, negara seolah justru disibukkan dengan isu-isu seperti FPI, penurunan baliho, karangan bunga Pangdam Jaya.
Sehingga justru melupakan isu substansif di lingkar Istana dan kekuasaan. Terlepas apakah ini kasus pesanan atau tidak, Refly tentu mengapresiasi kinerja KPK di tengah pandangan sebelah mata dari publik.
“Mudah-mudahan ini jadi efek jera, rasanya negeri ini sudah sangat bosan dengan korupsi di mana-mana,” katanya mengakhiri analisanya.
Berita Terkait
-
Bukan Mantan Presiden, Faisal Assegaf Sebut Peran Jokowi Saat Ini Adalah Makelar Pilkada
-
Drama Impor Gula Tom Lembong: Dari Perintah Jokowi Hingga Isu Politisasi
-
Eks Ketua MK Bela Tom Lembong: Tidak Ada yang Salah dari Sisi Prosedur
-
Kasus Timah, Transaksi Bisnis BUMN Rentan Disalahartikan sebagai Korupsi
-
Heboh! Ahli Pertambangan Bantah Kerugian Lingkungan Bisa Dipidana
Tag
Terpopuler
- Dicoret Shin Tae-yong 2 Kali dari Timnas Indonesia, Eliano Reijnders: Sebenarnya Saya...
- Momen Suporter Arab Saudi Heran Lihat Fans Timnas Indonesia Salat di SUGBK
- Elkan Baggott: Hanya Ada Satu Keputusan yang Akan Terjadi
- Elkan Baggott: Pesan Saya Bersabarlah Kalau Timnas Indonesia Mau....
- Kekayaan AM Hendropriyono Mertua Andika Perkasa, Hartanya Diwariskan ke Menantu
Pilihan
-
Dua Juara Liga Champions Plus 5 Klub Eropa Berlomba Rekrut Mees Hilgers
-
5 Rekomendasi HP Infinix Sejutaan dengan Baterai 5.000 mAh dan Memori 128 GB Terbaik November 2024
-
Kenapa KoinWorks Bisa Berikan Pinjaman Kepada Satu Orang dengan 279 KTP Palsu?
-
Tol Akses IKN Difungsionalkan Mei 2025, Belum Dikenakan Tarif
-
PHK Meledak, Klaim BPJS Ketenagakerjaan Tembus Rp 289 Miliar
Terkini
-
Logistik Pilkada Sleman sudah Siap, Distribusi Aman Antisipasi Hujan Ekstrem
-
Seharga Rp7,4 Miliar, Dua Bus Listrik Trans Jogja Siap Beroperasi, Intip Penampakannya
-
Skandal Kredit Fiktif BRI Rp3,4 Miliar Berlanjut, Mantri di Patuk Gunungkidul Mulai Diperiksa
-
Pakar Ekonomi UMY Minta Pemerintah Kaji Ulang Terkait Rencana Kenaikan PPN 12 %
-
DIY Perpanjang Status Siaga Darurat Bencana hingga 2 Januari 2025