Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Kamis, 26 November 2020 | 10:39 WIB
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengenakan baju tahanan bergegas meninggalkan ruang konferensi pers seusai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (25/11/2020). [Suara.com/Angga Budhiyanto]

SuaraJogja.id - Penangkapan Menteri KPP, Edhy Prabowo oleh KPK memunculkan spekulasi beragam di ranah publik. Termasuk diantaranya dari pengamat tata negara, Refly Harun

Refly menyinggung dahulu soal Gerindra yang disebut menjadi penumpang terakhir dalam koalisi dengan Istana. Sebelumnya sudah ada lima partai terlebih dahulu yang sudah bergabung dengan koalisi tersebut, yakni PDIP, Golkar, Nasdem, PKB, dan PPP.

Di mana, Gerindra sebagai penumpang terakhir dan mendapat dua portofolio Kementerian, yakni Pertahanan, dan Kelautan dan Perikanan. Oleh survei-survei, Prabowo belakangan dijuluki sebagai menteri terbaik, dan Edhy Prabowo dengan kinerja terburuk.

Lebih jauh Refly menyoroti kenapa menteri dari partai pimpinan Prabowo yang disikat. Kata dia, mungkin alasannya karena korupsi ya tetap korupsi. Apalagi ketika memilih anggota KPK tempo hari, Gerindra pun dinilai sepertinya mendukung juga.

Baca Juga: Rocky Gerung soal Edhy Prabowo Dicokok KPK: Gerindra Akan Balas Dendam

Sehingga kemudian memunculkan narasi kenapa menteri Gerindra yang ditangkap, bukan menteri dari PDIP, Golkar, dan sebagainya.

“Mungkin banyak korupi yang disidik KPK, tapi yang mesti diambil KPK tentu yang sudah memiliki fakta dan data yang sudah kuat. Terlihat tebang pilih memang, tapi korupsi tetap korupsi. Kalau KPK sudah berani menangkap, artinya dia punya fakta dan data terhadap orang nomor satu di KKP itu,” kata Refly di saluran Youtube-nya seperti dilansir dari Hops.id.

“Tapi jangan lupa juga, ketika memilih anggota KPK kemarin, dari Gerindra pun sepertinya mendukung juga. Nah karena itu, jadi muncul spekulasi kenapa Gerindra yang kena,” kata Refly.

Atas hal ini Refly pun menyebut praktik korupsi sepertinya masih terus merajalela di lingkaran kekuasan. Di satu sisi ini baru menteri, belum seputar kekuasaan lainnya.

Jokowi gagal urusi korupsi

Baca Juga: OTT Menteri KKP, Rocky Gerung: Ada Big Fish Tertangkap karena Umpan Udang

Maka itu, Refly pun lalu menyebut jika Presiden Jokowi gagal dalam persoalan korupsi. Setidaknya ada sejumlah analisa yang dia sampaikan soal kegagalan ini.

Pertama, Jokowi dianggap gagal memilih orang kredibel sebagai menteri yang seharusnya memiliki track record baik. Sebab ini bukan kasus pertama, sebab sebelumnya ada dua menteri Jokowi yang sudah ditangkap KPK atas pengembangan kasus.

Sebelumnya ada Menteri Sosial Idrus Marham, dan Menpora Imam Nahrawi. Padahal, dalam rekam jejaknya, sudah menjadi isu umum kalau Idrus Marham dianggap punya kaitan dengan Setya Novanto dan Akil Mochtar.

Namun rekam jejak itu justru tak menghalangi Jokowi untuk merekrutnya sebagai seorang menteri.

“Sama seperti saat tidak menghalangi niat Jokowi untuk mengajak Setya Novanto sebagai mitra aliansi. Bahkan konon dia banyak mengerjakan kepentingan Jokowi. Ini makin terlihat kalau semangat antikorupsi Jokowi sangat lemah,” kata dia.

Bukan cuma Jokowi, Refly menilai kasus sama juga terlihat pada sejumlah presiden sebelumnya, mulai dari SBY, Megawati, Gus Dur, dan Habibie. Semua dianggap bermasalah dengan pemberantasan korupsi.

“Mega misalnya soal isu BLBI, Indosat. Lalu Gus Dur soal isu Brunei gate, bulog gate. Kemudian Habibi, walau peralihan tapi banyak keuangan yang tak benar penggunaannya. Kalau Orde Baru kita enggak usah ulas lah, karena memang ditutup dengan baik. Orde Lama juga demikian,” katanya.

Atas hal ini, dia berani menyebut hingga kini belum ada presiden yang memiliki determinatif kuat dalam pemberantasan korupsi.

“Harusnya presiden memastikan track record ini ditelusuri, kan bisa meminta bantuan KPK dan PPATK, ini kebobolan nih soal Edhy Prabowo,” katanya lagi.

Faktor kedua, yang turut disoroti Refly soal menteri Gerindra yang ditangkap adalah karena komitmen pemberantasan korupsi yang buruk.

Saat ini, negara seolah justru disibukkan dengan isu-isu seperti FPI, penurunan baliho, karangan bunga Pangdam Jaya.

Sehingga justru melupakan isu substansif di lingkar Istana dan kekuasaan. Terlepas apakah ini kasus pesanan atau tidak, Refly tentu mengapresiasi kinerja KPK di tengah pandangan sebelah mata dari publik.

“Mudah-mudahan ini jadi efek jera, rasanya negeri ini sudah sangat bosan dengan korupsi di mana-mana,” katanya mengakhiri analisanya.

Load More