SuaraJogja.id - Usaha kerajian bambu mayoritas warga Pedukuhan Sundari, Tirtoadi, Mlati, Sleman belum pulih dari hantaman pandemi Covid-19. Hal itu membuat beberapa warga mulai mencari cara lain agar tetap bisa membuat dapur tetap ngebul.
Ninik Sarini menjadi salah satu warga yang mulai melirik kerajinan berbahan dasar rotan untuk menambah potensi keuntungan. Menurutnya, saat ini kerajinan bambu masih sangat sepi peminat, sedangkan rotan, walau tak banyak, ada sedikit hasil.
"Ya kalau produksi bambunya tetap jalan, tapi memang kebanyakan hanya kalau ada pesanan yang masuk saja. Sekarang mulai jualan pernak-pernik dari rotan," kata Ninik saat ditemui SuaraJogja.id di showroom produknya, Minggu (29/11/2020).
Ninik menyebutkan bahwa memang peminat kerajinan bambu terus turun bersamaan sejak pandemi Covid-19. Usaha bambu bahkan sempat mandek sepenuhnya hingga Juni lalu.
Menyiasati hal itu, Ninik memperluas pasarnya dengan menghadirkan produk dari kerajinan rotan. Produk-produk itu diambil dari pabrikan di Bandung.
"Kalau saya mulai sehabis Lebaran baru bisa jualan lagi. Saat itu masih terima pesanan dari langganan saja untuk dijual lagi, tapi ya satu bulan belum mesti satu set laku, padahal kita biasanya panen waktu Lebaran, tapi tahun ini tidak," ucapnya.
Disampaikan Ninik, omzet per bulannya anjlok hingga 75 persen. Hal itu terlihat dari jumlah pesanan yang selalu di masa Lebaran beberapa tahun belakang.
Sebelum pandemi Covid-19, kata Ninik, permintaan bisa mencapai 20-30 set kursi bambu dalam sebulan. Namun sekarang, lima set pun tidak bisa terjual atau malah tidak terjual sama sekali.
”Nah semenjak menyediakan rotan, pemasukan mulai ada meski dikit-dikit,” ujar wanita 44 tahun itu.
Baca Juga: Badut Syariah: Semangat Tak Boleh Surut di Pandemi
Ninik menilai, tidak semata-mata pandemi Covid-19 saja yang menurunkan minta pembeli kerjainan bambu. Namun, ada faktor lain, semisal pertimbangan dan perhitungan dari muatan kontainer.
Menurut keluhan yang diterimanya dari para pengangkut kontainer itu, ukuran dan berat bambu kurang menguntungkan ketimbang membawa produk rotan, yang lebih ringkas. Belum lagi melihat harga produk bambu di pasaran, yang kini juga murah.
”Bambu ini makan ruang kalau di kontainer, kalau rotan kan bisa muat banyak. Lebih cocok saja sesuai harga," tuturnya.
Ninik menduga, meningkatnya persaingan produksi kerajinan bambu di pasaran membuat tidak sedikit perajin yang memilih mundur. Selain itu, kesulitan bahan baku juga mulai dirasakan oleh beberapa pihak.
"Mayoritas yang masih bertahan sekarang itu adalah generasi penerus di keluarganya, yang sudah turun temurun menggeluti kerajinan bambu ini," ungkapnya.
Ninik mengungkapkan, masa kejayaan kerajinan bambu itu dirasakan pada periode 2003 hingga 2005. Saat itu bahan baku masih berlimpah dan peminatnya pun banyak.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- Seret Nama Mantan Bupati Sleman, Dana Hibah Pariwisata Dikorupsi, Negara Rugi Rp10,9 Miliar
Pilihan
-
Menkeu Purbaya Pernah Minta Pertamina Bikin 7 Kilang Baru, Bukan Justru Dibakar
-
Dapur MBG di Agam Dihentikan Sementara, Buntut Puluhan Pelajar Diduga Keracunan Makanan!
-
Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
-
Harga Emas Antam Terpeleset Jatuh, Kini Dibanderol Rp 2.235.000 per Gram
-
Roy Suryo Ikut 'Diseret' ke Skandal Pemalsuan Dokumen Pemain Naturalisasi Malaysia
Terkini
-
SaveFrom vs SocialPlug Download Speed Comparison: A Comprehensive Analysis
-
Kunjungan ke UGM, Megawati Ragukan Data Sejarah Penjajahan dan Jumlah Pulau Indonesia
-
Bukan Sekadar Antar Jemput: Bus Sekolah Inklusif Kulon Progo Dilengkapi Pelatihan Bahasa Isyarat
-
Maxride Bikin Bingung, Motor Pribadi Jadi Angkutan Umum? Nasibnya di Tangan Kabupaten/Kota
-
Megawati ke UGM: Soroti Biodiversitas dan Masa Depan Berkelanjutan